Marwa, hakikatnya kita adalah sesama perempuan, aku menghargai perasaanmu yang mungkin masih mencintai suamiku.
Tapi tidakkah kau rasakan bagaimana pedihnya hatiku, mendengar segala ucapan ucapan miris para santri untukku.Kulapangkan hatiku ketika melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana suamiku merengkuh tubuhmu dengan raut wajah khawatir, tak kusangka cinta untukmu masih ada di dalam hati suamiku. Pedih bagai tertancap belati yang menghunus tepat pada relung hatiku.
Wa, lama kita bersaling sapa, namun dengan surat ini aku kembali menyapamu. Tidak lebih aku hanya meminta kau menjauhlah sedikit dari Gus Abyan, aku tidak ingin cinta dalam hatinya semakin berkobar.
#Syafa
Kembali Syafa baca setiap kata yang sudah tertuang di dalam kertas itu, bergetar tangan Syafa saat melipatnya. Ragu kembali merundungnya untuk menyerahkan surat itu pada sang sahabat.Tapi sesungguhnya Syafa sudah sangat lelah, hatinya tak kuat harus berperang dingin setiap malamnya padahal ada di satu ranjang yang sama.
Hingga pada detik itu dia dengan berani mengirimi surat itu lewat seorang abdi ndalem. Jantung Syafa berdetak kuat ia takut jika sang suami tahu apa yang telah dirinya lakukan.
"Mba Annisa."
"Iya Ustadzah."
"Boleh saya minta tolong ?"
"Nggeh Ustadzah, boleh."
"Tolong berikan surat ini pada ustadzah Marwa ya, usahakan sampai di tangannya bukan di tangan orang lain."
"Nggeh Ustadzah akan saya sampaikan, kalau begitu saya permisi dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Syafa kembali memasuki kamarnya, entah kenapa hatinya sangat gelisah. Seperti ada sesuatu yang menahannya untuk mengirim surat itu.
Sebenarnya Syafa pun tidak ingin menyakiti hati sahabatnya dengan tulisannya itu, tapi Syafa pun ingin mencicipi sedikit saja cinta yang dimiliki Gus Abyan.
***
Seorang santri abdi ndalem yang bernama Annisa itu mengetuk kamar milik Marwa perlahan, hingga tampaklah seorang wanita cantik berhijab tosca terlihat dari balik pintu kamar itu.
"Ada apa mba ?"
"Maaf mengganggu ustadzah, ini ada amanah surat dari ustadzah Syafa."
Marwa mengenyitkan alisnya mendengar nama seorang wanita yang sudah berstatus menjadi istri dari pria yang ia cintai itu di sebut, ada keganjalan di hati Marwa ketika menatap surat itu, apa lagi selama ia tinggal di sini Syafa tidak pernah sekali pun mengiriminya surat.
"Surat apa ya mba ?"
"Kalau itu saya tidak tahu ustadzah, hanya di suruh menyampaikan."
Marwa menatap sang santri dengan wajah bingung sembari mengulurkan tangannya untuk mengambil surat dengan kertas berwarna putih itu.
"Kalau gitu saya permisi dulu ustadzah."
"Makasih ya mba."
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Gus
Teen FictionBila nanti lisanku tak sampai untuk mengatakannya biarkanlah tulisan ini yang menjadi pengungkap disegala cerita. "Aku memperjuangkanmu Bahkan sebelum aku menemukanmu Tak henti hentinya kuterbangkan namamu dalam langit doaku Aku berharap Semoga tuha...