Lfb 24

16 1 0
                                    

Elsa terbangun dari tidurnya di tengah malam, dia mencoba untuk kembali terlelap namun tidak bisa. Dia merasa tidak bergairah untuk kembali tidur, tapi ini masih tengah malam.

Elsa melempar pandnagannya pada Evan yang masih tertidur pulas di sebelahnya. Dia memiringkan tubuhnya, menatap wajah sempurna Evan.

Elsa meraih tangan Evan lalu meletakannya di perutnya. Entah mengapa dia selalu merasa sangat nyaman saat Evan memegangi perutnya.

Tanpa dia sadari setitik air mata lepas dari sudut mata kanannya. "keputusan apa yang harus ku ambil? aku bingung, Kak." Isakan kecil mulai keluar dari bibirnya.

Tiba-tiba Elsa merasa mual pada perutnya. Lantas dia segera berlari ke toilet.

Evan mendengar suara air yang mengalir deras dari kamar mandi, membuatnya ikut terbangun.

Saat Evan membuka mata, dia sudah tidak mendapati Elsa di sampingnya lagi. Evan segera berlari menyusul Elsa ke kamar mandi di kamar sang adik.

"Elsa? apa kau baik-baik saja?" Evan menyingkirkan rambut panjang Elsa yang menutupi sisi sebelah wajahnya.

Elsa hanya mengangguk kecil. Dia terus berkumur-kumur menggunakan air keran yang mengalir.

"Apa perutmu terasa mual lagi?" rasa khawatir Evan memuncak.

"Aku baik-baik saja, Kak." ucap Elsa.

"Kau sebenarnya sakit apa? Kenapa terus mual-mual seperti ini?"

Elsa menggelengkan kepalanya, enggan memberitau apa yang sebenarnya terjadi.

Evan menghadapkan tubuh Elsa padanya, mengangkat kepala sang adik yang tertunduk.

"Elsa, wajahmu sangat pucat." Evan mulai sibuk memeriksa seluruh keadaan tubuh Elsa.

Elsa menyingkirkan tangan Evan yang teru sibuk memeriksa tubuhnya lalu seketika dia memeluk Evan dengan sangat erat. "Kakak hikksss ...." tangis Elsa pecah dalam pelukan Evan.

"Kau kenapa?" Evan mulai panik.

"Aku takut, Kak." isak Elsa.

"Takut kenapa? Apa ada yang menyakitimu?" Evan melepaskan pelukan Elsa, menatap bingung pada sang adik.

Elsa menggelengkan kepalanya, dia ingin sekali memberitau bahwa dirinya sedang hamil sekarang, namun dia tidak bisa melakukan itu.

Elsa memeluk perutnya yang terasa seperti melilit.

"Elsa?" panggil Evan, wajah pria itu masih sama paniknya.

"Maafkan aku, Kak. Maafkan aku."

"Kau kenapa? Bicaralah yang jelas. Aku tidak mengerti apa yang terjadi denganmu sekarang."

Elsa hanya menggelengkan kepalanya lalu kembali memeluk Evan.

***

Berhari-hari menahan rasa mual, berkonsultasi dengan dokter untuk mendapat petunjuk tentang keputusan janin ini.

Sejauh ini belum ada yang mengetahui kehamilannya selain dirinya dan sang dokter. Setiap kali dia menjenguk Ozra, dia pasti selalu menyempatkan untuk memeriksa kandungannya.

Tidak ada pilihan yang tepat untuk dirinya, hanya ada dua pilihan yang sangat menyakitkan, mempertahankan anak dari hubungan terlarangnya atau membunuh darah dagingnya sendiri.

***

Sore ini Ozra sudah diperbolehkan untuk pulang, keadaan tubuhnya yang menunjukan kemajuan membuat dirinya tidak perlu berada lebih lama di rumah sakit lagi.

Elsa dan Arka sedang menemani Ozra di dalam ruangan. Sedangkan Om Tio dan mama Ozra sedang menyiapkan keperluan Ozra untuk dibawa pulang.

Ozra melangkah dengan perlahan, dirinya didampingi oleh Om Tio dan Arka menuju mobil yang berada di parkiran.

Love for BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang