Min Yoongi masih menatap atasanya dengan raut datar. Memperhatikan dengan saksama kedua obsidian di balik bingkai kaca mata yang sedari tadi terlihat tidak fokus. Pria Min itu masih ingat jelas, bahwa semuanya bermula ketika kepulangan mereka dari Gwangju. Di saat ia tengah mengoceh mengenai jadwal selanjutnya, atasannya tersebut menerima panggilan dari Kim Namjoon. Entah apa yang mereka bicarakan, namun sepertinya Min Yoongi mampu menebaknya."Haruskah aku menunda semua jadwal untuk besok?" tanya sang sekertaris memecah lamunan Seokjin.
Melirik sekilas pada sosok yang masih berdiri tak jauh darinya. Kim Seokjin pun menyunggingkan senyum. Melempar asal pena yang sejak tadi di mainkan. Memilih menyandarkan punggung pada kursi guna mengistirahatkan otot yang kaku. "Apakah sekacau itu?" Hanya pertanyaan retoris yang bisa meluncur dari bibir pria tersebut sebagai tanggapan. Menggeleng tanda keberatan, Seokjin pun melanjutkan, "Tidak, lakukan saja seperti jadwal. Hanya cukup kurangi pekerjaan yang mengharuskanku meninggalkan Seoul untuk beberapa bulan ini. Aku yakin kau sudah tahu apa yang harus di lakukan."
"Ya, aku mengerti. Aku akan menyuruh Nona Oh untuk membuatkan chamomile tea untukmu."
Min Yoongi tidak pernah berubah, tipikal yang tidak suka berbasa-basi dan bermulut licin. Seorang tangan kanan yang cerdas dan cepat menangkap, itulah kenapa Kim Seokjin amat menyukai karyawannya satu ini. "Menurutmu apa yang ku lakukan ini sudah benar?" tanya Seokjin sekali lagi.
Mengurungkan niat untuk undur diri. Min Yoongi menaikan satu alisnya. Menyelidik raut mendung yang masih memandangnya penuh harap. "Apakah aku harus menjawabnya sebagai Sekertaris Min atau hanya seorang Min Yoongi?"
"Kenapa aku menjadi ragu dengan semua ini?"
"Namjoon sudah mendaftarkan gugatanmu siang tadi. Apa lagi yang kau ragukan sekarang? Inikan keinginan kalian, lagi pula kalian sudah sepakat mengenai hal ini sejak awal."
"Entah, aku hanya merasa kasihan pada Yoosun. Bagaimana pun perceraian bukan hal yang baik untuk anak."
"Di situasimu, kau hanya memiliki dua pilihan. Bertahan atau meninggalkan."
"Aku tahu maka dari itu aku bertanya." Sedikit menjabak surainya kesal akan jawaban temannya yang tidak membantu. Iris jelaga Seokjin kini mengamati pria pucat yang terkekeh seraya menuju kursi di depannya.
"Memang apa pentingnya pendapatku? Toh, kau sudah memiliki jawaban atas ini jauh-jauh hari. Kalau kau bingung nikahi saja dua-duanya. Kenapa di buat sulit?"
"Makhluk pendek sialan."
Tergelak dalam ledakan tawa. Umpatan Seokjin nyatanya tidak berefek apa-apa pada makhluk pucat yang kini memegangi perutnya. Menyeka sedikit air mata yang merambes di pelupuk, ia melanjutkan, "Yah, jika kalian memutuskan bercerai tentu Yoosun adalah pihak yang paling terluka. Yang paling penting adalah, kalian harus sudah mulai menerangkan mengenai situasi kedepannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
IN A BIND
FanfictionJika saja Seokjin di beri kesempatan sekali lagi, maka ia tidak akan pernah sudi datang ke acara reuni sialan itu. Tidak akan ada malam panas antara ia dan mantan kekasihnya, tidak akan ada pernikahan atau bahkan seorang anak di antara mereka. Satu...