Lembap dan dingin tak membuat lelaki yang mendekam selama setengah jam mengubah pikirannya, lalu enyah dari sana. Setelah mengirim pesan singkat, ia masih menatap layar ponsel, menunggu balasan yang harusnya sudah ia dapatkan. Sesekali ia menoleh ke pintu dan menelan ludah, seolah takut kalau tiba-tiba ada yang mendobrak dan menariknya keluar, walau hal itu tidak akan pernah terjadi. Napasnya masih kembang-kempis seperti tengah bermaraton, dengan keringat yang tak sedikit di sekitar pelipis.Rama menunduk setelah mendapati ponselnya bergetar. Ia tersenyum tipis saat Ari berterima kasih kepadanya. Perlahan, ia dapat bernapas lega, meski sebenarnya ini belum bisa membalas rasa bersalahnya. Ia sudah berusaha, setidaknya itulah yang tertanam. Lelaki itu lantas mencuci muka untuk terakhir kali, kemudian keluar dari kamar mandi. Tak lupa mengedarkan pandangan untuk memastikan kondisi.
Sebelumnya, ia telah melakukan hal yang sama, tepatnya saat Ari memintanya untuk mengakses komputer sekolah dan mengunggah sebagian data notable ke media sosial. Dengan penuh risiko, ia tetap tinggal di laboratorium sampai waktunya tiba dan enyah dari sana dengan kunci replika yang Ari berikan. Bahkan, pakaian yang ia kenakan pun bukan miliknya. Kakak dari almarhum sahabatnya itu memastikan bahwa ia tidak akan dituduh atas hal ini.
"Oke, gue tunggu di rumah, ya, Bang."
Rama menutup panggilan yang hanya berjalan sekian detik. Ia memang tidak tahu-menahu dengan rencana lengkap Ari, tetapi ia yakin atas apa yang lelaki itu jalankan. Sehingga saat kembali disakiti Doni pun, ia tetap berpikir jernih untuk tidak menyalahkan siapa pun--selain Doni, tentunya.
Waktu itu, tepatnya ketika Fanstrio merundungnya di kantin karena Ari masih menghubungi mereka, Rama tak melakukan pembalasan apa pun. Selain karena kedudukan lawan yang sulit disentuh, ia mengingat pesan Ari bahwa lelaki itu akan melindunginya, jadi Rama tak harus mengotori tangannya--bila benar-benar tidak ingin. Meski sudah mau bekerja sama, ia belum percaya seratus persen, sampai akhirnya Ari sungguh berdiri di depannya, di sampingnya, dan juga di belakangnya.
"Lo nggak apa-apa, kan?" tanya Ari ketika mereka sudah jauh dari jangkauan Fanstrio, saat di kantin.
"Gue oke, mereka nggak ngapa-ngapain, kok, Bang."
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Stepb: The Other Sin ✔
Novela Juvenil[Disarankan Baca Stepb: The Guilty One terlebih dulu] Setelah kematian adiknya, Ari kembali menginjak SMA Kemuning dengan harapan menemukan angin segar. Perundungan dua tahun lalu ternyata masih hidup dan menuntunnya pada fakta-fakta tersembunyi. Ma...