BAB 11

3K 446 12
                                    

Kalau saja aku bertemu Peter dan Lukas semasa kami SMP dulu, aku pastikan aku tidak percaya kalau mereka bersaudara. Lukas yang dulu ... Hm, aku benar-benar tak ingin menggambarkannya. Yang jelas, Lukas yang dulu seratus delapan puluh derajat berbeda dari Lukas yang sekarang. Kalau sekarang, tentu aku percaya kalau mereka bersaudara. Peter dan Lukas benar-benar mirip, meskipun selisih usia mereka kuduga cukup jauh. Dengan rambut sedikit ikal, bentuk wajah sama, dan tinggi badan yang sama, mereka benar-benar mirip. Hanya saja, Lukas kelihatan lebih ramah dibanding Peter yang terlihat dingin. Atau hanya karena aku orang yang baru dikenalnya?

"Kamu benar-benar seorang dokter kandungan?" tanya Peter.

Aku mengangguk, "Maaf, saya belum sempat mengajukan berkas-berkas saya. Banyak hal terjadi dan membuat hal itu tertunda."

Peter sedikit mengernyit dan menatapku. Dia pasti menganggapku tak profesional, teledor, atau sejenisnya. Tatapan matanya itu kemudian jatuh ke buku-buku tanganku.

"Dokter seharusnya tidak mengalami itu." Dia menunjuk jemariku. Biar kupertegas, jemariku yang alergi deterjen dan kelihatan sangat buruk.

"Ya. Saya kurang berhati-hati."

"Kamu sudah mempertimbangkannya, Pit?" tanya Lukas seolah ingin mengakhiri pembahasan mengenai tanganku.

Peter menatap Lukas dan menghela napas.

Oh, tidak. Itu bukan pertanda bagus kan?

"Jujur saja, aku belum membutuhkan dokter kandungan saat ini. Klinikku masih kecil dan kurasa belum mampu membayar dokter spesialis. Hanya saja, aku punya penawaran kecil lainnya."

Aku menegakkan badan dan mencondongkan badan ke arah Peter yang duduk di seberangku.

"Ini pekerjaan administrasi di klinik. Administrasi, resepsionis, asisten dokter, yah hampir semua. Intinya, bukan menjadi dokter."

Lukas mengeluarkan desahan malas, sementara aku nyaris berteriak senang.

"Nggak masalah! Sungguh! Itu cukup buatku!"

Kepala Lukas seketika menoleh dan menatapku heran. Dengan bersemangat, aku mengangguk.

"Nggak masalah? Sungguh? Apa kamu tidak mera—"

"Oh, nggak! Tentu saja nggak! Aku nggak merasa tersinggung atau apapun. Itu benar-benar cukup," potongku pada perkataan Peter.

Kedua bersaudara itu sempat saling menatap dan berpaling padaku.

"Mungkin kalian sudah sedikit paham, aku mengalami masa sulit sekarang. Aku nggak perlu berbohong soal itu. Pekerjaan ini penting buatku. Sejujurnya, aku nyaris berpikir menjadi buruh mencuci kalau tak lekas dapat pekerjaan. Untuk itu, aku sungguh berterima kasih."

"Kamu yakin?" tanya Lukas yang kembali kujawab dengan anggukan yakin.

Peter menepuk pundak Lukas dan mengangguk kecil. Mungkin dia ingin membantuku meyakinkan Lukas bahwa aku benar-benar tidak mempermasalahkan pekerjaan yang ditawarkan padaku itu.

"Ya, baiklah kalau begitu. Kamu bisa bekerja mulai besok. Dan," Peter menunjuk tanganku. "Tolong lekas sembuh. Bagaimanapun, kamu seorang yang akan bekerja di dunia medis. Luka yang demikian seharusnya tidak boleh ada."

Aku meringis dan mengangguk.

"Well, gaji dan sebagainya akan kita bicarakan besok ketika kamu di klinik. Is it okay?"

PEMILIK HATI 2 : DEWANTO & DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang