Bab 32

256 28 113
                                    

Semalaman Mikayla tidak bisa tidur, pikirannya berkelana kemana-mana. Bahkan telepon dan chat dari Jayden pun dia tidak perduli. Mikayla bangkit dari tempat tidurnya, melirik sekilas jam di layar ponsel yang masih menunjukan pukul 04.47. Masih terlalu pagi pikir gadis itu.

Jika kemarin-kemarin Mikayla bangun sesubuh ini karna mual dan muntahnya. Tapi sekarang tidak, jangankan muntah, mualpun tidak dia rasakan. Sekilas Mikayla melirik chat dari Jayden tadi, laki-laki itu mengeluh pusing hingga mual muntah. Mungkin gejala Emesis-nya berpindah pada Jayden. Babynya memang pengertian, mungkin dia tau kalau ayahnya sudah menjahati ibunya.

Mikayla turun ke lantai bawah, berjalan keluar menuju taman di area pavilliun belakang. Gadis itu duduk di salah satu kursi yang menghadap langsung kolam renang. Sambil mengeratkan kardigannya, Mikayla mengedarkan pandangan ke seluruh area taman. Dulu, taman ini adalah area kekuasaan Mikayla, tempat dia dan Agya berlari saling mengejar. Bahkan kolam renang itu dibuat khusus untuknya, tapi itu dulu, sebelum ayahnya membawa wanita lain beserta anak hasil selingkuhannya. mikayla sungguh muak membayangkan kejadian lalu yang sampai detik ini tidak bisa hilang dari pikirannya. Jangan salahkan Mikayla karna dia membenci ayahnya, Mikayla bukan malaikat. Dia hanya gadis biasa yang menginginkan keluarga utuh yang bahagia.

"Udah puas lo permaluin gue semalam?"

Tiba-tiba dari arah belakang, seseorang membuyarkan lamunannya. Tanpa menolehpun, Mikayla tau siapa pengganggu itu.

"Ck, menghilang dari pandangan gue. Jangan rusak mood gue dengan kemunculan lo yang sangat amat ngga gue harapin disini."

"Lo emang brengsek, Ka. Gue ngga nyangka, lo sepicik itu."

Mendengar penuturan Nina, Mikayla langsung bangkit dari duduknya, dia berdiri sambil bersedekap dada di hadapan gadis itu.

"Picik?" Mikayla menaikkan alisnya, senyum sinis langsung tercetak di bibir pucat itu. "Lo bilang gue picik? Lalu apa kabar dengan lo? Lo ... benalu. Lo dengan ibu lo yang murahan itu datang ke kehidupan gue yang tenang, lo dan ibu lo yang murahan itu memporak-porandakan kehidupan rumah tangga orang tua gue, lo dan ibu lo yang murahan itu menghancurkan impian gue. Lalu lo datang ngatain gue picik? Lo sehat? Bahkan lo sengaja ngincar gue saat hari pertama masuk sekolah, biar apa? Biar orang lain simpati sama lo? Tapi sayang, semua usaha lo selalu gagal. Lo ngga pernah berubah, sekali tolol tetap tolol. Lo lupa siapa gue, hm? Bahkan bokap lo, ngga akan bisa nyaingin gue."

Wajah Nina merah padam mendengar rentetan kalimat yang diucapkan Mikayla, tangannya mengepal siap untuk menampar gadis itu. Tapi dia berusaha mengendalikan emosinya.

"Kenapa, Lo mau gampar gue? Silahkan saja, gue kasih lo kesempatan."

"Lo boleh merasa menang sekarang, lo boleh ngerasa dunia dalam genggaman lo. Tapi ngga dengan kisah cinta lo kan?Papa udah khianatin lo, udah ninggalin lo, dan lebih milih hidup bahagia sama gue bareng istri tercintanya. Dan sekarang pacar kesayangan lo juga ternyata cuma manfaatin lo."

Mikayla tertawa lebar mendengar perkataan Nina, rasa dingin udara subuh sudah tidak dirasakan oleh gadis itu, mendengar rentetan perkataan gadis ular di depannya ini. Hawa di sekitarnya berubah panas.

"Lo bilang apa tadi? Papa khianatin gue, dan ninggalin gue?" Mikayla pura-pura terlihat bingung. "Oke, wait. Soal papa khianatin gue, fix emang bener. Dia khianatin gue sama mama gue demi pelacur dan anak haramnya. Tapi sorry, bitch, papa ngga ninggalin gue, tapi gue dan mama gue yang buang papa. Lo terlalu percaya diri dengan bilang tinggal dengan papa, dan hidup bahagia dengan keluarga utuh lo. Sayang banget, gue cuma ngasih lo kesempatan buat hidup sama papa, karna selamanya sampe lo mati, lo tetap dicap sebagai anak haram dari papa gue. Sampai lo masuk ke liang kubur, nama papa tetap ngga akan tersemat di belakang nama lo. Dan papa, ngga akan bisa menjadi wali nikah lo. Well, menurut lo, siapa yang patut dikasihani disini? Gue atau lo?" Mikayla menaikkan alisnya sambil tersenyum sinis.

Mikayla melangkah, berniat untuk meninggalkan tempat itu. Tapi kata-kata Nina berhasil menahan langkahnya.

"Gimana? Udah denger voice note itu? Gue yang ngantar Jayden ke bandara tadi. Dan kami juga ... berciuman tadi.

Mikayla berbalik, terlihat raut terkejut dari gadis itu membuat Nina tersenyum puas . "Waah, ternyata lo yang nerror gue belakangan ini?" Mikayla sampai menutup mulutnya dan memandang takjub ke arah Nina.

"Yeah, sebenarnya gue bukan mau nerror lo. Gue cuma mau bantu Jayden agar lepas dari lo, cowok itu ngerasa ngga enak kalau harus putusin lo, dia takut lo depresi. Karna Jayden tau lo cinta mati sama dia. Tapi asal lo tau aja, Jayden ngga pernah suka sama lo, apalagi cinta sama lo. Dia ngedeketin lo atas permintaan gue. Dia ngga pernah bisa nolak keinginan gue, karna dia cinta gue. Ya, cewek yang dicinta oleh kekasih lo itu gue. Dan gue akan ambil kembali cowok gue seperti ibu gue ngambil ayah lo dari lo dan ibu lo itu."

"Wow, cerita yang sangat menyentuh sekali." Mikayla terkekeh sampai membuat Nina mengerutkan alisnya heran. "Lo pikir, gue bakal depresi kalau tau kenyataan ini? Lo pikir gue akan gila karna kehilangan laki-laki lagi setelah Papa? Sorry to say bitch, Jayden ngga seberharga itu buat gue. Bahkan gue bisa dapatin cowok yang jauh melebihi Jayden. Lo mau ambil kembali Jayden? silahkan. Gue khibahin bekas gue sama lo sekarang. Oh iya, milik Jayden sangat enak, gue udah menikmatinya berkali-kali. Lo tau, dia sangat hebat dalam bercinta, apalagi saat dia diatas. Bahkan dia akan menggila hanya karna gue mengulum kejantanannya."

PLAK ....

Sebuah tamparan keras dilayangkan Nina ke wajah Mikayla, darah segar terlihat merembes dari sudut bibir gadis itu, begitupun pipi kanan Mikayla yang tercetak jelas telapak tangan Nina. Alih-alih membalas, Mikayla malah tertawa keras, sampai sudut matanya berair, kemudian pandangannya kembali terarah pada Nina yang masih mengatur emosinya, wajah gadis itu sudah memerah padam karna marah.

"Kenapa? Lo panas denger omongan gue? Gue cuma kasih lo gambaran, seandainya suatu saat, Jayden mau ngajak lo having sex. Gue kasih tau lo satu hal, bitch, bukan gue yang tergila-gila sama Jayden, tapi dia yang bakal mati saat gue tinggal. Percaya deh sama omongan gue, secinta itu Jayden sama gue."

Mikayla hendak berlalu dari hadapan Nina, tapi sebelum itu dia berhenti tepat di sebelah gadis itu. Mikayla membisikkan sesuatu yang kembali membuat Nina hilang akal untuk membunuh Mikayla. "Oh iya, satu lagi. Jayden sangat suka bercinta di mobil, mobil yang bahkan tidak pernah lo naiki itu sudah sering kami pakai buat bercinta."

Mikayla berlalu dari hadapan Nina dengan senyum puas tercetak di wajahnya. Hati dan perasaannya memang hancur mengetahui fakta Jayden yang mempermainkannya. Tapi di satu sisi, dia puas melihat wajah kalah Nina. Tidak ada yang boleh menjatuhkan harga diri Mikayla. Tidak Nina, apalagi Jayden. Dan ingat, Mikayla bukanlah malaikat, dia adalah iblis berwujud malaikat.

To be Continue🍑

Hallo, MikaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang