DIARI AZURA

178 32 14
                                    

Cerita karya Queensa Al Maghfira

Asal Sekolah SMP Islam Salakbrojo, Kedungwuni

SSA

Aku berjalan menuju halte tempatku menunggu bus untuk pulang. Langkahku terhenti. Mataku tidak sengaja menangkap Sakha yang sedang duduk termenung di halte tersebut. Sebenarnya aku ingin menyapanya namun tak sesederhana itu.

Dia mulai berdiri dan berjalan dengan langkah tak bersemangat. Kepalanya menunduk dan sesekali menghela nafas. Aku pun mencoba mengikutinya dari belakang. Saat Shaka hendak menyeberang, aku tak sengaja melihat mobil melaju dengan cepat ke arahaya. Aku segera berlari, mendorong sekuat tenaga tubuhnya ke pingir jalan.

Brakkk .....!

Aku merasakan sakit diseluruh tubuhku. Samar-samar aku melihat orang-orang berkumpul di sekitarku.

***

" Zora...!" aku tersadar dari lamunanku aku melihat kearah bunda. "Bunda, aku Zura bukan Zora. Bisa tidak bunda berhenti memanggilku Zora? aku Azura! bukan ZORA!!" ucapku sambil menekan kata Zora.

Aku sudah terbisa ketika bunda menganggap ku Zora bukan Zura. Bunda sangat terpuruk ketika saudari kembarku meninggal bahkan bunda hampir gila. Gangguan pesikologisnya terganggu akibat kehilangan Zora . Bunda sangat marah jika ia menyadari aku adalah Zura bukan Zora. Dia tidak segan-segan untuk memukuliku. Aku hanya bisa diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ayah dan kakak laki-lakiku sering melihat ibu bertindak semena-mena padaku, namun mereka hanya menatap iba padaku tanpa mengatakan apapun pada ibu.

Zora memang terlahir berbeda. Dia terlahir dengan satu ginjal yang membuat fisiknya jauh lebih lemah dariku. Mungkin itu juga sebab keluargaku lebih memperhatikannya. Aku tidak pernah membenci Zora akan tetapi terkadang aku iri padanya. Dia mendapat perhatian serta kasih sayang dari ayah, bunda, dan juga kak Adian

***

Jam menunjukkan pukul 06.00. Aku sedang bersiap-siap di kamar sambil mendengarkan musik untuk berangkat ke sekolah. Aku pun berkaca sambil menggunakan kaca mata bulat transparan yang melingkar di mataku "Cantik" gumamku. Ketika aku sedang memasukkan buku ke tas, aku tersadar ketika ada cairan merah kental yang jatuh dari hidungku. "Mimisan?" aku terkejut menyadari darah itu terus mengalir tanpa henti, tanpa basa-basi aku langsung berlari ke kamar mandi mengusap noda darah di hidung dan pakain seragamku. Setelah bersih, aku menguatkan diriku untuk berangkat sekolah. Aku melawati ruang makan dimana aku melihat kak Adian, ayah, dan bunda sedang makan bersama dengan canda tawa, ingin rasanya aku duduk diantara mereka sambil bercanda tawa bersama, sepertinya itu menyenangkan "Setelah kematian Zura aku belum pernah merasakan makan bersama keluarga. Aku sangat menginginkanya walaupun hanya sekali sebelum aku pergi untuk selamanya." batinku.

Meski tak dianggap di rumah, aku masih bersyukur orangtuaku mau menyekolahkanku di sekolah yang bagus. Sekolahku memiliki 3 lantai dan kita akan melihat halaman yang luas sebelum memasuki gedung sekolah. Setibanya di sekolah aku memutuskan untuk ke atap untuk menenangkan diriku. telah sampai nya di rooftop aku melihat sesorang yang sangat aku rindukan. "Sakha ..." panggil ku kepadanya. Sakha menoleh ke arahku dengan tatapan mata berbinarnya "Zora...Tumben kesini pagi-pagi." "Iya...Lagi suntuk aja. Butuh udara segar nih". Sambil menyodorkan sandwich, Sakha pun berkata "Belum sarapan kan lho, pasti?" aku hanya membalasnya dengan senyuman sambil mengambil sandwich dari tangannya.

Shaka adalah temanku dari kecil. Dia tahu kisah hidupku dan untunglah dia orang baik yang selalu ada di sampingku. Sahabat karibku yang berharga. Kami pun satu kelas di kelas 11 IPS 4.

Jam pelajaran olahraga pun di mulai dengan pemanasan lari. Baru setengah putaran, tiba-tiba mataku serasa mengantuk dan keadaaan sekitarku seperti berputar.

"Dimana ini?" aku mulai tersadar dari pingsanku. Ku lihat ibu dan kakak berada di sampingku. Ibu menoleh ke arahku. Aku terheran "Ibu kenapa menangis?". Dia langsung memelukku erat, tak menjawab pertanyaanku, Kak Adian pun hanya menundukkan kepalanya.

Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit, aku akhirnya diperbolehkan pulang. Suasana rumah menjadi hangat. Saat aku melihat kak Adian menghampiriku dengan raut wajah khawatir, aku tersenyum mengingat itu dimana kak Adian mulai perduli denganku walapun hanya hal kecil tapi sudah membuatku bahagia. Aku melihat arah meja ada "Kak Adian udah nyiapin aku makanan." batinku sambil tersenyum ini pertama kalinya kak aiden melakukan hal manis kepadaku. Padahal hal kecil seperti mengijinkanku makan bersama pun ia sangat menolak keras. Setelah selesai makan, aku segera meminum obat ku waalapun obat itu tidak akan membuat ku sembuh tapi senggaknya dapat menghilangkan rasa sakit di kepalaku. Setelah meminum obat aku kembali bristirahat untuk menghilangkan sakit di kepalaku. Aku telah divonis leukimia oleh dokter. Aku sangat terkejut dan menangis sejadi-jadinya saat mendengar penyakit itu bersarang di tubuhku.

Meski keluargaku menyuruhku untuk beristirahat lebih lama lagi di rumah, namun aku merindukan juga teman-temanku di sekolah, khususnya Shaka.

***

Setibanya di kelas, pandangan teman-temanku terlihat mengasihaniku. "Shaka...." aku memanggilnya sambil melambaikan tangan ke arahnya. Namun reaksi tak terduga yang ku dapat. Dia hanya menoleh sebentar ke arahku dan mengabaikan lambaian tangan dan sapaanku. Aku pun bingung. ""Apa aku membuat salah padanya?" batinku. Aku tak bisa berkonsentrasi selama pelajaran."Aku akan menanyakan permasalahannya saat nanti pulang sekolah." begitulah tekadku untuk berbaikan pada Shaka jika aku punya salah.

SSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang