Maap typo bertebaran :)
"Penawaran apa yang kau berikan jika aku mau membantumu?" Tanya seseorang yang gagah nan tampan dengan rompi kulit yang menyelimuti dada nya itu. Buasana yang dikenakannya pun tampak sedikit berbeda dengan dua pemuda lainnya yang duduk di seberang meja sembari menyesap wine.
Mengunci pandangannya pada sang lawan bicara dengan gelagat yang sangat tenang.
"Kekuasaan? Akan ku bantu kau mendapatkan kursi penguasa barat" Ungkapnya menanggapi ucapan pemuda didepannya itu.
Setelah nya srengaian kecil terlihat jelas, smirk di wajahnya pun nampak begitu terlihat ketika ia sengaja memalingkan wajahnya ke samping dengan tawa remehnya.
"Hanya itu, jikalau hanya itu, aku bisa mendapatkan nya sendiri"
"Kepala si keparat itu" Tawar pemuda yang menggunakan pakaian hanfu berwana merah maroon. Ia tersenyum setelah berhasil membuat penawaran yang cukup menarik.
Pemuda lain tampak menimang perkataan pemuda didepannya itu sedikit lama. Hingga pada akhirnya ia pun mengangguk tanda setuju dengan penawaran yang diberikan, cukup menarik dan membuat rencananya akan semakin mudah dijalankan. Ia pun tak ragu menyambut uluran tangan dari pemuda berhanfu maroon dan membalas senyumannya.
"Baiklah, setuju" Jawabnya dengan senyum lebarnya.
Indah begitulah pemandangan yang kini Renjun tatap. Matahari yang bergerak perlahan menghilang dibalik gunung yang menjulang tinggi di barat sana. Menutupi kilau cahaya matahari berwarna orange yang membawa kehangatan bagi hatinya kala menatapnya.
Ia baru saja duduk di bangku taman itu setelah selesai melihat kegiatan para prajurit nya yang sedang berlatih pedang. Tak banyak waktu yang ia habiskan disana, Hyunjin dengan berat hati membawa nya kembali karena ia mendapatkan tugas baru dari sang kakek yang datang secara tiba-tiba.
Karena bosan berada didalam kamar, Renjun pun memutuskan untuk datang ke taman untuk melihat matahari terbenam. Dan beruntung sekarang ia dapat melihat itu.
Karena sudah lama sekali, ia tak merasakan suasana ini. Sembari memandang luas nya taman yang di penuhi oleh pepohonan hijau nan rindang dengan bermacam-macam jenis bunga yang berdaun.
Pun ini sudah terlalu lama, baginya tidak duduk disini. Entah mengapa taman, selalu mejadi tempat ternyaman bagi wanita yang sedang mengandung itu untuk menghabiskan waktu.
Ia terlalu menyukai suasana sejuk dan menenangkan kala ia berada di taman. Dan sudah menjadi kebiasaan nya pula ketika ia memiliki beban pikiran, maka ia tak segan untuk berlari ke taman kerajaan, entah itu dikastil sang kakek atau disini. Ia hanya membutuhkan taman kala ia memang sedang ingin menangis atau hanya melepaskan segenap perasaan sesak didadanya. Dengan begitu ia akan sedikit lega.
Mungkin sekarang raganya memang sedang dalam keadaan baik namun tidak hatinya. Kembali lagi perihal yang lalu masih tetap saja melekat dalam ingatan. Tentang bayi didalam rahimnya yang tumbuh selama beberapa minggu.
Ia masih tak menyangka jika ia telah membagi nafas yang ia hirup dengan sang buah hati pun membagi makanan yang telah ia makan sehari-hari.
Ia masih tak begitu merasakan lega, kala sedikit ruang hatinya masih merasakan sesak tak terkira. Tapi bukankah ia telah mengatakan bahwa ia baik dengan semua ini kepada Jeno. Harusnya ia baik baik saja sekarang, namun apalah daya Renjun. Ia masih belum benar-benar yakin dengan ucapannya sendiri.
Bahkan jika memang menerima kehadiran sang buah hati, maka ia tak akan segan walau hanya untuk menyapanya. Memberikan kehangatan dari telapak tangannya. Tapi semua itu masih belum ia lakukan. Ia merasakan hidup sebagai pecundang, mengatakan kenyataan yang masih belum ia terima sepenuhnya.