Tujuh

1K 179 22
                                    

Wakasa duduk di bangku yang ada di depan bengkel Shin. Tatapannya tertuju pada layar ponselnya yang menampilkan pesan singkatnya dengan (Name).

Mengapa (Name) bisa meragukannya seperti itu? Apa selama ini sikapnya masih kurang di mata (Name)? Semua cintanya?

Mengapa (Name) langsung percaya begitu saja pada orang yang jelas jelas berniat menghancurkan hubungan mereka?

Wakasa terperangah saat seseorang duduk di sampingnya. Ia menoleh dan menemukan Shin yang tengah menyalakan sebatang rokok.

"Jadi, ada masalah dengan (Name)?" Shin buka suara.

Wakasa mengernyit, "Mengapa kamu bisa tau?"

"Yang pertama, wajahmu jelek. Sebenarnya sebelumnya juga sudah jelek, namun hari ini jauh lebih jelek." Ucap Shin.

"Sialan." Umpat Wakasa sembari mendengus kesal.

"Lalu yang kedua, aku baru kali ini melihatmu ragu hanya untuk mengirim pesan pada (Name). Jadi ada apa?"

"Sepertinya (Name) marah padaku." Lanjut Wakasa setelahnya. Pria itu tersenyum miris.

Ia bahkan tidak berani mengirim pesan pada (Name), ia takut menerima penolakan seperti dulu lagi.

Wakasa menceritakan semuanya pada Shin, mulai dari Anna dan masalah berturut turut yang gadis itu berikan dalam hubungannya dengan (Name).

"Yah, aku tidak bisa berkata kamu salah sih. Mungkin memang kamu harus membicarakan ini dengan (Name)." Ucap Shin.

"Teman (Name) bilang bahwa aku harus memberikan (Name) waktu untuk menenangkan dirinya." Jawab Wakasa.

"Kalau begitu bicara saja dengannya besok. Lagipula aku bisa tau kalau (Name) itu benar benar mencintaimu. Ini hanya salah paham kecil kan?" Ucap Shin sembari tersenyum tipis.

Pria itu menghembuskan asap rokoknya sembari mendongak menatap langit malam ini.

Wakasa pada akhirnya tersenyum tipis. Ya, dia akan bicara dengan (Name) besok.
.........

Makan malam kali ini juga berlangsung hening. Tadi Akeno sempat menanyakan mengapa Wakasa tidak ada dan hanya (Name) balas gelengan kepala.

Selesai mencuci piring dan membersihkan meja makannya, (Name) berniat langsung menuju kamarnya.

Namun ia mengurungkan niatnya melihat celah kecil di pintu Akeno. Ruangan kakaknya itu tidak tertutup rapat sehingga (Name) bisa mendengar ucapan Akeno di dalam.

"Berhenti mengganggu (Name) dan Wakasa! Ini ultimatum terakhirku. Masalah ini adalah masalah kamu dan aku."

"Jangan libatkan adikku."

(Name) mengernyit mendengarnya. Masalah? Masalah apa yang Akeno maksud?

Dapat (Name) dengar langkah kaki Akeno yang mendekat menuju pintu. Hal itu membuat (Name) buru buru mengendap endap menuju kamarnya.

"Apa yang kamu sembunyikan sebenarnya, aniki?" Gumam (Name) lirih.
.......

Masao duduk diam di atas kursinya sembari menatap Anna yang masih setia dengan senyum puas.

"Akeno-san baru saja menghubungiku." Ucap Anna sembari bersenandung riang. "Padahal beberapa tahun ini dia memblokir kontakku."

"Ini kemajuan kan?"

"Untuk apa ini semua sebenarnya, nee-san?" Masao menghela nafas lelah.

Sejak dulu, ia selalu mendengar cerita yang buruk tentang (Name). Hal itu membuatnya menyanggupi permintaan Anna untuk menolongnya.

Wakasa's Mine (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang