Saat itu semua santri Miftahul Jannah gempar dengan info yang mereka dengar, istri dari Gusnya yang merupakan pengantin baru itu mengalami kecelakaan dan lebih gemparnya lagi saat mereka tahu bahwa Syafalah yang meninggalkan pesantren ini hingga membuat keadaannya sempat kritis.
Gosip hangat mengenai Gus Abyan seolah tak pernah surut. Marwa juga baru saja meninggalkan pesantren hingga semua dugaan para santri kini semakin mereka yakini.
Saat itu kiyai Halim marah besar pada dirinya sendiri karena kurang ketat dalam mendidik putra sulungnya, ia lalu segera menyusul putra dan menantunya di rumah sakit beserta istri dan putri bungsunya.
Sesampainya di sana, ia sudah melihat putranya sedang duduk di depan sebuah pintu ruangan dengan kedua siku yang bertumpu pada pahanya sambil memegang kepala.
Jantung Gus Abyan saat itu berdebar hebat saat melihat keberadaan Abi dan umminya, hingga pria paruh baya itu semakin mendekat padanya, Abyan pun berdiri segera meminta maaf dan berlutut pada abinya karena merasa amat bersalah.
Kiyai Halim segera menghindar tak tega melihat keadaan putranya, ia duduk di kursi yang sebelumnya Abyan duduki dengan rasa penuh kecewa.
"Astaghfirullah Abyan, kenapa kamu bisa melakukan itu pada istrimu."
Wanita paruh baya itu berlinang air mata melihat Abyan yang masih berlutut di lantai dengan raut wajah yang sarat akan kelelahan, ia pun membantu putra sulungnya berdiri dan memeluknya untuk memberikan sedikit kekuatan.
"Ummi maafkan Abyan, musibah ini karena Abyan mi. Andai Abyan tak menyuruh Syafa pulang mungkin dia tidak akan terbaring lemah di ruangan sana."
"Sudah nak, yakini saja ini ujian untuk kalian. Jangan seperti itu lagi dia istrimu yang seharusnya kamu bimbing."
"Gadis yang kamu cintai itu sudah meninggalkan pesantren, jangan biarkan hatimu masih terbelenggu olehnya. Yang pantas berada di hatimu saat ini hanya Syafa istrimu." Ujar kiyai Halim.
"Abi kecewa sama kamu Yan, hanya masalah sekecil itu kamu sudah berani mendiamkan istrimu berhari hari dan memilih membela gadis lain. Abi sudah tahu semuanya tak perlu kamu jelaskan apa pun pada Abi."
Gus Abyan kembali mendekat pada sang Abi, "Bi Abyan mohon maafkan Abyan." Ujar pria itu dengan linangan air mata.
"Bukan pada Abi maafmu itu kamu ucapkan Yan, minta maaflah pada Syafa pada orang tuanya dan saudaranya."
***
Aisyah memperhatikan bagaimana abangnya yang sedang membacakan ayat suci Al Qur'an sembari mengelus pucuk kepala istrinya, pria itu memandang lekat raut wajah Syafa yang masih memejamkan mata membuat hati Syafa sedikit merasa tersentuh.
Hati Aisyah sakit melihat bagaimana fisik pria itu saat ini, kantung matanya menghitam dengan sorot mata yang lelah, pipinya tampak tirus dan tak ada kecerian seperti biasanya.
Aisyah rindu ketika pria itu sengaja bermesraan di hadapannya dulu padahal saat itu tak ada cinta di dalam hatinya untuk wanita yang saat itu ia nikahi.
Ia tak tahu sampai kapan Syafa terus memejamkan mata dan menghukum Abyan seperti ini. Bahkan abangnya itu tak pernah sekali pun mengeluh lelah dan memintanya untuk menggantikan menjaga Syafa.
Setiap hari Abyan lah yang setia duduk di samping brangkar itu, melihat wajah istrinya berharap kelopak mata itu kembali terbuka dan memandangnya dengan cinta.
"Bang pulang gih, biar Aisyah yang jaga mba Syafa."
Abyan menghentikan lantunan ayat sucinya dan menoleh pada adiknya yang duduk di sebuah sofa yang berada di ruangan itu.
Adiknya itu tak mengerti bagaimana resahnya Abyan sepanjang hari, berharap wanita di hadapannya segera membuka mata dan meluruhkan beban berat yang bersarang di pundak Abyan.
Andai wanita itu selamanya tak membuka mata maka Abyan tak bisa membayangkan bagaimana terpukul keluarganya saat melihat putri satu satunya harus meninggalkan mereka karena kurangnya tanggung jawab dari suaminya sendiri.
Ia tersenyum, "kamu aja yang pulang, kamu masih punya tanggung jawab di bagian keamanan. Abang gapapa."
Aisyah kembali menghembuskan nafasnya lelah. Bosan mendengar ucapan gapapa dari lisan pria itu. Abangnya selalu seperti ini, keras kepala jika dinasehatkan tentang kesehatan.
"Lihat kelopak mata Abang, dia butuh istirahat. Setidaknya tidur lah sebentar jangan paksakan, kalau nanti Abang ikutan sakit siapa yang mau jaga mba Syafa."
Abyan tak menghiraukan ucapan Aisyah dan kembali melantunkan ayat suci Al Qur'an untuk Syafa. Ada rasa rindu di hati pria itu mendengar suara istrinya yang selalu lembut ketika berbicara dengannya.
Beberapa saat kemudian Abyan menghentikan lantunannya dan menatap pada sang adik.
"Syah Abang ke kantin dulu ya sebentar mau beli kopi, kamu jangan kemana mana."
Aisyah menggeleng tak percaya, "bang stop jangan minum kopi terus, itu gak baik buat lambung Abang. Kalau ngantuk tidur bukan minum kopi solusinya."
Abyan menghela nafas lelah. Kenapa adiknya itu begitu cerewet, ia hanya butuh sesuatu untuk menghilangkan penat dan kopi bisa membantu mata dan tubuhnya sedikit lebih segar.
"Abang cuma sebentar, kamu jangan kemana mana. Kalau ada apa apa segera telpon Abang."
Pria itu berlalu tanpa menghiraukan gerutuan sang adik, namun saat dirinya akan membuka pintu ruangan itu matanya tak sengaja bersitatap dengan seorang gadis yang kini membuat jantungnya berdetak hebat.
Abyan mencoba menghiraukannya, kembali pada janjinya untuk belajar mencintai sang istri.
"Permisi."
"Gus sebentar."
Kaki Abyan urung ia gerakkan saat suara itu kembali menyapu Indra pendengarannya, suara yang masih sama seperti beberapa Minggu yang lalu.
"Ada apa Wa, cepat katakanlah."
Marwa, gadis itulah yang kini berada di hadapan Abyan. Memandang Abyan dengan pandangan sayu yang membuat Abyan sekuat hati menahan dirinya agar tak kembali luluh.
Hatinya berteriak kencang ingin meluapkan buih rindu yang sudah lama menjerat hatinya, tetapi di sisi lain ia juga merindukan wanita yang terbaring lemah di dalam sana.
Ia bingung, sebenarnya pada siapa hatinya itu di isi. Abyan lelah, lelah dengan semua yang kini menyiksanya. Bukan Abyan tak sadar jika tubuhnya butuh istirahat namun tanggung jawablah yang kini menjadi alasan Abyan seperti ini, sudah lama ia menyiksa wanita itu dengan cintanya bahkan tanpa Abyan sadari.
Kini gadis itu kembali datang di hadapan Abyan, gadis yang beberapa Minggu lalu memilih pergi meninggalkan pesantren. Gadis yang menjatuhkan surat itu hingga membuat emosi Abyan berapi api sampai membuat tidurnya pun merasa tak tenang.
__________________________
Plin plan banget ya si Abyan😌
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Gus
Teen FictionBila nanti lisanku tak sampai untuk mengatakannya biarkanlah tulisan ini yang menjadi pengungkap disegala cerita. "Aku memperjuangkanmu Bahkan sebelum aku menemukanmu Tak henti hentinya kuterbangkan namamu dalam langit doaku Aku berharap Semoga tuha...