Gasss gak si ndess??
Sat set sat set vote dan komen banyak2..
***
"Kau masih tampak sama meski lima tahun telah berlalu."
Patricia tersenyum kecil. Terlihat matanya menyipit namun tetap menyorot tajam, meneliti penampilan gadis di depannya.
Pegangan tangannya pada cangkir tehnya mengerat. Rasa emosional kini memenuhi hatinya. Gadis ini, terlihat baik-baik saja bahkan setelah tragedi lima tahun lalu.
"Bagaimana rasanya memasuki istana kembali, Putri Celine?" Patricia bertanya masih dengan tersenyum.
Celine Heroes berusaha mempertahankan senyumnya. Kedua jemarinya saling bertaut meremas satu sama lain di atas pangkuan. Matanya bergerak gelisah, terlihat sekali sedang kebingungan.
Gadis itu meneguk salivanya susah payah. Lidahnya kelu tetapi ia harus menjawab pertanyaan itu. "S-saya ..." Celine berdehem sejenak. "Bagaimana kabar Ibu Suri?"
Patricia tertawa kecil dan Celine langsung menghembuskan nafas lega. Daripada menjawab pernyataan yang akan memberatkannya, ia lebih baik menanyakan kabar wanita yang hampir menjadi mertuanya itu. Ya ... Meski nanti pun akan seperti itu.
"Tentu saja baik." Tangannya mengambil cangkir tehnya kembali kemudian menyesapnya sedikit. "Akan menjadi sangat baik jika saja kejadian lima tahun lalu tidak terjadi."
Celine tergagap. Ia ingin mengatakan sesuatu tetapi mulutnya kembali mengatup rapat. Gadis itu menundukkan kepalanya. Kenapa Patricia selalu membahas kejadian lima tahun lalu? Apakah ia baru saja disalahkan?
Patricia tersenyum kecil. Asthon Heroes, laki-laki sialan itu sangat lancang karena melanggar perintahnya. Berani-beraninya laki-laki tua bangka itu mengajukan kerabatnya sendiri di sidang dewan istana hingga mereka semua menyetujuinya?
"Kau tidak ingin meminum tehmu?"
Pertanyaan yang dilontarkan secara tiba-tiba itu membuat Celine terkesiap. Gadis itu dengan terburu-buru mengangkat kepalanya kemudian meraih cangkir tehnya.
"Kuharap pernikahanmu kali ini tidak gagal. Seperti saat bersama Alberto dulu."
Celine terbatuk-batuk saat mendengar nama laki-laki yang pernah menjadi calon suaminya. Tangannya tergagap, terlihat gugup saat mengambil sapu tangan untuk menyeka sekitar mulutnya yang sedikit basah.
Patricia tertawa melihat semua itu. Senyum wanita itu melebar, "Kau sungguh lucu." Seperti boneka, lanjutnya dalam hati.
***
Asthon Heroes berjalan mondar-mandir di depan kediaman Patricia. Keningnya berkerut tidak senang. Kedua tangan laki-laki itu saling bertaut di belakang tubuh dan mengepal erat.
Saat telinganya menangkap bunyi langkah seseorang, kepalanya kontan menoleh. Tubuhnya sedikit kaku saat mendapati Patricia dan Celine berjalan bersama ke arahnya.
Patricia tersenyum miring. Perasaannya membuncah hingga membuat wajahnya terlihat berseri-seri. Bagaimana tidak? Melihat wajah Asthon Heroes yang begitu cemas sungguh menyenangkan.
"Sedang apa kau di sini, Tuan Asthon?"
Kepalan tangan Ashton Heroes semakin erat sebelum terlepas. Laki-laki itu kemudian memberikan hormat pada Patricia. "Kedatangan saya kemari untuk menjemput keponakan saya, Yang Mulia."
"Aku sedikit tersinggung," sahut Patricia berterus terang. "Kediamanku tidak seberbahaya itu hingga membuatmu repot seperti ini. Lagipula Putri Celine sudah dewasa, Tuan Ashton." Patricia tertawa setelah selesai mengatakan itu. Apalagi raut wajah Celine dan Ashton Heroes yang terlihat menegang.
"Saya hanya ..." Ucapan Ashton Heroes terhenti begitu saja saat Patricia mengibaskan tangan.
"Tidak perlu dijelaskan." Wanita itu menatap Celine dan menepuk pundaknya pelan, "Terima kasih sudah berkunjung, Putri Celine. Hati-hati di jalan, pamanmu sudah datang menjemputmu." Patricia lantas berlalu setelah mengatakan itu.
"Paman.." Celine mengerucutkan bibirnya. "Kau membuatku terlihat seperti anak kecil di depan Ibu Suri."
Asthon Heroes terkekeh. "Kau tidak perlu menyusahkan dirimu hanya untuk membuatnya terkesan."
"Tetapi.."
Ashton Heroes meletakkan jari telunjuk di bibirnya. "Kau hanya perlu menjadi anak yang penurut pada pamanmu ini. Mengerti?" Saat melihat Celine mengangguk, Ashton Heroes tersenyum puas. "Kau harus segera pulang. Paman akan mengurus sesuatu dulu."
***
Celine mengurungkan niatnya menaiki kereta kudanya saat tidak sengaja bertemu Brianna di depan gerbang kerajaan. Sepertinya sang Ratu baru saja selesai berlatih memanah jika dilihat dari penampilannya.
Tanpa sadar ia terus saja memperhatikan sang Ratu hingga membuat wanita itu menoleh. Karena sudah terlanjur berkontak mata, Celine memberanikan dirinya mendatangi Ratu untuk memberi salam.
"Salam hormat, Yang Mulia.."
Brianna mengangguk kecil. Tidak ada senyum di bibirnya. Raut kelelahan terlihat jelas di wajah wanita itu. Buliran keringat juga samar-samar terlihat di pelipisnya.
Celine terdiam sejenak. Hatinya diam-diam mengiyakan tentang rumor yang mengatakan bahwa sifat sang Ratu cenderung pendiam dan juga sedikit angkuh?
Brianna terdiam. Ia tahu bahwa wanita yang berada di depannya tengah memperhatikannya. "Putri Celine Heroes?" tanyanya memastikan.
"Ya?" Celine terhenyak saat namanya tiba-tiba saja disebut. Bibirnya meringis pelan kala sadar bahwa ia terlalu lama mengamati sang Ratu. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi Brianna kembali terdiam. Celine tidak sadar bahwa kehadirannya membuat Brianna tertahan untuk segera masuk ke dalam istana.
Celine menolehkan kepalanya beberapa kali. Keningnya berkerut dalam karena keheranan.
"Kau mencari sesuatu?" tanya Brianna langsung. Satu alisnya terangkat. "Atau ... seseorang?"
Tbc.
#saveceline
Ayo ramaikan ndess wkwk
Kasihan gak sih dia sama Brianna dijudesin?Tapi Brianna emang gitu sih, gak ada kalem2nya ni anak ckckck
Next??
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Artanta
Historical FictionSpin off; Ken & Cat Bagi sebuah kerajaan, pewaris tahta adalah segalanya. Oleh karena itu, untuk menjaga keberlangsungan kekuasaan, Pangeran Albern yang telah naik tahta menjadi Raja Artanta dituntut untuk memenuhi tanggung jawab itu. Namun, setela...