7. [SHAME]

1.1K 189 36
                                    

Tersentak, Yeon Ah yang sedari hanya termenung itu tak menyadari presensi Seokjin yang sudah berdiri di sampingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tersentak, Yeon Ah yang sedari hanya termenung itu tak menyadari presensi Seokjin yang sudah berdiri di sampingnya. Mengerjap beberapa kali saat Kim Seokjin menatapnya cemas. Menaruh pandang pada sekitar dengan liar, ketika jemari suaminya samakin mengeratkan genggaman pada lengannya.

"Kau baik-baik saja?" Menyadari ada yang tidak semestinya, Kim Seokjin mulai sedikit membungkuk guna melihat jelas keadaan Si Istri. Ia masih pada posisinya, duduk di mobil dengan netra yang kini menatap pria itu kosong. Mata cemerlang tersebut bahkan kian sayu dari yang Seokjin ingat. Bibir pria ini seketika terkatup rapat, menelan saliva dengan susah payah dengan berbagai spekulatif yang tiba-tiba bermunculan. Sialnya, semua tidak dalam artian baik atau boleh dikata spekulatif tersebut hanya kian memojokan.

"Kita sudah sampai?" Wanita Jeon ini tengah linglung rupanya, bahkan mereka sudah sampai sejak lima menit yang lalu. Seokjin lantas memilih diam, menilik kembali apa yang terjadi semalam setelah pertemuan istrinya dengan Si Dokter. Wanita ini seolah telah kehilangan dirinya sendiri. Meski beberapa kali ia coba mengukirkan senyum, tapi perbedaan itu terlalu mencolok bagi Seokjin.

"Kau tunggu di sini saja, biar aku yang menjemputnya."

"Tidak, aku ikut."

"Tunggulah di sini, kau tidak terlihat baik. Ini tidak akan lama."

Keras kepala sepertinya merupakan salah satu watak seorang Jeon Yeon Ah. Tepat di saat Seokjin hendak menutup pintu mobil, wanita itu justru menahan dan keluar dari sana. Menatap iris kelam suaminya seolah tak gentar akan raut datar seorang Kim Seokjin. Mengambil napas dalam lantas berujar, "Aku ikut, bagaimana bisa aku berdiam diri di sini dan tidak bertemu mertuaku? Paling tidak aku harus menunjukan tata kramaku kan, Kim Seokjin?"

Rupanya Jeon Yeon Ah tengah menyindir suaminya sendiri. Tak ingin menanggapi, pria tersebut memilih melangkahkan tungkainya menjauh. Entah kenapa di saat Seokjin hendak mengajukan deklarasi perdamaian situasi malah terasa semakin memburuk.

Mungkin Kim Seokjin yang memang terlalu takut atau perfectionist, hingga memilih megurungkan niatnya. Berharap waktu lain akan lebih baik untuk pembicaraan yang mungkin membawa sedikit angin segar pada hubungan mereka.

-***-

"Papa, bolehkah Yoosun memiliki adik kecil?" Satu kalimat tanya yang langsung membuat makan malam yang ditelan Yeon Ah minta kembali dikeluarkan. Sistem kerja otak dan tubuh yang tidak sinkron menyebabkan wanita ini tersedak hebat. Buru-buru ia memilih untuk mengambil air mineral yang tak jauh dari jangkuan.

Situasi macam apa ini? Kenapa harus mengajukan pertanyaan di tengah acara makan malam? Lebih sialnya lagi di kediaman keluarga Kim. Iya, orang tua Kim Seokjin.

"Tadi siang kami mengunjungi putri Nyonya Oh yang baru beberapa bulan lalu melahirkan. Yoosun sangat menyukai cucu Nyonya Oh rupanya." Wanita paruh baya yang terlihat amat anggun itu berucap setelah menyesap air putih di gelasnya. Mengembangkan senyum penuh makna pada putranya yang kini lebih memilih membuang pandang. "Mama rasa Yoosun sudah cukup besar untuk memiliki seorang Adik."

IN A BINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang