[23] ULAR

45 16 0
                                    

Matahari capat sekali terbit, tidak ada yang berjaga tadi malam, semuanya kelelahan dan tertidur lelap. Beruntung sekalih tidak ada hewan yang menyerang mereka saat malam tadi.

Mereka bangun, Jila yang awal bangun dan langsung membangunkan semua orang.

"Aduhh, masih ngantuk banget tau enggak, capek aku tuh, mana aus lagi" seru Rian mengelus lehernya.

"Aduh, Rian lagian siapa suruh habisin bekal minuman, sekarang mending kita jalan saja, sapa tau kita nemu sungai"

"Bener kata Jila, kita harus tetep gerak, lagian ini udah pagi" Nehan menatap matahari yang terbit dengan terik.

"Aku selalu kepikiran kalo bakal hujan, syukurlah kalo tidak ada tanda tanda mendung" Ujar Jova yang ikut manatap langit juga.

Nehan menoleh.
"Kalo sampek nanti ini mendung berati ini salah mu yah"

Jova mengkerutkan dahi.
"Lah kok aku"

Jova hendak marah namun langsung di cegah oleh Maya yang masih duduk lemas bersender pada pohon.

"Maya, kaki kamu masih sakit?" Janu mendekat ke arah Maya.

Maya menggeleng mencoba berdiri sambil di bantu oleh Jova. Janu ikut membantu juga.

"Udah enggak sakit kok"

"Yakin?" Alis Janu terangkat.

Maya kembali mengangguk.

"Ya udah kalo Maya udah sehat, kita bisa lanjutin perjalanan untuk keluar dari hutan ini" ucap Nehan.

"Tapi sebelum itu, kita harus mencari sumber mata air, untuk di minum" kata Jila.

Rian mengangguk setuju, dari semalam ia memang sangat haus.
"Bener kata Jila, kita emang bisa hidup seharian tanpa makanan, tapi tidak dengan air"

Nehan melirik Rian.
"Halah, anggap saja ini puasa gantiin puasa bulan Ramadhan kemaren, situ kan bolong bolong puasanya pas itu"

Rian melotot.
"Heh, kapan bolong? Enggak tuh jangan sok tau dehh"

Nehan menghela napas.
"Ya dehh terserahlah" Nehan mengibaskan tangannya bodoamat.

"Sekarang kita mau gimana? Lanjut jalan?" Tanya Maya setelah tadi terjadi keheningan sejenak.

Nehan mengangguk. Mendadak pagi ini ia semangat sekalih.
"Ayo semuanya, kita gerak"

"Kita biarkan tempat ini, sapa tau dengan adanya bekas api unggun ini menjadi jejak kita untuk mempermudah tim SAR untuk mencari kita" Janu berucap sembari memandangi tumpukan kayu yang semalam di gunakan api unggun itu.

"Aku setuju, ya udah sekarang kita jalan saja" seru Nehan berjalan terlebih dulu ke arah selatan.

Semuanya baik baik saja pada awalnya. Sampai mereka semuanya berada di titik rendah mereka sendiri.

Nehan yang berjalan di depan mendadak terjatuh. Baru satu jam mereka berjalan.

"Haus banget sih" seru Nehan.

Rian juga terduduk.
"Apa aku bilang, kita enggak bakal bisa hidup tanpa air tau"

Jila menunduk. Ia juga haus sebenarnya. Ia melihat sekelilingnya tidak ada air di sini, bahkan hujan pun tidak turun.

"Kita bisa minum air embun" celetuk Rian. Ia mendadak berdiri.

"Aku pernah lihat vidio di yutup, saat masa masa keritis kek gini jalan utama adalah meminum air embun"

"Sebenernya ada banyak cara untuk kita mendapatkan air yang cocok untuk kita minum, tapi itu sedikit susah, aku belom terlalu mempelajarinya" Janu berucap.

"Aku juga, sedikit ribet membuat air untuk bisa di minum dengan aman" Jila menimpali.

"Kita jalan lagi aja yuk, sapa tau di depan ada sungai" Jova menujuk ke depan.

Nehan bangkit lagi dengan tanaga yang tersisa.

"Ayok, kita cari air, jalan, pertolongan itu tidak penting, aku mau air sekarang" geramnya.

Semua terdiam dan saling pandang satu sama lain. Nehan melangkah ke depan lagi, semangat yang tadi mendadak muncul.

Jila tersenyum kecil dan langsung menyusul, di lanjutkan dengan Jova.

"Jila tunggu akuuu" teriaknya.

"Pelan pelan dong, nanti kita kepisah" Rian juga ikut menyusul.

Janu menatap Maya yang tadi hanya diam.

"Ayok, May. Nanti kita ketinggalan jauh dari mereka"

Maya mengangkat dagu menatap Janu. Janu memalingkan pandangannya saat keduanya saling tatap.

Maya binggung kenapa, namun ia langsung melangkah saja.

Janu menghembuskan napasnya ketika Maya sudah berlalu.

"Duh kenapa jadi takut banget sih di tatap gitu sama, Maya" gumam Janu heran.

Janu diam sebentar.

"Jangan jangan aku bener bener suka lagi sama Maya"

Refleks Janu menutup mulutnya. Namun itu tidak bertahan lama ketika teriakan Nehan terdengar.

"MAYA AWASSSS, ADA ULAR"

Janu langsung berlari menyusul. Di depan Maya kini persisi ada ular yang sepertinya sejenis ular kobra tengah berdiri di hadapan Maya tepat.

Di belakang ular itu Nehan dan yang lainnya berseru panik melihat ular sebesar itu.

"Maya, jangan gerak, ular itu bisa gigit kamu" triak Jova.

"Heh, jangan ngomong gitu, nambah panik orang aja"

Jova menatap Rian tidak terima. Namun ini bukan saatnya bertengkar.
Maya dalam bahaya.

"Maya tenang Maya, jangan panik kalo kamu tenang ular itu enggak bakal sakitin kamu" kata Jila.

Maya menatap temannya itu dari jauh. Wajahnya sudah pucat dan keringat dingin. Kakinya bergetar hebat. Selama ia menjabat jadi ketua dewan ia tidak pernah berhadapan dengan ular, apa lagi ular berbisa.

"A-aku harus gimana"

"Tetap tenang May, jangan bikin gerakan yang bikin ular itu kaget, kapan saja kamu bisa di gigit sama dia" triak Jila lagi.

"Tarik napas dalam dalam, jangan biarkan rasa takut itu, dan perlahan coba mundur menjauh dari ular itu"

"Aku rasa itu ide yang buruk"

Jila menoleh kaget ke arah Nehan.
"Apa katamu?"

Nehan geleng geleng.
"Ular udah mode siaga, jadi kita harus biarin ular itu pergi saja"

"Kalo ular itu malah gigit Maya gimana? Kita harus ambil resiko dengan menjauh hi ular it_"

"MINGIR"

Brakkk

"Heyy, apa yang dia lakuin bodoh"

"Akkkkkk"

"Januuuu"

To be continued

Hai, jaga kesehatan yah, sekarang pada gampang banget sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai, jaga kesehatan yah, sekarang pada gampang banget sakit. I hope you are always healthy.

PERSAMI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang