- Ruang -

571 108 6
                                    

"Kavin?" Angkasa memicingkan matanya melihat adiknya tengah duduk di kursi panjang depan matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kavin?" Angkasa memicingkan matanya melihat adiknya tengah duduk di kursi panjang depan matanya. Dia berlari ke arahnya, Kavin menoleh. Tersenyum melihat Angkasa yang berlari mendekatinya.

"Kamu ngapain di sini sendirian? Yang lain mana?" Angkasa bertanya.

Kavin hanya tersenyum. "Bang Asa mau jalan-jalan sama Kavin ngga?" Kavin menawarkannya kepada Angkasa, tentu saja dia menerima tawaran itu.

Angkasa dan Kavin berjalan berdampingan, melihat sekeliling kota dengan kendaraan yang berlalu-lalang, cuaca hari ini nampak terlihat lebih bersahabat, tidak panas tapi tidak mendung juga.

Cuaca seperti itu yang selalu di dambakan banyak manusia bumi, termasuk author sendiri.

Kavin membawa Angkasa ke toko roti, toko pakaian, dan lainnya. Semua arah langkah Kavin, Angkasa hanya mengikutinya.

Tersenyum melihat punggung Kavin yang terus berlarian di depannya, senyumnya terpampang sempurna, senyum yang Angkasa rindukan selama ini.

Lelah berjalan-jalan, mereka berdua berhenti di kedai es krim, membeli dua cone es krim rasa vanilla dan coklat, memakannya pelan sembari menatap langit biru yang dihitung berapa jam lagi akan berubah menjadi jingga kemudian menjadi gelap gulita.

"Udah sore, pulang yuk?" pinta Angkasa.

Kavin enggan untuk pulang, dia masih ingin berada di sana, menikmati setiap waktu bersama Angkasa. Dia tahu, kalau saja, ini hanya akan bersifat sementara.

"Kavin mau naik itu, boleh ngga Bang?" ucapnya sembari menunjuk ke arah bianglala yang ada di tengah pusat kota. Terkenal dengan ketinggian dan keindahannya ketika lampu-lampunya menyentuh cakrawala.

Angkasa mengangguk, menuruti permintaan Kavin, mereka berdua berjalan ke sana, membeli karcis kemudian di tuntun oleh karyawan di sana untuk masuk ke dalam sangkar yang terpaut di bianglala raksasa itu.

Ketika mencapai puncak ketinggian, benar-benar pemandangan yang sulit untuk di lupakan. Seluruh kota nampak dari atas sana, bahkan Kavin menebak-nebak di mana letak rumah mereka.

Angkasa hanya tertawa kecil ketika Kavin terus menunjuk ke arah kanan dan kiri, se akan dia tau di mana rumah mereka.

"Kavin seneng?"

Anggukan kepala Kavin membuat Angkasa tersenyum. Matanya berbinar melihat senyum Kavin yang tidak ada batasnya ketika menaiki bianglala itu. Rasanya dia tidak ingin turun dari sana, namun kesempatan untuk menaiki bianglala itu hanya dua kali putaran. Dan ini putaran yang terakhir.

...

Ruangan putih, kosong. Angkasa dan Kavin terbangun di ruangan seperti itu. Terkejut, bahkan mereka tidak tahu kapan mereka berada di sana.

"Kita dimana?"

Angkasa menoleh ke kanan dan kiri, mencari tahu di mana mereka berada sekarang, Nihil. Angkasa menggeleng sembari menatap wajah Kavin yang nampak kebingungan menatapnya.

Angkasa [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang