"(Name)-san." Gumam Masao lirih.
(Name) mengalihkan pandangannya dan kembali menatap Masao. "Kamu harus tetap bertahan hidup!"
Masao terperangah.
"Kamu lemah sekali!"
Suara gelak tawa dan nada yang sarat akan ejekan, di tambah tatapan meremehkan itu membuat bocah laki laki itu menunduk sembari menahan tangisnya.
"Hei! Hei, lihat! Dia mau menangis!"
"Dia pecundang!"
"Cepat belikan kami roti melon!"
TAK!!
Sebuah kaleng cola melayang dan mengenai orang yang memimpin teman teman lainnya untuk membully bocah laki laki itu.
"Anna nee-chan?" Ia menatap gadis yang hanya selisih tiga tahun lebih tua darinya.
Kaleng cola yang Anna lempar mengenai kepala perundung Masao dan membuat sekujur tubuh laki laki itu kotor oleh cola.
"Memalak bocah sd? Dasar pecundang!" Teriak Anna lantang. Setelahnya ia menarik tangan Masao.
"Ayo kabur!" Anna tersenyum kecil.
Keduanya berlari kencang meninggalkan para pembully Masao di belakang.
"Nee-san akan selalu melindungimu!" Anna tertawa lepas.
-Masao hanya bisa duduk bersimpuh sembari menundukan kepalanya dalam dalam. Di hadapannya berdiri seorang wanita dewasa dengan tongkat rotan di tangannya.
"Sialan, mengapa wajahmu harus mirip dengan si bajingan itu?"
Masao terisak, "Maafkan aku, ibu."
"Siapa yang kamu panggil ibu, huh!?"
Wanita dewasa itu mengangkat tongkat rotan di tangannya, bersiap memukul Masao. Masao terperangah saat seseorang memeluk tubuhnya erat, menjadikan tubuhnya tameng.
"Masao tidak salah! Mengapa dia harus menanggung kesalahan ayah!?" Tangis Anna.
"Berisik dasar anak bodoh! Minggir!"
"Tidak mau! Aku akan melindungi Masao, sampai kapan pun!" Teriak Anna.
Masao menangis semakin keras saat Anna harus menerima pukulan berkali kali dari ibu mereka.
"Sialan!"
Ibunya pergi begitu saja.
"Onee-chan." Tangis Masao.
"Semuanya baik baik saja." Anna tersenyum. "Seburuk apa pun takdir memperlakukan kamu, kamu harus tetap bertahan hidup!"
Anna mengusap airmata di pipi Masao.
Masao menatap (Name) yang juga menatapnya. Gadis itu mengingat Masao dengan sosok Anna yang dulu.
"Aku tidak akan membiarkanmu mati konyol, Masao-kun!" Ucap (Name).
Wajah Masao bersemu merah, ia menatap berbinar ke arah (Name). Setetes airmata mengalir di pipinya.
"Maafkan aku, (Name)-san." Tangis Masao.
(Name) bangkit dari posisinya. Ia mengulurkan tangannya pada Masao.
"Semuanya akan baik baik saja." (Name) tersenyum tipis.
Belum sempat Masao menyambut uluran tangan (Name), seseorang menarik tubuh gadis itu menjauh.
(Name) terperangah saat Wakasa yang baru saja mendekatinya membawanya ke dalam pelukannya.