Bab 8

2.9K 317 42
                                    

Senyum dulu doonggg














Di suatu sore, sesaat setelah kegiatannya mengajar di akademi militer telah rampung, Brianna tiba-tiba kedatangan tamu tidak terduga. Empat pemuda dewasa yang dikirim ayahnya telah izin memasuki akademi militer dan menunggu untuk bertemu dengannya.

Maria menuntunnya ke ruangan yang memang dikhususkan untuk para tamu menunggu. Ruangan itu tidak jauh dari tempat di mana ruangan Kenard berada, jadi bisa dipastikan akan aman-aman saja.

Brianna memasuki ruangan dengan Maria yang selalu mengekorinya kemanapun ia pergi. Sontak keempat pemuda dewasa di depannya langsung berdiri dan memberikan salam hormat terhadapnya.

"Salam hormat, Yang Mulia," ucap mereka serentak dengan nada tegas.

Brianna terdiam sejenak. Mengamati wujud keempat pemuda tersebut yang sudah berada di depannya dengan nyata. Rupanya ayahnya tidak main-main.

Keningnya mengkerut, matanya membeliak saat mengenali tiga dari empat pemuda tersebut. Lidahnya kelu, tidak bisa berucap sembarangan mana kala mendapati teman sepermainannya berada di lingkungan istana. Brianna sedikit kikuk sampai terdiam begitu lama. Mendapati teman bermainnya dulu kini memberikan salam hormat sedemikian rupa terhadapnya.

"Kalian yang diutus ayahku?" tanya Brianna.

Keempat pemuda tersebut saling pandang, "Benar, Yang Mulia Ratu," jawab mereka dengan tangkas.

William, Harry, dan Anson adalah temannya dulu ketika ia masih lajang. Tetapi pemuda yang berdiri di paling ujung kanan ia tidak mengenalinya. "Siapa namamu?" tanya Brianna penasaran. Dibandingkan teman-temannya, pemuda tersebut memiliki tubuh yang paling gagah, tegap, tinggi, dan tampan.

Pemuda tersebut dengan sigap menjawab, "Hamba bernama Matt, Yang Mulia. Hamba diutus secara khusus oleh Tuan Herwyn dari perbatasan Utara."

Perbatasan Utara?

Brianna lagi-lagi terdiam. Alisnya mencuat dan wajahnya menampakkan keheranan yang pekat. Sudah lama tidak mendengar daerah itu.

"Apakah ayahku berpesan sesuatu?"

"Tuan Herwyn berpesan bahwa hamba yang akan menjadi pengawal pribadi, Yang Mulia. Sedangkan, untuk  William, Harry, dan Anson akan ditempatkan di lingkungan akademi militer." Matt menjelaskan dengan lugas. "Mengenai pembagian tugas, saya hanya ditugaskan untuk mengawal Yang Mulia, sedangkan yang lainnya bisa bertugas secara fleksibel. Apabila suatu hari keadaan membuat Yang Mulia mengharuskan pengawalan yang ketat maka kami berempat siap ditugaskan secara bersama."

Brianna mengangguk pelan. Masih diliputi kebingungan. Kali ini dikarenakan alasan ayahnya yang lebih memilih Matt untuk menyampaikan pesannya. Padahal ada William, Harry, atau Anson yang telah lama saling mengenal.

Brianna menghela nafas pelan. Tidak seharusnya ia meragukan keputusan ayahnya. "Baiklah," jawab Brianna. "Mengenai pembagian tugas tersebut, kebetulan sekali akademi militer sedang menghadapi kendala berupa pengiriman senjata yang digunakan untuk latihan. Kalian bertiga bisa memulai dari kasus itu. Untuk lebih jelasnya, kalian bertiga bisa berkomunikasi dengan kepala sekolah akademi militer ini, Kenard Gilson. Mengerti?"

"Mengerti, Yang Mulia."

Setelah semua selesai, Brianna meninggalkan ruangan bersama Maria. Ketika langkah kaki mulai menjauhi ruangan tersebut, Maria berjalan sedikit terburu-buru untuk menyamakan langkahnya dengan Brianna. Gadis itu berbisik amat pelan, "Yang Mulia, jadi mulai hari ini kita akan ke manapun bertiga?"

"Ya?"

"Matt ada di belakang," bisik Maria.

Brianna sontak menoleh dan benar saat mendapati Matt berdiri kaku di belakang Maria dengan wajah datar. Brianna mngerutkan alis, "Apakah tugasmu sebagai pengawal adalah membuntutiku seperti ini?"

Queen of ArtantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang