Tiga Belas

1.3K 208 20
                                    

"Tidak mau." Jawaban itu meluncur begitu saja dari mulut Wakasa bahkan tanpa perlu pria itu berpikir dua kali.

"Apa lagi kali ini (Name)?" Tanya Wakasa.

(Name) menunduk. "Aku takut menyakiti kamu. Selama ini aku hanya terus menerus memperlihatkan sisi burukku padamu."

"Aku egois, aku tidak pernah berusaha memahami, aku kasar, dan aku tidak punya kontrol diri, aku-"

Wakasa membekap mulut (Name).

"Kenapa? Kenapa kamu selalu memandang rendah dirimu?" Tanya Wakasa.

Mata (Name) berkaca kaca, gadis itu menahan mati matian agar airmatanya tidak menetes keluar. Karena jika iya, ia yakin tidak akan bisa berhenti menangis.

"Itu kenyataannya, Wakasa. Aku tidak baik untuk kamu. Aku hanya akan semakin menyakiti kamu kalau kita terus bersama. Mengapa kamu harus bertahan dengan orang sepertiku?"

"Karena kamu yang aku cinta." Balas Wakasa. "Sudah cukup oke? Jangan berkata seperti itu lagi."

"Itu hanya akan menyakiti kita berdua."

"Tapi-"

Wakasa tidak memberi (Name) kesempatan bicara lagi dan memilih langsung melumat bibir gadis itu untuk menghentikan apa pun yang akan (Name) ucapkan.

Setelah beberapa saat pria itu melepas pangutannya pada bibir (Name).

Wakasa menempelkan dahinya pada dahi (Name).

"Masih ingin putus denganku?" Bisik Wakasa.

(Name) menunduk. Nafasnya memburu dan wajahnya memerah, ia merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya saat ini. Di tambah jantingnya siap untuk meledak.

"Kamu brengsek, Wakasa." Lirih (Name). "Mengapa kamu malah membuatku semakin gila padamu? Kalau begini, tidak mungkin aku bisa mengatakan putus lagi."

Wakasa tersenyum kecil, "Memang itu tujuanku, princess."

"Sampai kapanpun, aku tidak akan melepaskanmu." Lanjut Wakasa.

(Name) menarik kaus Wakasa dan memeluk erat tubuh pria itu. Ia menyembunyikan wajahnya di dada Wakasa.

"Itu tadi memalukan." Lirih (Name).

"Bagiku itu menyenangkan. Kurasa kita harus sering sering melakukannya." Wakasa menyeringai licik.

Pria itu mengaduh saat (Name) mencubit perutnya.

Keduanya tetap dalam posisi itu untuk beberapa saat. Tangan Wakasa sendiri mengusap lembut surai (Name).

"Wakasa." Panggil (Name).

"Hm?"

"Aku masih tidak mau bertemu dengan aniki." Lirih (Name). "Aku rasa kami sama sama butuh waktu untuk merenung."

"Tidak apa. Tapi jangan terlalu lama, okay? Akeno-san mengkhawatirkanmu." Balas Wakasa.

"Bagaimana luka lukanya?" Tanya (Name).

"Sudah Narumi obati." Jawab Wakasa.

"Aku merasa bersalah pada Narumi." Ucap (Name). "Dia pasti dalam posisi sulit, hatinya juga pasti sakit. Aku ingin minta maaf padanya nanti."

"Itu bagus, tapi jangan menyalahkan dirimu sendiri." Wakasa mengecup puncak kepala (Name).

"Wakasa, aku mengantuk."

"Kamu mau tidur?" Tanya Wakasa.

Dapat ia rasakan (Name) mengangguk.

Wakasa mengangkat tubuh (Name) dan membaringkan gadis itu ke ranjangnya.

Wakasa's Mine (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang