EXTRA PART 1

76 17 0
                                    

Putih. Hanya itu yang pertama kali Janu lihat. Ia sedikit mengerakkan tubuhnya yang sedikit terasa sakit.

'apa ini udah di surga? Tapi kok surga putih banget yah' gumamnya pelan.

Kepalanya tiba tiba terasa pusing dan Indra penciumannya mencium oroma sesuatu.

'hemss, bau obat?'

Ia terlalu lemas untuk sekarang. Janu melihat sekelilingnya saat pandangannya tidak mengkabur lagi.

'Ahh, ini di rumah sakit? Berati aku kasih hidup dong?'

Janu menatap tangannya yang terdapat jarum infus itu.

'aku pikir semua ini sudah tidak bertahan lama lagi saat kejadian itu'

Tiba tiba Janu teringat akan kejadian tempo hari yang ia lalui.

Celekk

Tiba tiba pintu di buka membuat Janu sedikit tertoleh heran.

"Januuuuu"

Wanita paruh baya yang saat Janu kenali itu melihat dirinya sedih. Kini ia berlari menghampiri ranjang tempat Janu berbaring.

Matanya tiba tiba berkaca kaca tidak percaya putranya telah sadar.

'ibu? Akhirnya aku bisa lihat ibu'

"Januu, kamu enggak apa apa sayang? Hah? Kamu kenapa sih, hey. Bentar yah ibu pengilin dokter"

Ibu beranjak keluar ruang kamar inap Janu lagi. Janu menatapnya heran ia masih dalam kondisi sangat lemah saat ini tidak bisa melakukan apa apa.

***

Berselang beberapa menit dokter datang dan memeriksa keadaan Janu.

Ibu mengngam tangan yang terdapat jarum infus itu erat, beberapa kali ia menciumnya.

"Alhamdulillah, dia udah baikan, stelah beberapa Minggu koma, namun dia terlihat masih binggung, jadi jangan terlalu bikin dia berfikir yah, jangan lontarkan pertanyaan pertanyaan apa pun, dia belom sepenuhnya pulih"

Ibu sedikit tidak mengerti apa yang di katakan dokter itu. Namun ia langsung mengangguk saja.

"Terima kasih dokter"

Janu yang mendengarnya sedikit tertegun dengan apa yang dikatakan dokter tadi.

'aku koma?'

Dokter laki laki itu tersenyum ramah kepada ibu. Ia beralih menatap Janu dan mengusap rambutnya pelan.

"Istirahat yah, nanti saya datang lagi"

Stelah mengucapkan itu dokter itu pun keluar dari ruangan. Kamar inap Janu senyap sejenak. Ibu masih terlihat senang untuk mengelus telapak tangan putarannya itu.

"Kamu tau, sebenarnya ibu mau marah sama kamu, kamu kabur tanpa sepengetahuan ibu"

Janu tertoleh menatap ibu.

"Kamu bendel banget sih, ibu udah binggung mau cari kamu kemana waktu itu, sampai Vano bilang kalo kamu ikut dalam persami, ibu juga udah baca kok surat kamu, nekat banget yah kamu" ibu tersenyum tiba tiba.

Janu menatap ibu datar. Ia tidak tahu harus berekspresi seperti apa sekarang.

"Sampai ibu denger kabar kamu hilang, ibu kawatir waktu itu, tapi ibu inget kamu pernah bilang kalo kamu bakal baik baik saja, ibu saat itu yakin kalo anak ibu bisa selamat, namun..."

Ibu menghela napas membuat Janu tiba tiba mengengam tangan sang ibu kuat.

Ibu menatap Janu dan tersenyum lagi.
"Ibu gak tau harus berbuat apa saat kamu di temukan dengan keadaan di gigit ular berbisa, rasanya ibu tidak bisa lagi bertemu dan melihat dirimu memeluk ibu saat melihat tubuh mu yang mulai membiru"

Janu tertegun.

'separah itu efeknya'

Ibu menghela napasnya lagi.
"Apa lagi kamu dinyatakan koma karna racun yang telah menyebar itu"

"K-ko-m-ma?" Janu membuka mulut.

Ibu yang melihat itu langsung menutup mulutnya Janu.

"Hustt, jangan banyak bicara sayang, jangan di paksakan dulu yah"

Janu tau, ia sedikit kesusahan bicara untuk sekarang. Ia mengangguk dan membiarkan ibunya melanjutkan pembicaraan.

"Kamu koma beberapa Minggu, mungkin ini sudah satu bulan lamanya"

'Astaga, aku pikir aku cuma tidur beberapa hari, ternyata lama juga aku tidur'

"Beberapa temen mu sering datang ke sini, terutama anak anak yang hilang bersama mu waktu itu"

Janu terkejut. Ibu hendak tertawa melihat ekspresi Janu yang seperti itu.

"Haha, tapi mereka harus sekolah sekarang, untuk fokus pada ujian, mereka berharap banget kamu bisa sadar, dan..."

Ibu menggantungkan ucapnya.
"Mereka kasih surat ini ke kamu, karena mereka tau kamu bakal capat sadar dari koma" ibu tersenyum sembari mengalurkan secarik kertas yang ia simpan di dalam laci sebalah ranjang Janu.

"Kamu mau baca?" Tanya ibu.

Janu mengangguk.

Ibu beranjak berdiri membantu anaknya itu untuk duduk.
"Tangan mu kuat gak pegang kertas? Atau mau ibu bacakan saja?"

Janu menggeleng tegas. Ibu tertawa gemas.
"Ya udah ibu pegangin aja yah, kamu yang baca"

Janu mengangguk setuju. Ternyata benar di surat ini di tulis oleh Rian, Nehan, Jila, dan Jova.

Untuk: Janu temen kita
Dari: Rian, Nehan, Jila dan Jova.

Hai Janu!
Kamu pasti sudah sadar, hehe
Ini aku yang nulis, Jila.
Senang bisa bertemu dengan mu di bumi perkemahan.
Janu aku tau kamu menyukai ku kan? Hahah, enggak enggak aku bercanda. Semoga kita bisa bertemu lagi yah Janu, di lain tempat mungkin. Dan sehat selalu, hehe.
Salam hangat Jila.

Janu!!!
Aku enggak tau harus nulis apa ini, tapi aku cuma mau bilang kamu hebat sekalih menyematkan Maya waktu itu, sungguh pahlawan yang sebenernya.
Salam hangat Jova.

Heii, ini aku Rian.
Sorry gak bisa lihat kamu selalu, kami bakal sibuk mempersiapkan ujian sekarang, dan untuk ulat bulu itu, aku mintak maaf lagi yah, Nehan bilang kalo kamu anaknya asik, aku jadi pengen temenan sama kamu juga deh, semoga kita bisa ketemu lagi di lain waktu.
Tertanda tangan, Rian.

Hai, Janu? Gimana udah sadar yah?
Hahah, kok bisa sih kamu koma? Padahal waktu itu aku udah cari bantuan yang sangat capat, tau gak sih kaki aku pegel tau lari lari an, mana haus lagi. Hehe.
Kapan kapan sabi lah kita tersesat lagi, enak kan yah? Gimana rasanya koma dan di gigit ular, kapan kapan cerita yah.
Salam hangat Nehan ganteng.
Oh yah satu lagi, kalo kita ketemu, akan aku ceritakan gimana aku Rian, Jila dan Jova dapet pertolongan, hehe.

Oh yah satu lagi, kalo kita ketemu, akan aku ceritakan gimana aku Rian, Jila dan Jova dapet pertolongan, hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PERSAMI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang