bagian : 7

1.7K 244 34
                                    

Aku terbangun karna pancaran sinar matahari yang menelusup masuk melalu sela tirai jendela yang tak tertutup dengan benar.

Di sebelah ku sudah tidak ada orang, ah mungkin Samuel sedang berada di luar tengah menyesap teh. Aku memutuskan untuk membersihkan diri kemudian, siang ini adalah kepulangan kami ke Istana.

Selesai dengan aktifitas bersih-bersihku, aku keluar. Keberadaan Samuel masih saja belum ku temukan.

"Dimana Kaisar?" Ucapku pada Prajurit yang berjaga di depan pintu ini

"Yang Mulia Kaisar telah berangkat terlebih dahulu, Permaisuri"

Aku tercenung, Samuel meninggalkan ku? Di wilayah yang cukup berbahaya ini?

"Apakah ada urusan mendadak?" Tanyaku lagi

"Permata Biru Safier yang di minta rancangkan khusus oleh Kaisar sampai kembali ke Istana, Permaisuri. Dan Kaisar cukup marah dengan itu ia memutuskan pergi terlebih dahulu"

Aku mematung, permata itu di kirim kembali, Debora tidak menerimanya atau apakah itu kerja suami wanita itu?. Lagi, semuanya terjadi karna Debora.

"Berapa Prajurit yang tersisa?"

"Kaisar hanya membawa 3 Prajurit, yang mulia permaisuri. Dan kini masih banyak yang tersisa"

"Baiklah, kita akan berangkat sebentar lagi aku ingin menyesap teh terlebih dahulu" Ucapku yang di angguki oleh Prajurit itu

_________

Sudah setengah perjalan, aku duduk dengan tatapan kosong keluar Jendela. Entah kenapa suasana hatiku tiba-tiba memburuk dan perasaanku sedikit tak enak.

benar saja ketika aku memutuskan untuk menutup mata sejenak, bunyi pedang bergesekan membuat telingaku mendengung. Aku menyingkap tirai jendela kereta, Oh tidak! Kami di hadang Bandit bersenjata.

Prajuritku masih terus melawan dan tak meyerah, namun tampaknya bandit itu bukan lawan yang mudah.

Aku duduk di kereta dengan cemas. Aku mau saja membantu karna dulu ketika kecil aku sempat di ajarkan Ayah memanah sebelum ia mati, dan di kediaman Paman Draco aku juga sering berlatih bersama Zexy. Tapi situasi ini membuatku panik.

Tiba-tiba saja pintu kereta di buka Paksa. Salah satu prajurit ku menyuruhku keluar untuk melarikan diri karna sudah banyak yang tumbang dan mereka takut aku akan terkena celaka.

Aku mengikuti apa yang ia katakan, Aku berlari menuju Hutan. Berlari sekuat tenaga yang aku punya namun sial sebelum jauh salah satu bandit itu menyadari pelarianku. Demi tuhan aku sangat takut!

Aku tetap berlari, menambah kecepatan dan tidak melihat lagi ke belakang.

Hampir saja lupa aku tengah Hamil, aku harus sangat berhati-hati.

"Jangan lari, sialan!" Teriak seorang Bandit yang masih setia mengikutiku

Aku tak peduli, menambah lagi kekuatan lariku dan tak sengaja aku melihat Goa. Aku berlari masuk ke sana dengan cepat sebelum bandit itu menyadari, sesampai di dalam Goa itu aku menutup pintunya dengan batu-batu yang berada di dalam Goa itu hingga tertinggal sedikit celah untuk masuknya udara.

Aku bernafas dengan teratur setelah sebelumnya terengah-engah.

Sejenak aku memandang ke dalam Goa yang sunyi dan gelap. Tiba-tiba air mataku jatuh. Mengapa aku menangis? Bukankah aku sudah biasa hidup dengan sunyi dan kegelapan? Dan selalu sendirian?

Tangisanku berubah menjadi isakan.. Isakanku keluar dengan bebas karna tak ada yang akan mendengar kepiluanku di Goa sunyi ini, Kini aku benar-benar sendiri. Tapi tunggu, bagaimana bisa aku melupakan sosok kecil yang menghuni perutku ini?

Aalice JackeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang