"Bang Shua! Udah kumpul semua, nih!"
Joshua nampak mengangguk dari jauh seraya memperbesar langkahnya. Di sampingnya, ada Jehan yang mengekori dengan menenteng satu plastik besar berisikan air mineral dingin yang akan dibagikan pada para lelaki dehidrasi yang kehabisan minum selepas sparing futsal.
Kenapa Joshua bisa mendadak berada di lapangan futsal padahal tadinya dia mau ke rumah Nayna dengan Jelita? Well, jawabannya yaitu dia juga agak terpaksa ke sini dadakan ketika pas baru banget naro pantat di rumah Nayna, Sanca mengabari kalau di grup futsalkuy—nama grup paguyuban futsal mereka— diajak sparing sama teman-teman kantornya Mirta. Mau nggak mau, Joshua dan Sanca ikut untuk mencegah kekurangan orang. Meninggalkan Jelita di rumah Nayna, yang sudah pasti akan baik-baik saja mengingat keduanya telah bersahabat begitu lama.
Para teman kantor Mirta itu sudah pulang duluan, berbeda dengan member futsalkuy yang suka nongkrong di pinggir lapangan dulu sembari mengobrol dan menunggu keringat mereda—waktu pulang ditunda-tunda.
"Ada apaan sih, Bang, nyuruh ngumpul gini?" tanya Melvin, lelaki berpotongan rambut mullet yang langsung menyalurkan rasa penasarannya.
"Tau. Biasanya juga ngumpul tanpa disuruh. Kalo disuruh gini malah jadi terkesan formal bener." lelaki berpipi tembam menimpali, namanya Sengko.
"Bang, jangan bikin penasaran. Gue kalo penasaran bawaannya pengen bagi-bagi duit."
Kata siapa lagi kalo bukan kata si sultan Hamid Murya. Padahal yah, Sanca juga sultan di situ—malah lebih sultan dari sepupu iparnya tersebut. Tapi cuma Hamid yang suka riya dengan harta kekayaannya.
"Yaudah kalo gitu lo mati aja terus jadi hantu penasaran. Kan enak tuh bisa bagi-bagi duit saban hari."
"Kagak gitu juga dong Didin Markudin!"
"Dino bukan Didin!!!" si paling muda yang barusan menyeletuk pada Hamid itu langsung mencebikkan bibir ngambek. Padahal nama aslinya memang Didin Markudin, tapi ia berikeras minta dipanggil Dino biar terdengar sedikit beken daripada nama rombengnya tersebut.
"Tapi idenya Dino bagus juga, lho." Waldo ikut-ikutan, biasanya dia hanya menyimak tapi kalau Hamid yang dinistakan, tidak ada alasan untuk tidak ikut campur baginya.
"Kalo Hamid mati, geng kita kan membernya jadi tinggal dua belas. Malah menguntungkan gak sih? Kalo beli baju futsal tinggal pesen yang satu lusin, nggak kaya kita selama ini yang selalu custom satu biji lagi karena total kita semua ada tiga belas." ucap Zidan, paling cebol tapi kalo sekalinya ngomong bisa jadi yang paling nyakitin.
"Bang Zidan kalo udah ngomong ngeri..." Verren, yang daritadi sibuk dengan ponselnya saja sampai tertarik perhatiannya.
"Gila pemikiran lo, Dan. Pasti pas masih SD pernah menang lomba juara satu berpikir kritis ya? Sampe nggak kepikiran gue." komentar Jehan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterglow | In Repair
Hayran KurguKenapa orang yang takut menyakiti hati orang lain malah tetap berpeluang disakiti oleh orang lain..? Juga kenapa orang yang kerap turut senang melihat kebahagiaan orang lain malah berkebalikan kerap menangisi kebahagiaannya..?