BAB 25

3K 423 6
                                    

"Mereka menghubungimu?" tanya Dewa.

"Awalnya. Mereka mengetahui masalah kita dari Pak Ramdi dan Sukma. Tolong, jangan marahi mereka. Pak Ramdi dan Bu Sukma mengkhawatirkan kita, terutama saat kamu menyusulku. Papa dan mama bergantian mengirimiku berbagai pesan yang isinya membuatku merasa bersalah setengah mati, Wa. Rasanya tercela sekali membuat orang tua kita yang berada sangat jauh dari kita merasa khawatir. Meskipun demikian aku nggak punya keberanian menghubungi mereka, baru kemarin akhirnya keberanian itu timbul."

"Kalian membicarakan banyak hal?"

Aku mengangguk sambil berbalik dan mulai berpakaian. Dewa menantikan kelanjutan cerita itu sambil membantuku berpakaian.

"Hanya saja aku menentang mengenai memiliki banyak petualangan hidup denganmu," kataku yang membuat Dewa menaikkan satu alisnya.

"Kamu kan monoton, Wa. Aku sedikit mengkhawatirkan petualangan itu jadi membosankan," kataku yang membuatnya tertawa dan mengumpat.

Dia kemudian memelukku, "Mungkin anak akan mengurangi sikap membosankanku."

Aku tertawa, "Kamu akan memiliki orang lain yang harus kamu atur-atur hidupnya selain aku. Apa kamu siap?"

"Ya. Ya, aku menantikannya."

Aku memeluknya lebih erat.

***

Malam ini aku dan Dewa menuju ke rumah Mas Risyad dan Kenanga untuk makan malam bersama teman-teman mereka sekaligus merayakan pertunangan Emir. Awalnya aku merasa aneh karena Dewa bilang ini acara Emir, tapi kenapa diadakan di rumah keluarga Mas Risyad dan Kenanga? Setelah bertemu dengan Kenanga, aku baru mengerti dan menyetujui ide itu.

Kenang yang sedang hamil tua sudah tidak sanggup beraktivitas sendiri. Dia bahkan harus menggunakan kursi roda karena membawa dua janin sekaligus. Di beberapa kehamilan, memang tubuh si ibu sudah terlalu lemah untuk menopang diri dan si bayi. Kebanyakan akan bermasalah di tulang dan sendi. Mengurangi aktivitas tulang dan sendi memang disarankan apalagi jika keluhan sudah cukup parah.

"Aku senang sekali bisa bertemu denganmu," ujar Kenanga sambil merentangkan tangan.

Aku merunduk dan memeluknya, "Aku juga."

Mas Risyad kemudian menyapaku dan kami semua duduk di ruangan keluarga. Sementara kami membicarakan soal kehamilan Kenanga, satu tamu lagi hadir. Itu Yonki. Begitu kami bertemu dan menyapa, dia sempat mengatakan sesuatu yang hangat kepadaku.

"Kapan-kapan kita bisa mengobrol lebih dari yang bisa kita lakukan sekarang," katanya sambil menatapku dan Dewa bergantian.

Sosok Yonki memang terlihat dingin, tapi entah kenapa dia memiliki aura melindungi yang kuat. Meskipun tak seratus persen, aku yakin kalau Deandra sedang berada di naungan yang tepat. Tak lama kemudian Emir dan calon istrinya datang, namanya Bella. Seperti namanya, wanita itu cantik. Dia kelihatan menyenangkan dan ada kilatan jail di matanya ketika tatapannya bertemu dengan Emir.

"Ya, aku tahu, aku tahu. Hanya saja, bukan itu yang ingin aku tahu. Please, berhenti mengkritikku, Yon," gerutu Diana.

Diantara kami semua, Diana adalah yang termuda. Gadis itu bahkan akan kusebut yang paling cantik, pemberani, dan keras kepala. Well, ini pertemuan keduaku dengan semua sahabat Dewa, tapi aku selalu merasa sudah sangat lama mengenal mereka. Mungkin itu karena kami punya satu suara untuk gemas pada perdebatan Diana dan Yonki. Kukira awalnya Diana adalah sosok gadis lembut, manja, dan — hm — sosok nona kecil. Tapi semua penilaian itu lenyap saat melihatnya bertemu dengan Yonki. Sebenarnya, penilaianku pada Yonki juga berubah seutuhnya kalau dia bertemu dengan Diana. Pria itu jadi pendebat, pengkritik, dan pematah nyaris semua maksud Diana.

PEMILIK HATI 2 : DEWANTO & DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang