Bab 17

1.7K 223 65
                                    

Hallo
Selamat membaca 🍃
























"Wong Jaemin, wanita licik itu sama sekali tidak mengandung darah dagingmu, Jeno" Ujar Han setelah itu srengarian licik tercetak jelas di wajah tampan sang panglima.

Berbeda dengan Jeno, lelaki itu tampak terdiam, entah pemikiran apa yang sekarang bergelut  dalam otaknya. Ia benar-benar membeku. Pikirannya jauh melayang jauh ke masa dimana ia bersama dengan Jaemin yang telah berjalan begitu lama.

"Kau hanya mainan untuknya, untuk mengambil seluruh kekuasaan ayahmu" Han masih terus berucap hingga ia rela turun dari kuda miliknya untuk mendekat ke arah Jeno. Melihat bagaimana ekpresi wajah sang pangeran yang terkenal dengan sombongnya itu meratapi ucapannya.

"Aku akui, jika memang taktikku dan Hyunjin gagal untuk menumbangkan dan membongkar segalanya lebih awal. Tapi aku bangga pada sahabatku, yang telah rela menaruhkan nyawa untuk memperjuangkan kebahagiaan saudarinya. Dan tidak seperti suaminya yang terus menutup mata dan telinga"

Deg!

Satu kata terakhir yang menusuk hatinya. Terasa sakit dan menohok. Jeno merasa ia telah kalah telak untuk menyelamatkan Renjun. Ia telah gagal menjadi seorang suami dan bodohnya ia tetap mencintai Jaemin, putri dari pembunuh kakek dan neneknya sekaligus orang yang menjadi dalang menderitanya Renjun setelah bersama dengan dirinya.

Kata-kata Han seluruhnya benar, ia membenarkan bahwa ia adalah hanya lelaki brengsek yang enggan untuk bertindak tegas. Selalu menutup telinga hanya untuk memenuhi keinginan Jaemin tanpa memikirkan perasaan Renjun.

Tetapi lamunannya terhenti sampai dimana, Han kembali melanjutkan ucapannya.

"Seperti patung tak bernyawa. Tuli dan buta bahkan juga pada hatinya. Busuk!" Sedetik kemudian ia menyadari bahwa ia adalah benar-benar manusia yang gagal menjaga kedua cintanya. Cinta yang bebas dan tumbuh, kini berada di ujung tanduk penuh duri. Tak ada lagi jalan selain terjun membawanya ke alam lain dan memulai kembali semua dari awal. Atau menyerah dan hancur berkeping tanpa ada kenangan didalam nya. Cintanya hancur dan menyerah begitu saja.

Memang benar yang dikatakan oleh pemuda itu, benar dirinya berhati busuk, tetapi bukan berarti ia akan tinggal diam saat orang lain menginjak harga dirinya serendah ini.

Seperdetik kemudian, tatapan sayu itu berubah menjadi kilatan kebencian, kemarahan dan segala rasa yang bergemuruh dalam dada, beradu menjadi satu. Tatapan nya menajam, memandang Han tanpa sedikitpun melewatkan setiap pergerakan darinya.

Biarlah jika ia tak bisa masuk kedalam istana itu tanpa bantuannya. Ia bisa melakukan sendiri. Dan menemui Renjun dengan usahanya walaupun bukan hanya dengan satu atau dua percobaan gagal, namun ia masih punya beribu-ribu cara untuk dapat menemui sang pujaan.

Mata dengan tatapan membunuh itu tengah menyorot tajam pada sosok didepannya. Bagaikan elang mengintai mangsa dari kejauhan.

"Sudah ku katakan sejak awal, untuk tidak berbicara macam-macam tentang Jaemin, panglima Han. Namun seperti nya nyalimu cukup besar untuk berhadapan denganku, huh?" Ucapnya lalu kemudian tawa sumbang terdengar dalam rungunya.

Hingga tanpa disadari karena pergerakannya yang teramat cepat, Jeno telah membuka pedang dari sarungnya. Terpampang jelas benda pipih itu mengacung pasti tepat di depan wajah Han Jisung.

Merasa tertantang untuk melawan Jeno, Han pun tak tinggal diam, ia pun juga mengeluarkan pedang berkilaunya dan langsung menangkis pedang Jeno.

Pertikaian antara Jan Jisung dan Jeno pun terjadi. Keributan yang terjadi di perbatasan itu kini telah menjauh, menjorok pada sisi dalam hutan yang gelap. Tak ada lalu lalang orang-orang disana, hingga mereka tak akan berhenti sebelum salah satu diantara mereka benar-benar menyerahkan diri.

EGLAF [NOREN] On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang