[Sin 16]

147 42 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ari masih menggigit bibirnya saat jarum jam di atas mading kelas belum mencapai angka yang tepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ari masih menggigit bibirnya saat jarum jam di atas mading kelas belum mencapai angka yang tepat. Tanpa ia sadari, kakinya tak henti mengetuk-ngetuk lantai. Ia tak sanggup mengedarkan pandangan, meski seharusnya ketat mengawasi siswa yang mengerjakan latihan soal. Semua karena Toni memintanya bertukar menjaga kelas yang tidak ia inginkan hingga tak tahu-menahu dengan kondisi Rama sekarang. Ponsel yang dayanya masih diisi juga turut membuatnya berkeringat dan memucat.

Tepat setelah pemberitahuan istirahat pertama, lelaki berkemeja abu-abu itu langsung mengambil ponselnya yang sudah terisi dua puluh persen. Kemudian ia antre di belakang siswa yang ingin keluar dan menuju kantin. Tidak sabar, ia pun berulang kali mengucap permisi dan menerobos mereka. Meski tak ada hujatan sama sekali, tatapan yang dilayangkan padanya cukup membuat Ari sadar diri untuk segera enyah.

Kelas yang ia jaga hari ini letaknya sungguh di ujung, dekat dengan gerbang sekolah. Ia harus mempercepat langkah agar cepat sampai ke ujung lorong, kelas yang Rama huni. Anda saja lumrah, ia sudah berlari terbirit-birit, tetapi ditahan sekuat mungkin agar terlihat biasa saja alias sewajarnya.

Sayang, tampang cool dan wibawa yang coba Ari pertahankan seketika pudar saat melihat Rama berjalan keluar kelas sambil mengusap-usap lengannya. Ia segera mendekat, mengamati lelaki itu dari bawah hingga atas yang basah kuyup. Namun, bukannya meratap, Rama justru tersenyum. Ia tidak paham dengan keterkejutan Ari saat ini.

"Udah mulai, ya?" tanya Ari. Tangannya tak terlepas dari lengan Rama.

"Iya, Bang."

"Lo bawa baju ganti?"

Rama mengangkat tas bekas belanjaan yang ia ambil dari laci. "Ini, sesuai saran lo."

"Ya udah," Ari celingak-celinguk mengecek kanan kirinya, "kita ke UKS dulu."

Rama mengiakan. Ia memang ingin ke sana untuk menghangatkan tubuh. Berganti pakaian saja tidak cukup. Udara hari ini cukup menyiksanya. Ia terus-menerus menggigil sampai giginya bergeretak. Kulitnya kini seputih porselen karena terlalu lama bergelut dengan hawa dingin.

Ari menuntun Rama untuk duduk di salah satu kasur. Ia menarik gorden agar menutupi sekeliling mereka. Tak lupa ia mengambil minyak kayu putih yang ada di kotak P3K, serta kain bersih yang ada di lemari obat, tepatnya di tumpukan paling bawah. Sebagai mantan ketua OSIS yang sering bermain-main ke UKS, ia cukup hafal dengan seluk-beluk sekolah yang tidak pernah berubah ini.

[2] Stepb: The Other Sin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang