9. Infertility

303 16 0
                                    

Esok hari-nya, Haechan dan Renjun tengah bersiap untuk pergi ke rumah sakit.

Pagi-pagi sekali, Ten sudah datang ke rumah mereka. Masuk ke rumah mereka dengan sendiri-nya, dan membuat Haechan yang tengah bersantai dan sarapan pun kesal akan kedatangan Ten.

"Sayang, kalau kamu tidak mau mengambil hasil-nya, aku bisa batalkan ini." Ucap Haechan kepada Renjun yang tengah menyisir rambut-nya.

"Yak! Bagaimana bisa?! Eomma sudah datang ke sini, lagi pula kita sudah ada janji temu dengan dokter." Ucap Renjun, menolak ide gila Haechan.

Renjun tidak mau menunda ini lagi. Ia ingin masalah ini selesai. Ia ingin Ten tidak terus meminta kepada mereka seorang cucu, setelah tau kalau Renjun mengalami kemandulan.

Ia tidak ingin masalah ini merembet ke mana-mana, dan membuat hancurnya rumah tangga antara diri-nya dan Haechan.

"Kalau itu biar aku yang urus! Kau tinggal katakan saja kalau tidak mau. Aku akan mengurus Eomma-ku yang bawel nan rese." Ucap Haechan, yang terus membujuk Renjun.

"Tidak tidak! Jangan aneh-aneh Haechaniee, kau bukan anak remaja lagi yang suka mencari masalah, serta menghindari masalah." Peringat Renjun.

Haechan hanya mendengus kasar. Padahal-kan niat dia ingin membantu. Siapa tau Renjun risih akan pemeriksaan ini.

"Baiklah kalau itu mau-mu. Padahal-kan aku cuma ingin membantu-mu." Ujar Haechan, yang sudah mengerucutkan mulut-nya.

Renjun yang melihat tingkah Haechan dari cermin pun terkekeh. Ia langsung membalikkan tubuh-nya, dan menghampiri Haechan. "Terima kasih karena telah membantu-ku. Tapi sungguh, aku tidak apa-apa. Kita hadapi hasil test ini bersama. Aku akan menerima kamu apa ada-nya, apapun hasil test yang akan keluar nanti." Ucap Renjun, seraya mengelus rahang pria yang lebih tinggi dari-nya.

Haechan yang tadi-nya mengercutkan mulut-nya, karena kesal pun menjadi tersenyum karena ucapan Renjun.

"Aku juga tidak perduli apapun hasil-nya. Mau kita punya anak atau tidak? Yang terpenting kamu selalu ada di sisi-ku, itu sudah lebih dari cukup, daripada seorang anak." Balas Haechan, yang saat ini tengah mengelus rambut Renjun.

Ucapan yang di keluarkan Haechan itu benar ada-nya. Ia benar-bemar tidak perduli masalah anak.

Mau Renjun hamil atau tidak pun, Haechan tidak pernah mempermasalahkan itu. Bagi-nya, itu semua keputusan Renjun. Renjun yang mengandung, Renjun juga yang melahirkan. Jadi, ia tidak mau membebani Renjun hanya karena anak yang memang Renjun tidak siap, atau tidak ingin, atau malah Tuhan belum kasih.

Begitu juga dengan Renjun. Ia juga tidak perduli Haechan yang mengalami kemandulan. Bagi dia, kehadiran dan keberadaan Haechan yang selalu ada di sisi-nya di saat dia susah dan senang, itu sudah jauh lebih baik daripada memiliki seorang anak, yang memang Tuhan belum mempercayakan diri-nya untuk mengandung seorang anak.

"Haechan, Renjun! Kalian tidak membuat anak di dalam kan?!" Teriak Ten, sukses membuyarkan suasana romantis nan harmonis mereka.

Haechan mendecak kesal kepada Eomma-nya. Padahal sedikit lagi ia bisa merasakan bibir manis milik Renjun. Namun karena keberisikkan, serta kebawelan Eomma-nya, membuat diri-nya gagal.

"Iya Eomma! Bawel ish!" Teriak Haechan kesal, kepada Ten.

Berbeda dengan Renjun yang langsung tertawa, ketika melihat wajah kesal Haechan, yang gagal dalam mencium diri-nya.

"Cha, lebih baik kita keluar. Eomma-mu sudah menunggu." Titah Renjun, yang langsung menggenggam tangan Haechan, dan membawa Haechan keluar.

"Kalian ngapain aja sih?" Tanya Ten kesal.

"Ish, orang tua ini mau tau saja!" Balas Haechan yang tak kalah kesal-nya.

Renjun yang mendengar itu pun langsung mencubit Haechan. "Tidak sopan Chan." Peringat Renjun.

"Tuh, dengar sendiri bukan? Renjun saja tau! Masa kau tidak tau mana yang sopan mana tidak!" Balas Ten.

"Eomma berisik sekali. Lebih baik kita jalan sekarang." Final Haechan yang sudah sangat malas mendengar ocehan yang keluar dari mulut Ten.

Sebelum Ten protes, Haechan sudah lebih dulu jalan, dengan menggandeng tangan Renjun. Meninggalkan Ten sendirian.

Ten yang melihat itu pun hanya bisa sabar menghadapi kelakuan Haechan, dan mengikuti Haechan dari belakang.

Sampai di depan rumah mereka, Haechan langsung memasukkan Renjun ke dalam kursi penumpang samping kursi kemudi, di susul diri-nya yang juga masuk ke dalam kursi kemudi. Serta Ten yang masuk di kursi penumpang bagian belakang.

Setelah memastikan semua sudah memasang seatbelt, Haechan langsung menjalankan mobil-nya meninggalkan perkarangan rumah-nya, menuju rumah sakit tempat mereka test kemarin.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, tidak ada percakapan yang terjadi di dalam mobil. Mereka bertiga benar-benar sibuk dengan dunia mereka sendiri.

Ten yang sibuk dengan ponsel-nya, Renjun yang sibuk menatap jendela mobil, serta Haechan yang sibuk menyetir mobil.

Sampai akhirnya mereka tiba di depan gedung rumah sakit yang sangat besar.

Mereka bertiga pun langsung turun dari mobil, setelah Haechan memarkirkan mobil mereka, dan langsung masuk ke dalam rumah sakit.

Melangkahkan kaki-nya di sepanjang koridor, menuju ruangan dokter Kim.

Sampai di depan ruangan dokter Kim, mereka bertiga langsung masuk ke dalam, setelah di persilahkan masuk oleh dokter Kim.

"Jadi, bagaimana dok mengenai hasil-nya?" Tanya Ten, yang sudah lebih dulu membuka suara-nya, begitu mereka duduk di hadapan dokter Kim.

Bukan-nya menjawab, Dokter malah memberikan hasil-nya kepada Haechan dan Renjun.

Ten yang melihat itu pun langsung mengambil hasil-nya dari Haechan dan Renjun. Ten langsung melihat hasil-nya.

Haechan terkekeh begitu melihat raut wajah Ten, yang telihat seprrti tidak paham mengenai hasil-nya.

"Dokter. Dokter mengerjai kami bertiga ya? Kami bertiga tidak ada yang lulus atau belajar di kedokteran. Jadi, kami tidak tau akan hasil-nya." Ucap Haechan.

"Mengenai hasil-nya, memang ada kendala yang membuat kalian belum hamil sampai saat ini." Ucap sang Dokter, yang membuat raut wajah Haechan berubah. Dari yang tadinya tersenyum, menjadi datar dan serius mendengar penjelasan dokter.

"Apa kendala-nya? Dan ada di siapa kendala itu?" Tanya Ten.

"Nyonya Lee." Ucap sang Dokter, yang suksed membuat Haechan lemas mendengar-nya. Berbeda dengan Renjun yang bisa bernafas lega karena mendengarnya.

Ia kira sang dokter tidak mau menuruti pemintaan-nya kemarin, dan mengelabui-nya kemarin, dengan mengatakan baiklah agar Renjun tenang. Tapi ternyata Renjun salah! Sang dokter benar-benar memegang omongan-nya.

"Apa kendala-nya dokter?" Tanya Ten penasaran.

"Nyonya Lee mengalami kemandulan pada rahim-nya." Ucap sang dokter, yang sukses membuat Haechan tambah lemas mendengar-nya.

AFTER WEDDING_HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang