(Name) bertopang dagu sembari menatap keluar jendela. Sejujurnya ia masih memikirkan Akeno.
"Narumi." Panggil (Name) ke arah Narumi.
Narumi menoleh.
"Bagaimana kamu dan aniki?" Tanya (Name).
"Baik baik saja. Ada apa?" Tanya Narumi bingung.
(Name) menggeleng. Kalau bukan karena bertengkar dengan Narumi, apa yang membuat Akeno terlihat sangat lesu seperti itu?
"Aku merasa seperti ada hal buruk yang sedang mengintai kita." Gumam (Name).
"Masalah tentang Anna?" Tanya Narumi. Gadis itu memang tau banyak karena (Name) menceritakan semuanya pada Narumi.
"Benar." Jawab (Name). Ia memijit pelipisnya pusing. "Mengapa dia muncul lagi sih."
"Tenang saja, (Name). Aku akan selalu berada di garda paling depan untuk membelamu dan Akeno-san. Bahkan walau lawannya nenek lampir seperti Anna, aku tidak akan takut!" Ucap Narumi menggebu gebu.
(Name) tersenyum tipis. Ia beruntung mempunyai Narumi.
"Bodoh, aku lebih kuat darimu." Ejek (Name).
"Jangan meremehkanku!" Ucap Narumi dongkol.
(Name) tertawa pelan. "Terima kasih sudah menghiburku."
Narumi menyengir, "Tentu saja! Itu gunanya Narumi di sisimu."
........Wakasa duduk di atas motornya. Ia merongoh sakunya, mengambil satu batang permen dan membukanya. Setelahnya ia mengulumnya dengan asyik.
Seharusnya sebentar lagi (Name) pulang.
"Wakasa."
Suara itu membuat Wakasa menoleh. Ia terbelalak melihat sosok Anna yang kini sudah mendekat ke arahnya.
"Kamu di sini juga? Astaga, apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Anna.
"Bukan urusanmu." Jawab Wakasa dingin.
Dapat Wakasa lihat beberapa murid sekolah yang sudah keluar. Artinya (Name) sudah pulang.
"Bisa kamu menyingkir? Aku tidak mau kekasihku salah paham." Ucap Wakasa.
Anna menyeringai dan malah semakin mendekat. Tangan gadis itu bertumpu pada paha Wakasa.
"Bagaimana kalau aku tidak mau?" Tanya Anna.
Beruntung sekali Anna seorang perempuan. Seandainya saja dia pria, sudah pasti Wakasa menghajarnya sampai tidak sadarkan diri.
"Jauhkan tanganmu dari tubuhku." Ucap Wakasa. "Jijik." Ucapnya menusuk.
"Hee? Apa (Name) sudah pernah menyentuhmu?" Tanya Anna.
"Bukan urusanmu." Jawab Wakasa sudah luar biasa geram.
Anna baru mau kembali buka suara saat sebuah tangan mencengkram kuat bahunya.
"Kamu tau? Aku selalu menyimpan pisau lipat di ranselku. Sebenarnya hanya untuk jaga jaga, namun kalau aku sedang tidak waras, bukan tidak mungkin aku memakainya untuk merobek tenggorokanmu."
Suara bisikan itu entah mengapa membuat Anna diam diam ketakutan.
"(Name)." Ucap Wakasa.
(Name) tidak membalas sapaan kekasihnya. Dengan kasar ia menyeret tubuh Anna untuk menjauh dari Wakasa. Di samping (Name) berdiri Narumi yang juga menatap tidak suka Anna.
"Ah ada adik kecil Yuki." Anna menyeringai. "Dan teman murahannya yang sudah jatuh cinta pada pria yang sudah bekerja."
Anna melirik sinis Narumi.