Hi.Jangan lupa vote ya!
Happy reading! 🐝
Tidak seperti biasanya pagi ini, Renjun benar-benar merasakan hangat itu memeluknya sepanjang malam hingga pagi menjemput untuk datang. Membawa udara dingin sejak sebelum matahari belum menampakkan diri di ufuk timur sana.
Belaian lembut dari telapak tangan seseorang itu membuat dirinya semakin mengeratkan pelukannya pada sosok itu. Mencari tempat ternyaman dan kehangatan paling hangat pagi itu.
Suara detak jantung milik sang suami terekam jelas dalam rungu nya yang menempel pada dada bidang Jeno. Merekam indahnya detakan itu bernyanyi seirama dengan dekat jantungnya juga. Yang seolah berpacu dengan seekor kuda untuk bersaing mendapatkan gelar kemenangan. Tapi itu bukanlah yang terjadi, kini ia hanya memejamkan mata menikmati momen itu lebih lama.
Jeno, yang sudah lebih dulu terbangun dari tidurnya pun juga masih enggan untuk menggeser posisi tubuhnya. Masih mendekap wanitanya itu dengan sebelah tangan yang menjadi tumpuan Renjun berbaring. Sedang tangan yang lain? Sedang membelai lembut rambut sang istri dengan penuh sayang.
"Renjun, kau tak mau bangun?"
Wanita hamil itu menggeleng perlahan, sehingga menimbulkan rasa geli kala kepala Renjun menyentuh dada Jeno.
"Selamat pagi Renjun-ah" Ucapnya setelah itu
Renjun mendongak, menatap netra meneduhkan milik Jeno yang juga sedang menatapnya, lantas ia tersenyum saat menyadari bawa ia mengawali pagi ini dengan suasana yang sedikit berbeda.
"Pagi, pangeran Jeno" Balasnya lembut. Sedang Jeno yang mendengar itu sedikit menatap heran kepada sang istri yang selalu saja menyebut namanya dengan embel-embel pangeran.
"Kenapa kau selalu memanggil ku pangeran? Aku suamimu Renjun" Tukasnya tak suka jika Renjun terus menggunakan panggilan itu kepadanya.
"Ng, aku tidak terbiasa"
"Biasakan mulai hari ini, kau adalah ratuku. Ingat panggil aku Jeno" Jeno mengelus kedua pipi Renjun dengan kedua tangannya yang sudah terbebas lalu mengecup sepasang pipi bak seperti kue bakpau itu.
Cup
Cup
Setelah nya Jeno, mengusap lembut wajah istrinya yang rupawan. Dan sekali lagi pagi itu, Jeno membubuhkan sebuah kecupan hangat bukan hanya di kedua pipi gembul nya melainkan di bibir tipis sang istri yang terlihat menggoda.
"Hm baiklah.. Jeno" Jawab Renjun setelah ciuman Jeno berakhir.
"Bagus" Ucapnya sembari menarik kembali Renjun kedalam dekapan hangatnya. Memberikan ciuman yang bertubi-tubi di pucuk kepala sang istri.
Cukup lama saling membagi kehangatan Jeno mulai menyadari ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang aneh timbul dibawah sana.
Ia menyibakkan selimut tebal yang masih membungkus keduanya lalu dengan senyum merekahnya ia mengelus pelan rumah sang calon buah hati.
Sedikit menurunkan wajahnya agar ia dapat sejajar dengan perut bulan Renjun. Jeno menggumam kata maaf berulang kali karena terlalu erat saat memeluk sang mama. Pasti ia merasakan sesak kala tubuhnya dan Renjun saling terhimpit satu sama lain.
Jeno pun tak luput memberikan satu kecupan hangat di pusat buah cintanya tinggal. Dan lagi lagi itu menimbulkan afreksi aneh yang kian menjalar dalam tubuh Renjun. Jantungnya berbedar, dan pemandangan itu membuat hatinya menghangat seolah ingin untuk melihat hal itu lagi, bukan hanya untuk pagi ini namun pagi selanjutnya hingga mereka benar-benar sama-sama menutup mata.