45. Denganmu

3.4K 224 32
                                    

Bersamanya aku melupakan segala kepahitan yang pernah kurasakan, hanya dengan bersamanya aku tahu makna dari sebuah kata cinta. Tak perlu ku umbar perasaanku yang merekah, semua orang akan sadar bagaimana kecintaanku pada pria itu.

Dibawah langit sore yang kemerah merahan kupandangi wajah itu penuh cinta, dengan sedikit jambang yang sudah ia cukur tadi siang membuat tampilannya tampak jauh lebih muda.

Kemeja putih yang melekat di tubuhnya sangat terlihat begitu pas, dengan kedua lengannya yang digulung hingga kesiku membuat tampilan pria itu begitu sempurna.

Dulu Syafa hanya menebak saja bahwa pria itu menyukai baju berwarna putih, tetapi setelah hidup berdua dan melihat isi dari lemari Gus Abyan, Syafa sudah sangat meyakini bahwa pria itu begitu menyukai warna tersebut.

"Mas dari dulu suka baju warna putih ya?"

Bukannya jawaban, Syafa justru mendengar suara kekehan renyah dari sampingnya membuat kepala wanita itu menoleh.

"Kamu dari dulu merhatiin aku banget ya ?"

Syafa menunduk menyembunyikan rona merah yang timbul di kedua pipinya.

"Udah dari dulu suka baju putih, ngeliatnya kaya bagus aja gitu, bersih."

Syafa mengangguk faham, sembari berjalan pelan. Tangan kokoh itu masih bertengger di pinggangnya membuat tubuh keduanya saling menempel.

Tatapan iri dari beberapa santri yang mereka lewati membuat Syafa sedikit merasa bersyukur, tidak ia sangka wanita seperti dirinyalah yang akhirnya dipilih menjadi pasangan hidup Gus Abyan, padahal di tempat ini masih banyak para wanita yang bahkan ilmu agamanya pun jauh lebih hebat dari pada Syafa.

"Assalamualaikum Gus Ning."

"Waalaikumussalam warahmatullah." Jawab Syafa dan Gus Abyan bersamaan sembari tersenyum.

Setelah santri itu berlalu Syafa menatap Gus Abyan sebentar.

"Syafa gak mau dipanggil Ning mas."

"Kenapa ?" Tanya Gus Abyan santai.

"Panggilan itu tidak cocok untuk Syafa."

"Kenapa mikir gitu ? Kan kamu istri saya."

Syafa menghembuskan nafasnya berat, "Syafa cuma wanita biasa mas. Bukan santri, cuma mahasiswi biasa yang alhamdulillahnya diberi kesempatan ngajar di sini."

Syafa merasakan Gus Abyan menekan pinggangnya membuat wanita itu menoleh.

"Kamu gak boleh berfikir gitu, ilmu itu bisa dicari kapan pun dik."

Syafa terdiam, suaminya memang benar. Tetapi, pada nyatanya Syafa memang bukanlah wanita yang ahli dalam ilmu agama dan hal itulah yang membuatnya sering kali merasa tidak percaya diri.

"Mas nanti malam pengen makan apa ?"

Kedua alis Gus Abyan saling bertaut ketika mendengar pertanyaan dari sang istri.

"Kenapa memangnya ?"

"Syafa pengen masak."

Tiba tiba pria itu menghentikan langkahnya dan memandang Syafa galak.

"Siapa yang nyuruh kamu masak ?"

Syafa kembali menghembuskan nafasnya, mengapa sang suami menjadi begitu posesif sekarang ? Padahal dia sudah baik baik saja bukan lagi bayi yang semuanya harus dilayani.

"Mas, Syafa udah lama gak masak."

"Terus memangnya kenapa ?"

"Ya, Syafa pengen masak."

Assalamualaikum GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang