33. Sifat Ketus Gus Abyan

2.3K 188 23
                                    

Beberapa saat setelah kejadian itu, Abi dan ummi mengumpulkan Syafa, Aisyah dan Gus Abyan di ruang keluarga. Berkali kali terdengar suara helaan nafas dari pria paruh baya itu, ia berusaha mengontrol emosinya agar tidak terlampiaskan pada anak sulungnya.

Syafa duduk dengan kepala menunduk. Kedua tangannya ia letakkan di atas pahanya sembari memainkan jari jemarinya. Syafa merasa was was, takut jika pria yang sangat dihormati itu memarahi suaminya.

Ia tidak ingin jika Gus Abyan kembali pada sifat dinginnya, baru seminggu Syafa merasakan kehangatan dari pria itu. Tetapi semenjak peristiwa yang terjadi tadi siang, sampai detik ini Gus Abyan bahkan belum ada sekalipun menyapa Syafa.

Andai bisa ia ingin tahu apa yang sedang dirasakan Gus Abyan, kegelisahan selalu terlihat dari raut wajahnya. Tanpa melihat bahwa Syafa juga merasakan sakit yang teramat dalam oleh perilakunya.

"Abyan."

Gus Abyan memberanikan diri menolehkan kepalanya kepada abinya.

Ia tahu betul kesalahannya, ia tahu apa yang ingin abinya itu bicarakan. Tapi, apakah tidak ada yang bisa mengerti dirinya ? Ia hanya khawatir pada gadis yang ternyata masih bersemayam di dalam hatinya.

"Kamu tahu apa kesalahanmu Abyan ?"

"Tahu Abi." Ujar Gus Abyan berusaha tenang.

"Tahu ? Kalau gitu sebutkan kesalahanmu!" Ujar kiyai Halim yang ingin mendengar kejadian itu dari anaknya sendiri.

Abyan terdiam, tidak tahu harus menjawab bagaimana. Ia malu, malu untuk menceritakan kecerobohannya sendiri. Seolah ilmu yang bertahun tahun ia dalami tidak berguna sama sekali.

Kiyai Halim menggelengkan kepalanya, "Kenapa diam Abyan ?"

Suasana di ruangan itu benar benar hening, bahkan Syafa, Aisyah dan ummi pun tidak berani untuk bersuara.

"Syafa."

Jantung Syafa berdetak hebat setelah mendengar suara itu memanggil namanya, ini lebih menakutkan dari panggilan guru yang memanggilnya untuk memberikan lembar hasil ujian.

"I...iya Abi." Ucap Syafa bergetar.

"Kamu tahu apa kesalahan suamimu bukan ?"

Jantung Syafa semakin mencelos mendengar pertanyaan Abi, keringat dingin mulai terasa menggumpal dari pelipis pelipisnya.

"Kalau kalian berdua tidak ingin menjawab, biar Abi tanya Aisyah."

"Aisyah bilang sama Abi apa yang dilakukan abangmu tadi sampai jadi bahan pembicaraan semua santri."

Aisyah menarik nafasnya perlahan, "Bang Abyan ngebawa ustadzah Marwa yang pingsan di halaman ndalem tadi siang bi, padahal saat itu ada beberapa santri putri yang berlalu lalang,  mba Syafa juga di situ, tapi bang Abyan langsung ngambil keputusan sendiri." Jelas Aisyah meluapkan kekesalannya.

"Benar Abyan ?"

"Benar bi." Jawab Gus Abyan sangat pelan.

"Kenapa kamu gak minta bantuan sama santri putri Yan ? Kenapa harus kamu ?"

Abyan kembali terdiam tidak tahu harus menjawab apa.

"Maaf bi, Abyan bener bener ngaku salah atas tindakan gegabah Abyan.

"Apakah sebelum tindakan itu kamu udah meminta izin sama istrimu ? Apakah istrimu membolehkan ? Minta maaflah pada Syafa Yan."

"Kamu harus ingat, kamu sudah memiliki seorang istri. Tidak semua hal yang berhubungan dengan wanita lain kamu bisa bertindak seenaknya. Sekarang, ada hati yang harus kamu jaga Yan. Jangan buat rasa percaya istrimu atas kepemimpinanmu itu hilang."

Assalamualaikum GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang