21. [ONE BY ONE]

919 142 69
                                    

Bunyi khas hak yang beradu dengan aspal terdengar semakin nyaring seiring dengan langkah cepat dari sang pemilik tungkai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bunyi khas hak yang beradu dengan aspal terdengar semakin nyaring seiring dengan langkah cepat dari sang pemilik tungkai. Seolah ankle strap heels setinggi 12cm yang dikenakan tidak berarti apa-apa. Gaun hitam dengan ekor yang menyapu aspal terlihat amat mencolok, di samping itu belahan gaun yang cukup tinggi memerkan paha mulus si empunya sangat tidak sesuai dengan kondisi dan lingkungan saat ini. Masa bodoh! Yeon Ah tidak peduli.

Empat puluh lima menit lalu, tepat saat Yeon Ah usai menyelesaikan pemotretan salah satu designer telponnya berdering. Dengan nada kalut Bibi Jo memberitahukan bahwa Yoosun menangis dan tidak mau beranjak dari halaman sekolah. Membuat wanita itu tanpa pikir panjang berlalu pergi tanpa repot berganti terlebih dahulu.

Dari arah berlawanan Seokjin terlihat berlari dengan raut yang sama. Cukup terkejut mengetahui pria tersebut juga menampakan eksistensinya di jam sibuk. Lebih mengejutkannya lagi, mereka datang di waktu yang hampir bersamaan. Terlihat jika pria itu baru menerima kabar tadi belum lama. Jarak tempat kerja Seokjin dengan sekolah Yoosun hanya dua puluh menit perjalanan di tempuh mobil, tapi kesibukan Seokjin dan macet di jalan utama membuat pria ini datang bersamaan dengan sang istri.

Yoosun jarang sekali merengek bocah itu seolah terlatih untuk segala kemungkinan terburuk, jadi tentu dengan polahnya sekarang mampu membuat orang tuanya kalut. Tidak ada tegur sapa yang terjadi saat kedua orang dewasa tadi bertemu pandang. Mereka hanya berfokus untuk segera menemui Yoosun saat ini. Tidak ada waktu untuk berbasa-basi, saling mengabaikan presensi masing-masing karena Kim Yoosun adalah tujuan utama.

"Mama," panggil bocah itu dengan wajah yang basah dan memerah karena air mata. Segera berlari merangkul sang ibu ketika sang bibi pengasuh memberitahukan eksistensi dari kedua orang tuanya.

"Yoosun kenapa menangis? Terjadi sesuatu, nak?" Dengan nada selembut mungkin Yeon Ah berusaha menenangkan sang putra yang masih sesenggukan di dalam pelukannya.

Seokjin masih berdiri di samping Yeon Ah. Melihat Yoosun seperti ini benar-benar menyakiti hatinya. Perhatiannya teralih pada wanita paruh baya yang masih berdiri tak jauh dari mereka. Iris gelapnya menatap tajam tepat pada sosok di sana. Bertanya melalui sorot mata mengenai apa yang telah terjadi, namun hanya gelengan dengan air muka penuh penyesalan yang ditampakan.

"Mama ...." Mengalihkan perhatian untuk menatap wanita yang masih mengelusnya penuh sayang. Yoosun berusaha mengatur napas di sela-sela hendak menyuarakan kata, "Mama apakah Yoosun anak papa?"

Sontak pertanyaan tadi membuat netra kedua orang tuanya membola terkejut. Pertanyaan yang tidak disangka terlontar dari birai mungil Kim Yoosun bagaikan sambaran petir bagi kedua orang tuanya.

Tersenyum lebar Jeon Yeon Ah menjaga ekspresinya, "Tentu saja Yoosun adalah anak papa, dan Papa Seokjin adalah ayah Yoosun. Benar kan Seokjin?" tanya Yeon Ah kini menoleh pada sosok di sampingnya. Merasa semakin buruk ketika menyadari raut mengeras dari Seokjin. Berbagai skenario buruk tiba-tiba melintas begitu saja di angan, lantas wanita tersebut hanya bisa merapalkan doa berharap itu hanya menjadi prasangka belaka.

IN A BINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang