Lfb 05

63 5 1
                                    

Elsa berkali-kali menegaskan pada hatinya bahwa Evan adalah kakaknya! Tidak boleh ada deguban jantung yang bedetak begitu cepat saat bersama Evan! Tidak boleh menatap mata Evan lebih dari tiga detik! Tidak boleh terlihat lemah dan lugu di hadapan Evan! Evan adalah kakak kandungku. Evan adalah kakak kandungku. Evan adalah kakak kandungku!

Kemantapan hati serta keyakinan Elsa seketika luluh ketika melihat Evan.

Elsa sedang mengintip Evan dari sela-sela pintu penghubung kamar mereka, tampaknya Evan hendak mengganti bajunya. Namun, dia sedikit kesulitan karena masih ada beberapa luka yang belum sembuh sempurna pada tubuhnya.

Melihat Evan sedang kesulitan, Elsa dengan sigap tanpa pikir panjang langsung masuk begitu saja ke dalam kamar Evan dan melangkah mendekati kakaknya.

Entah apa yang mendorongnya nekat untuk melakukan itu. Namun, sekarang hati dan pikirannya tidak sejalan.

"Biar aku membantumu." Elsa dengan perlahan membuka baju kemeja berwarna putih yang masih melekat pada tubuh Evan.

Evan sontak kaget dengan kemunculan Elsa yang tiba-tiba. Namun, dia tetap membiarkan Elsa mengambil ahli untuk mengganti bajunya.

Tubuh sexy atletis Evan, dada yang bidang, perut six pack, lengan yang kekar. Elsa memejamkan matanya kuat-kuat lalu menggelengkan kepalanya beberapa kali. Tubuh Evan begitu sempurna, bagaimana ada wanita yang tahan melihat tubuh se-sempurna ini?

Dengan segera Elsa langsung memasangkan baju kemeja yang baru, lalu dia menutupi tubuh sempurna itu sebelum pikirannya melayang jauh.

Ini bukan kali pertama dia melihat tubuh Evan seperti ini, namun kali ini terasa berbeda. Jantung yang sudah ditegaskannya agar tidak berdegub begitu kencang saat bersama Evan kini tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Elsa bahkan bisa merasakan detak jantungnya yang seperti orang yang baru selesai lari marathon saja.

"Elsa ada apa denganmu?" Elsa dikejutkan dengan suara Evan yang menanyakan keadaannya. Kali ini dia benar-benar bersikap sangat aneh pada Evan.

"Aaa ... Ti-tidak—"

"Wajahmu memerah." potong Evan.

Elsa bersikap sangat salah tingkah sekarang, dia tersipu malu. Bagaiman mungkin wajahnya seketika merona di hadapan Evan.

"Uummm ...." Elsa tertunduk sembari memainkan kedua jari telunjuknya. Dia benar-benar bingung hendak mengatakan apa sekarang.

Seketika Evan tertawa geli. Sikap adiknya membuatnya tidak bisa menahan hasratnya untuk tertawa.

Evan mengangkat dagu Elsa ke atas, sampai menemukan pandangan mereka. "kau kenapa?" tanya Evan.

"Aku juga tidak tau. Aku bingung dengan perasaanku sekarang." Elsa memilih pasrah, dia sudah menduga bahwa dia tidak akan menang untuk menolak apa kata hatinya.

"Bingung kenapa?" kini malah Evan yang bingung dengan tingkah laku adiknya.

"Sekarang aku sering merasa sedikit gugup saat berada dekat denganmu, Kak." Elsa kembali tertunduk lesu. Dia kini mengutuki dirinya. Mengapa mulutnya dengan semudah itu mengatakan hal terbodoh dalam hidupnya?

Evan tersenyum kecil saat mendengar ucapan Elsa. Apa mungkin Elsa juga sudah merasakan perasaan yang sama dengan Evan?

Evan mengelus lembut pipi adiknya, mencoba membuat Elsa berada senyaman mungkin bersamanya.

"Hei. Apa sekarang kau malu denganku?"

Elsa melihat lekat wajah kakaknya yang kini sedang menatapnya. Wajah tampan yang teduh ini membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan tatapan mata Evan yang tulus, Huh! rasanya dia ingin pingsan saja sekarang.

Love for BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang