BAB 16

3.3K 479 23
                                    

Bibir Dewa terasa kering, itu karena dia habis sakit. Tapi lidahnya ... Demi apapun, sensasi itu tak pernah berubah. Dia lincah, lembut, dan liat. Tanpa kusadari, aku justru menyesuaikan sudut kami dan ciuman itu terasa makin dalam. Seperti ada yang menggelitikku, menelusup ke bagian-bagian tubuhku yang sensitif. Aku mengernyit setelah mendengar cercapan lidah Dewa, tapi tak melepaskannya. Beberapa kali aku mendengar geraman rendah dan desahan puas, entah itu dariku atau Dewa.

Bibirnya kemudian bergeser ke rahang dan menyentuh detak di leherku, saat itulah aku tersadar kalau kami harus berhenti. Aku mendorongnya dan meletakkan tanganku di dadanya selagi napasku berantakan. Ini memalukan! Aku tak sanggup menatap matanya.

"Aku harus pulang," kataku.

Belum juga aku berbalik badan, Dewa menarikku ke dadanya dan aku sangat terkejut tangannya masuk ke punggungku. Aku berteriak dan siap mendorongnya dengan keras, tapi dia berbisik. Bisikan itu membuat tubuhku membeku.

"Ka—Kamu bilang apa?" tanyaku ingin memperjelas.

"Tali bra milikmu. Aku harus mengaitkannya lagi."

"Ka—Kapan kamu melakukannya?"

"Semalam. Kamu menangis dan napasmu pendek-pendek. Aku berinisiatif melepasnya untuk melegakan napasmu."

"Oh. Itu beralasan," gumamku yang dibalasnya gelak tawa pelan.

"Aku rugi tak benar-benar melepaskannya dan mengecek isinya. Aku merindukannya."

Seketika itu aku mendorongnya. Dia benar-benar kurang ajar dan nakal, bahkan ketika tak begitu sehat. Aku berdeham beberapa kali dan melangkah menuju pintu. Tepat sebelum membuka pintu, aku menatapnya lagi.

"Suhu tubuhmu masih sedikit hangat. Kamu sebaiknya benar-benar di tempat tidur, Wa."

Dia membuka mulutnya, mungkin ingin membalas tapi aku mendahuluinya dengan keluar. Begitu pintu menutup, aku meremas tangan di depan wajah dengan gemas. Betapa memalukannya aku! Demi apapun! Aku meruntuki diri sambil berjalan keluar penginapan. Dimulai dari tidur di sisinya, hingga ciuman tadi. Astaga! Aku benar-benar murahan! Kenapa jauh-jauh kemari dan selama ini, kenapa aku tak bisa mengurangi minatku pada Dewa sih? Aku yakin sekarang dia tertawa senang dan merasa di atas angin!

***

Begitu tiba di rumah, Tante Agnes memberondongku dengan pertanyaan mengenai Dewa. Aku pun menjelaskannya dan menggaris bawahi bahwa Dewa sudah sehat. Se-hat dan u-sil. Ya, dia harus tahu kalau Dewa tidak dalam keadaan berbahaya yang menuntut banyak perhatianku. Tante Agnes terlihat puas dengan penjelasanku dan kemudian dia memintaku untuk lebih perhatian pada Dewa. Damn, ini yang paling ingin kuhindari. Menerima perintah untuk memperhatikannya.

"Dia kelihatan mencintai kamu," katanya.

Aku menarik satu sudut bibirku diam-diam. Menertawakan kesalahpahaman ini.

"Sebenarnya, apa yang terjadi?"

Aku mengakhiri senyumku dan menatap Tante Agnes. Dia menatapku sabar dan menanti.

"Kenapa tanya begitu?"

Tante Agnes tersenyum lebar, "Dia tiba-tiba datang seperti pahlawan di film dan menyelesaikan semua masalahmu, padahal Tante tahu kalau kamu tidak akan memberitahu dia mengenai masalah keluarga kita, apalagi keberadaanmu. Lihat, bahkan Tuhan membantu kamu berdekatan lagi dengannya. Meskipun begitu, kamu kelihatan masam. Bagaimana Tante nggak penasaran?"

PEMILIK HATI 2 : DEWANTO & DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang