Tiga

1.3K 193 9
                                    

Pada weekend kali ini, Akeno dengan baik hatinya menggagalkan rencana (Name) untuk seharian menonton film bersama Wakasa.

"Kamu tidak ada kerjaan kan? Sana pergi keluar dengan Wakasa dan belikan aku kopi. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan."

Ucap Akeno dengan wajah tidak berdosa.

(Name) sudah siap untuk menolak, namun Wakasa sudah lebih dulu mengiyakan permintaan pria itu.

"Kamu masih marah denganku, princess?" Tanya Wakasa sembari melepas helm di kepala (Name).

"Tidak marah, hanya kesal." Jawab (Name).

Wakasa terkekeh, "Itu sama saja kan?" Ucapnya.

(Name) mendengus.

"Kamu mau es krim? Berjanjilah untuk tidak marah lagi denganku dan aku akan mentraktirmu sepuasnya." Ucap Wakasa.

(Name) mengernyit kesal. "Kamu pikir maafku itu hanya seharga es krim ya?" Tanya (Name).

"Mau atau tidak?" Tanya Wakasa dengan seringai jahil di bibirnya.

"Hmph! Aku akan menghabiskan uangmu dan membeli es krim dalam porsi besar!" Ucap (Name) sembari mendengus kesal.

Wakasa menarik pipi (Name) gemas membuat (Name) memekik dan memukuli punggung tangan Wakasa agar pria itu melepaskan cubitannya.

"Baik, sekarang pesan dulu kopi untuk Akeno-san, okay?" Ucap Wakasa. "Setelah mengantarkan kopi itu padanya, kita akan segera meluncur ke kedai es krim kesukaanmu."

"Baik." (Name) menurut.

"Kamu pesan dulu saja, aku mampir sebentar ke minimarket untuk membeli permen." Ucap Wakasa.

Di dekat kedai kopi itu memang ada sebuah minimarket.

(Name) menahan Wakasa dengan memcengkram erat kaus hitam polos pria itu.

"Kamu rasanya sudah terlalu banyak menghabiskan permen dalam sekali. Nanti kamu bisa terkena penyakit gula." Ucap (Name).

Wakasa menyeringai, sebuah ide muncul di kepalanya.

"Hm, sebenarnya ada satu cara agar aku mengurangi memakan permen. Tapi aku butuh bantuanmu." Ucap Wakasa dengan raut serius.

"Bagaimana?" Tanya (Name).

"Ganti dengan bibirmu." Wakasa menyeringai.

Pria itu segera berlari menjauh saat melihat (Name) siap dengan ancang ancangnya untuk memukul menggunakan tas selempangnya.

(Name) mendengus, "Lama lama aku bisa mati."

Gumam (Name) sembari menekan dadanya, berusaha meredakan detak jantungnya yang menggila. Setelah merasa tenang, (Name) memasuki kedai kopi itu.

"Aku mau satu americano dingin." Ucap (Name) menyebutkan pesanan Akeno pada barista di depannya.

"Baik. Mohon di tunggu, nona." Ucap Barista itu sembari tersenyum ramah.

(Name) mengangguk dan berjalan menuju salah satu bangku di dekat jendela yang menghadap ke arah jalanan besar.

"(Name)-san?"

Suara itu membuat (Name) menoleh. Seorang pria dengan surai hitam yang dibiarkan acak acakan tengah tersenyum ke arahnya.

(Name) memincingkan matanya, rasanya ia pernah melihat sosok itu. Namun dimana ya?

"Aku Masao! Kamu mengingatku kan?" Ucap Masao.

"Ohhh, ya. Ingat." Jawab (Name).

Tanpa basa basi Masao mengambil duduk di hadapan (Name). Penampilan pria itu berbeda jauh. Di sekolah ia selalu berpakaian luar biasa rapi dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Wakasa's Mine (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang