"Aku tidak bisa menjanjikan banyak hal, tapi aku mengakui Yoosun adalah putraku sepenuhnya dan aku menyayanginya sebagaimana seorang ayah. Aku akan menjaganya tidak peduli jika harus mengorbankan nyawaku."
"Aku tidak peduli pada yang lain, aku hanya perlu tahu kau memberikan cinta yang cukup sebagai orang tua. Karena aku tidak ingin anakku kekurangan cinta dari kedua orang tuanya."
Gelak tawa yang terdengar begitu nyaring menggema, amat ringan hingga mampu memenuhi kamar inap yang terbilang terlalu besar untuk anak yang belum genap berusia empat tahun. Bocah kecil tersebut masih terduduk bersandar pada bantal di belakang dengan satu tangan sibuk memegang mobil-mobilan sport berwarna merah, dan satunya lagi sebuah mainan kereta api yang beberapa gerbongnya sudah tidak ada.
Sebuah tawa yang terdengar begitu lepas hingga membuat Yeon Ah membuyarkan lamunananya akan percakapannya dengan Seokjin beberapa hari lalu. Tawa yang bagaikan permen kapas bagi Yeon Ah. Begitu manis dan selalu membuat hatinya terasa ringan seakan seluruh beban hidupnya hilang begitu saja.
Katakanlah kehadiran Seokjin selama masa pemulihan ini merupakan salah satu alasannya. Harus Yeon Ah akui, Kim Seokjin merupakan salah satu sumber kebahagian terbesar Yoosun. Tentu saja, karena Kim Seokjin adalah ayahnya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, Seokjin masih menyempatkan harinya untuk bercanda dengan putranya seperti sekarang.
"Mama mau kemana? Kenapa barang-barlangnya dimasukan ke dalam tas?" tanya pria kecil itu kini mengalihkan perhatiaannya pada sang ibu yang tengah membereskan beberapa barang. Matanya menatap serius dan penuh keingin tahuan, begitu menggemaskan dengan pajama khas rumah sakit bermotif hewan dan kedua tangan yang masih sibuk menggenggam mainannya erat. Sebuah pemandangan yang langsung menggoreskan sebuah senyum di wajah lelah wanita tersebut.
"Yoosun lupa ya? Besok kan Yoosun boleh pulang."
"Yoosun tidak mau pulang."
"Kenapa Yoosun tidak mau pulang? Harusnya Yoosun senang karena boleh pulang." Dengan lembut Seokjin mengelus surai putranya. Tatapannya begitu tulus dan teduh berusaha menggapai dan memahami pria kecilnya yang kini malah menggeleng dengan bibir dimajukan.
"Tidak mau papa, di sini Yoosun punya banyak teman yang bisa di ajak belmain, ada Seojun Hyung, Adam Hyung, Minwo, Chaerrrin Noona dan Yujin. Paman dan bibi susterl juga sangat baik, selain itu Yoosun bisa berrtemu Uncle Kim setiap harli."
"Tapi kata Uncle Kim kan Yoosun sudah sehat dan boleh pulang," Terang seokjin dengan memegang kedua bahu putranya yang masih mengerucutkan bibirnya tersebut.
"Yoosun tidak mau papa. Di sini Yoosun banyak teman, ada kakek dan nenek yang serling menjenguk juga. Selain itu, sejak Yoosun di sini papa setiap hari menemani Yoosun belsama mama." Seokjin langsung terdiam begitu saja mendengar penuturan putra semata wayangnya. Apa ini namanya sebuah sindiran halus? Ah, tidak mungkin bukan? Kepolosan bocah ini ternyata memiliki bilah tajam di sisi lain. "Yoosun tidak mau pulang, di lumah hanya ada mama dan bibi Jo saja yang menemani Yoosun."
KAMU SEDANG MEMBACA
IN A BIND
FanfictionJika saja Seokjin di beri kesempatan sekali lagi, maka ia tidak akan pernah sudi datang ke acara reuni sialan itu. Tidak akan ada malam panas antara ia dan mantan kekasihnya, tidak akan ada pernikahan atau bahkan seorang anak di antara mereka. Satu...