BAB 24

3.3K 492 15
                                    

Tak ada jejak tawa, dia lalu menciumku dengan keras. Aku membuka mulutku dengan segera ketika Dewa menarikku mendekat. Dengan kekuatan penuh aku mendorongnya hingga aku berhasil membuatnya di bawahku.

"Aku yang menginginkanmu. Turuti aku," kataku tegas.

Meskipun cahaya redup, aku tahu satu sudut bibirnya terangkat. Dia tersenyum.

"I'm yours," katanya.

"Ya. Tentu saja. Kamu, dari sini," aku menyentuhkan ujung kukuku ke rambutnya turun makin ke bawah.

"Sampai di sini," ujung kukuku berhenti di atas pusarnya yang berada beberapa sentimeter dariku, "Milikku."

Dia mengeluarkan tawa dalam kali ini, "Sisanya bagaimana?"

"Terutama sisanya. Itu milikku. Lihat, bagaimana aku menertibkannya."

Selagi menggodanya dengan nakal, aku menekankan pantatku ke bagian tengah tubuhnya yang berada di bawahku. Dewa mengerang senang.

"Baiklah. Tertibkan. Lakukan."

Kuluncurkan jemariku membuka piyama tidur Dewa. Aku menggaruk pelan dadanya yang berbulu tipis dan itu membuatnya menangkap jemariku. Dia menggumam kesal dan menarikku turun untuk menciumku. Selagi badanku merapat ke arahnya, Dewa melakukan beberapa gerakan yang kutahu adalah melepas celananya. Seluruhnya.

"Beraninya kamu melanggar permintaanku. Seharusnya aku yang melakukannya," gerutuku kesal.

Dia memasang wajah bersalah dan melepaskanku. Aku berlutut di sisinya dan mulai menelanjangi diriku dengan lambat-lambat dan terus memaksanya menatapku. Tentu saja itu sulit, tatapannya teralihkan menatap bagian tubuhku yang mulai terbuka dan justru kusentuh dengan nakal.

"Sialan kamu, Des. Hentikan atau ini akan berakhir cepat," gerutunya.

"Sst. Dilarang protes," gertakku yang membuatnya mendesah kesal.

"Ja- Jangan! Sialan kamu, Des. Jangan pegang!" sentaknya ketika kali ini aku mengulurkan jari untuk menyentuh bagian tubuhnya.

"Kenapa nggak?"

Aku makin mendekat.

"Ka- Karena aku nggak mau secepat ini! Sialan. Kamu ini dokter kandungan, kamu tahu bagaimana seharusnya memperpanjang durasi!" gertaknya dengan tak karuan.

"Hm. Hindari membahas profesi. Katakan dengan terang-terangan saja."

Saat ujung telunjukku sudah menyentuhnya, Dewa menyentak tanganku dan membawa tubuhku jatuh ke atasnya. Dia menciumku dengan marah dan bergairah penuh.

"Aku suka menjadi hidangan malammu, tapi aku menolak sentuhan di sana. Ini ultimatum," tegasnya yang membuatku mengangguk.

Aku kembali ke posisiku selagi menciumnya, perlahan kami pun menyatu. Secara intim, sepenuhnya. Perasaan itu terajut erat seperti jemari kami saat ini. Kami bergerak bersama, saling memberi, dan saling menerima. Rasanya terlalu emosional, terlalu menyentuh jiwa.

"Bercintalah denganku, Wa. Aku menginginkanmu. Sepenuhnya kamu milikku," bisikku.

Aku merasa suaraku parau dan air mata menggenang tanpa bisa kukendalikan. Aku berusaha menyusun pikiranku dan mempertanyakan keputusanku untuk terakhir kalinya, keputusan yang akan mengubah seluruh jalan hidupku dan Dewa tentu saja. Pendar kenikmatan mengguncangku dengan dahsyat kemudian, layaknya ledakan bintang-bintang yang menyilaukan di balik kelopak mataku yang terpejam erat. Rasanya luar biasa. Terlalu nikmat dan memuaskan.

PEMILIK HATI 2 : DEWANTO & DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang