PVSG - 10

17 4 0
                                    

Sesampainya di kantor polisi, Zega segera masuk. Polisi yang berada di depan tampak terkejut melihat kedatangan. Saat Zega masuk, Gunawan, Marla, dan Bayu menoleh.

"Senior!" Mereka berlari memeluk Zega.

Sebenarnya Zega agak terkejut dan canggung dengan apa yang mereka lakukan.

Gitta, Arghi, dan Andy keluar dari ruangan lain setelah mendengar suara Gunawan dan yang lainnya. Ketiga polisi itu juga berhambur memeluk Zega.

"Senior, kami sangat mengkhawatirkanmu."

Zega tersenyum kecil. "Kalian membuatku malu."

Marla mengguncangkan lengan Zega. "Tapi, bagaimana caranya Senior kemari? Mereka tidak melukai Senior, kan?"

Zega menggeleng. "Mereka tidak melukaiku. Saat mereka menutup mataku dan membawaku ke suatu tempat, aku berhasil meloloskan diri."

"Syukurlah, tadinya aku mau menghubungi ayahmu, Senior," ucap Gitta.

Zega menoleh padanya. "Dia tidak boleh tahu."

Gitta mengangguk. "Aku mengerti, tapi jika BIN dan polisi lain tidak segera menemukanmu, apa yang bisa kulakukan selain meminta bantuan pada ayahmu, Senior."

Gunawan melirik Gitta dan Zega bergantian. "Memangnya kenapa tidak boleh menghubungi ayahmu, Senior?"

Zega mengibaskan tangannya. "Lupakan, aku sangat lapar sekarang."

"Tadi aku membeli mie instan, Senior. Aku belum memasaknya. Jika Senior mau, akan aku buatkan segera," kata Andy.

Zega mengangguk. "Tolong, ya. Aku lelah sekali."

Andy mengangguk kemudian segera pergi.

"Senior mau minuman hangat? Aku akan buatkan coklat panas," ucap Bayu.

Zega mengangguk. "Tolong, ya."

"Senior, duduklah." Marla dan Gitta membopong Zega duduk ke ruangannya.

"Oh, ayolah, aku tidak sedang sakit. Aku baik-baik saja. Kenapa kalian memperlakukanku begini?" Gerutu Zega.

"Kami sangat mengkhawatirkanmu, jadi duduklah mumpung kita sedang dibebastugaskan," ucap Marla semangat.

"Iya, Senior Marla benar. Tadi Pak Herdian sangat khawatir sehingga dia terus berada di ruanganmu, Senior. Dia menelepon ke sana-sini untuk menemukanmu," kata Gitta.

Zega membayangkan perkataan Gitta kemudian menggeleng. "Aku tidak percaya. Pak Herdian tidak perhatian seperti itu pada bawahannya."

"Gitta benar, Senior. Dia bahkan tidak duduk. Dia terus berdiri sambil menelepon dan mondar-mandir di dalam sini," timpal Marla.

"Karena kalian yang mengatakannya, aku percaya. Tapi, tidak biasanya dia seperti itu," gumam Zega.

"Aku bilang padanya, kalau Pak Herdian tidak segera menemukan Senior Zega, aku akan melaporkannya pada Tuan San Bima," ucap Gitta.

Zega memundurkan wajahnya. "Kau mengancamnya seperti itu?"

Marla bertepuk tangan sambil mengusap bahu Gitta. "Luar biasa, kau benar-benar pemberani."

Gitta menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jika aku tidak bilang seperti itu, dia tidak akan berusaha mencarimu, Senior."

"Tapi, apakah ayahmu semenakutkan itu, Senior?" Tanya Marla penasaran.

Zega tampak berpikir. "Tua bangka itu...."

Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk. Ketiga perempuan itu menoleh, ternyata Andy dengan semangkuk mie. "Makanlah, Senior."

"Terima kasih, Andy. Besok kita semua akan makan malam bersama di restoran. Aku yang traktir," kata Zega.

"Benarkah? Terima kasih." Andy, Marla, dan Gitta tampak senang. Ketiga orang itu pun keluar dari ruangan Zega.

Zega menyantap mie dengan lahap. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. "Arsip itu."

Setelah makan mie, Zega memasuki ruang penyimpanan berkas laporan yang sudah lama. "Ah, banyak sekali. Aku harus mencari kasus 11 tahun yang lalu?"

Selama 3 jam dia mencari, akhirnya dia menemukan map kuning pudah bertuliskan "Rahasia" di map tersebut.

ⓞⓞⓞ

07.55 | 25 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS GANGSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang