PESAN TERAKHIR AYAH

76 19 0
                                    

Cerita Karya Nilna Zahra

Asal Sekolah MTs Tholabuddin     

                    SSA                    

Suatu pagi dilorong sekolah  dengan suara riuh dan derap langkah kaki anak-anak berdatangan menuju ruang kelas masing-masing. Suasana pagi itu cukup cerah, namun tak secerah suasana hati Sari yang sedari tadi masih duduk dengan lunglai melamun diteras sekolah. Tak lama kemudian suara bel masuk kelas pun berbunyi.

“tring… tring… tring…”. Bunyi suara bel masuk kelas

“Sari !,. Itu suara bel udah bunyi, kamu masih mau melamun disitu, nanti telat masuk kelas terus kena marah sama Pak Bambang loh”. Ajakku

“eh iya Din,. Kamu duluan aja nanti aku nyusul”. Jawab Sari

“Oh yaudah aku ke kelas duluan ya, kamu jangan sampai telat masuk kelas”. Tegasku kepada Sari

Aku pun bergegas masuk kelas meninggalkan Sari, beberapa hari ini ia memang sering melamun, aku sebagai teman duduknya sekaligus teman kamar asramanya pun tidak tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan, setiap kali aku tanya ia selalu menjawab tidak apa-apa, padahal begitu jelas terlihat bahwa ia sedang banyak pikiran.

Jam pelajaran Pak Bambang hampir selesai tapi Sari tak kunjung  datang ke kelas, aku yakin masalahnya kali ini mungkin sangat berat, sampai-sampai ia bolos pelajaran, sepertinya aku harus bicara dengannya, mungkin saja ia butuh teman untuk berbagi keluh kesah karena sejak awal dia memang pendiam dan jarang bersosialisasi dengan teman-teman yang lain.

Akhirnya waktu istirahat tiba, aku bergegas mencari Sari ke semua tempat yang ada disekolah, namun aku tidak menemukannya. Hingga jam pulang sekolah tiba dan aku kembali ke kamar asrama, aku masih belum menemukan keberadaan Sari. Aku sampai lupa kalo ini hari kamis, sore ini aku harus berziarah ke makam Ayah dulu baru setelah itu aku mencari Sari lagi.

Sesampainya di pemakaman aku mendengar tangisan yang aku cukup familiar dengan suara ini, karena penasaran akupun mencari sumber suara itu, dan dugaanku benar.

“Sari,. Kenapa kamu menangis? Kenapa kamu tadi bolos ?” tanyaku

Sari tak menjawab pertanyaanku, ia menatapku dengan penuh kesedihan lalu ia memelukku erat dengan suara tangisan yang semakin kencang. Hingga ia mulai sedikit tenang dan akhirnya ia melepaskan pelukkannya dan mulai berbicara.

“Din, sejak awal masuk disekolah berasrama,harus  belajar ilmu agama dan menghafal al-Qu’an  bukanlah keinginanku sendiri, aku hanya menjalankan pesan terakhir Ayah, aku sudah berusaha untuk menjalani ini semua tapi aku tidak bisa, aku tidak sanggup”. Ucap Sari dengan sisa tangisnya

“Aku percaya, Pasti ayahmu orang yang baik, kamu beruntung masih bisa merasakan kasih sayang seorang ayah, masih bisa diarahkan ayah kamu untuk punya masa depan yang baik, aku tidak seberuntung kamu Sari, sejak kecil aku ditinggalkan Ayah dan sejak itu aku berusaha belajar untuk berbakti kepadanya dengan belajar ilmu agama biar bisa memberikan do’a  kepada Ayah.” Ucapku menenangkan Sari

“Aku akan belajar menjadi orang yang lebih baik, aku akan berusaha menjadi apa yang Ayah inginkan sebagai wujud baktiku kepada Ayah, bantu aku ya Din”. Pinta Sari

Setelah hari itu Sari berubah menjadi pribadi yang lebih baik, ia sangat semangat belajar ilmu agama dan menghafal al-Qur’an. Tidak ada lagi Sari yang murung, sari yang lunglai sambil melamun, yang ada adalah Sari yang rajin dan tekun.

Hari demi hari berlalu, tak terasa kami sudah di akhir masa belajar di sekolah ini, Ujian sekolah pun sudah kami lalui dan hari ini adalah hari Pelepasan siswa siswi kelas 9. Seperti tahun-tahun sebelumnya Sari selalu menjadi yang terbaik dikelas kami. Sari pun naik ke atas panggung untuk menerima penghargaan dan menyampaikan pidatonya.

“Berbahagialah kalian yang hari ini masih bisa berdiri didampingi kedua orang tua yang lengkap. Masih dengan kasih sayang yang utuh dari mereka,  Saya memang sudah tidak memiliki itu tapi saya berdiri disini karena itu. Ya, pesan terakhir ayah yang menjadi kekuatan untuk saya, motivasi untuk saya dan penyemangat untuk saya. Karena saya telah berjanji pada diri saya sendiri untuk menjadi orang besar dengan bekal ilmu agama dan bisa bermanfaat untuk orang-orang sekitar saya”.

Riuh tepuk tangan seiisi ruangan penuh kebanggaan kepada Sari, tidak hanya aku tapi semua orang bangga kepadanya yang begitu tegar menjalani hidupnya, Dialah sahabat yang menjadi motivasi tersendiri untuk hidupku dan aku beruntung memiliki sahabat sepertinya.

SSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang