BAB 26

7K 485 57
                                    

"Are you happy?" tanyaku pada Dewa ketika akhirnya kami kembali ke rumah.

Dewa yang sedang berganti pakaian mengangguk sambil tertawa.

"Aku harap Diana dan Yonki nggak membuat kamu menyesali acara ini, atau acara lainnya."

Aku tertawa, "Nggak akan. Mereka hiburan tersendiri. Aku bahkan memaklumi ketika kamu bilang kalau mereka bertengkar semudah bernapas. Well, itu beralasan."

Setelah Dewa selesai berganti pakaian, dia membantuku melepas gaun yang kukenakan tadi. Dia cukup telaten untuk melakukannya. Nggak salah kalau dia bilang suka melakukan kegiatan bongkar pasang kan?

"Tadi ngobrol apa aja dengan Kenanga?" tanyanya.

"Hm, seputar kehamilan, dan beberapa hal lainnya."

"Lainnya," ulangnya sambil mencium tengkukku yang terbuka sekilas. "Apa itu?"

Perlahan aku berbalik dan menatap Dewa. Aku sudah yakin dengan keputusanku, keputusan yang sebenarnya sudah lama menggentayangiku.

"Aku rasa sebaiknya kita tinggal di Jakarta kan?"

Dewa menatapku dengan kedua alis terangkat dan dia tertawa, "Itu pertanyaan? Hm, aku sudah menyerahkan semua keputusan ke kamu."

Sialan. Aku memijat pelan pelipisku dan ikut tertawa.

"Seharusnya itu bukan kalimat tanya, Wa. Sorry. Aku memang sudah membuat keputusan itu, hanya saja aku ingin mendengar pendapatmu," kataku.

Dewa menggumam dan menciumku pelan.

"Kamu nggak setuju? Kamu lebih suka kita di luar Jakarta?" tanyaku.

"Menurutmu begitu?"

Aku sedikit memberi jarak tubuh kami dan menatap Dewa lamat-lamat.

"Sayang karirmu, juga karirku. Meskipun aku harus mengawalinya dari awal, tapi aku rasa akan lebih mudah memulainya di Jakarta. Kalaupun aku belum mendapat tempat kerja, setidaknya kamu masih cukup kaya raya untuk menghidupiku. Di sini kamu ada tempat praktek dan juga banyak bisnis."

Tentu saja aku mengatakannya sambil tertawa dan Dewa menyukai itu.

"Kalau aku nggak bekerja, kamu yang harus menghidupi aku," katanya yang membuatku tertawa lagi.

"Aku nggak keberatan. Tapi jujur saja aku nggak yakin itu bisa mencukupi makan kita, biaya orang tuaku, dan biaya ..." Aku menunduk malu, "Biaya membesarkan anak-anak kita. Ya kan? Kamu suka kan kalau kita punya beberapa anak?"

"Ya, tentu."

Dewa memelukku dan mengatakan menyukai semua ideku. Akupun juga senang. Padahal baru beberapa hari aku membulatkan tekad untuk mencoba hamil, tapi rasanya aku sudah tidak sabar mendapatkannya. Mungkin itu karena aku sudah mempercayai Dewa, karena komitmen ulang kami, dan dukungan semua orang.

"Sewaktu mama dan papa mengatakan kalau aku dan kamu berhak mendapatkan petualangan hidup baru, aku sedikit khawatir, Wa," kataku.

"Karena aku membosankan?"

Aku terkikik, "Itu juga, tapi bukan yang utama. Aku khawatir salah satu dari antara kita akan bosan dan memilih berhenti berpetualang. Kita bisa saling meninggalkan dan aku nggak menyukai itu."

"Aku juga, Sayang."

"Pokoknya kalau kita sudah bosan atau tertekan, kita harus terbuka. Kamu ingat kan komitmen itu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PEMILIK HATI 2 : DEWANTO & DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang