[Sin 20]

167 42 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sosok yang memijat pelipis tampak terkantuk-kantuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sosok yang memijat pelipis tampak terkantuk-kantuk. Tubuhnya sesekali terhuyung ke samping, meski sudah berkali-kali menampar diri. Ia pun mendengkus, kembali meminum segelas air yang tersedia di atas nakas, lalu menuangkannya sedikit di telapak tangan. Ia memercikkan air tersebut ke wajah, berharap sensasi dingin yang berpadu dengan suhu AC dapat menyadarkan.

"Nyalakan saja TV-nya, Bu."

Ani mengangguk. Sebenarnya, ia tidak mau mengganggu tidur Ari. Ia takut membuat gaduh dan mengusik lelap putranya. Namun, berhubung kedua mata lelaki itu sudah lama tertutup rapat, ia lantas berubah pikiran. Barangkali, hal ini dapat memancingnya untuk bangun dan mendengarkan cerita yang menyenangkan.

Masih teringat betapa terkejutnya ia tadi saat dihubungi Ihsan. Ari, putranya yang sangat jarang demam sekalipun, dilarikan ke rumah sakit terdekat--dari SMA Kemuning--karena terluka cukup parah di kepalanya. Mereka tak menjelaskan detail lebih lanjut, ia pun tidak menanyakan apa-apa. Jangankan bertanya, berpikir jernih saja Ani tidak mampu. Belenggu khawatir lebih dulu menguasainya.

Syukurlah, dokter mengatakan gegar otak Ari tergolong ringan. Meski begitu, sementara waktu ia harus dirawat dulu untuk melihat perkembangannya. Ani hanya menurut dan memesan kamar VIP agar putranya bisa leluasa sendiri. Ia juga sempat menolak tawaran sekolah--yang diberikan lewat Ihsan--perihal biaya perawatan Ari. Buat apa? Ia tidak ingin gegabah dan membiarkan usaha putranya sia-sia hanya karena budi.

"Ganti ke saluran berita, Bu." Galis yang duduk menyilangkan kaki lekas bersandar pada pinggiran sofa.

"Beritanya mulai naik, ya?"

"Iya, di mana-mana bahas itu. Dari tadi banyak pesan masuk nanyain bener atau enggak, sama nanya keadaan Ari."

Ani tersenyum tipis lalu membelai rambut putranya lembut. "Ke Ibu juga, tapi udah berhenti. Hapenya mati."

Galis mengembuskan napas panjang. Ia tidak tahu harus merespons apa lagi. Pandangannya terlalu fokus dengan profil kepala sekolah SMA Kemuning yang dipaparkan media, mulai dari latar belakang pendidikannya sampai berbagai prestasi yang pernah diraih. Bahkan, posisi kementerian yang digadang-gadang akan diisi beliau juga terpampang di layar. Kabar buruk yang harusnya diiringi dengan kejanggalan-kejanggalan yang bisa saja ditemukan, justru ditimbun dengan hal-hal yang dapat memakluminya.

[2] Stepb: The Other Sin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang