Bab 12

4.1K 278 47
                                    

Jangan lupa nyengir








"Kau ingin punya adik?"

Brianna bertanya pada Ansena yang tiba-tiba mendatanginya saat sedang duduk santai di sebuah gazebo dekat ruangan Kenard. Sejak malam deklarasi terpilihnya Putri Celine sebagai calon selir, Brianna tidak terlalu suka berkeliaran di sekitar bangunan istana lainnya. Ia lebih suka menghabiskan waktunya di akademi militer untuk berlatih dan melatih memanah murid di sana, kemudian kembali ke kediamannya saat hari menjelang malam.

Bukan apa-apa. Ia tidak gentar meskipun banyak orang menggunjingkan nasibnya sekarang. Daripada itu, ia lebih muak melihat tatapan-tatapan kasihan kemana saja ia pergi melangkah. Maka dari itu, ia lebih suka suasana di akademi militer di mana selain bertanggung jawab atas tempat ini, juga tatapan kagum masih banyak ia temui ketika sedang mengajarkan memanah. Singkatnya, akademi militer dan orang-orang yang ada di sana membuat Brianna bisa bernafas dengan leluasa.

"Benal, Bibi," sahut Sena lesu, secara spontan membuang sapaan hormat saat hanya berdua. Pundak bocah itu terlihat turun seperti menanggung beban yang sangat besar. Sena menatap Brianna dengan sorot sendu membuat Bibinya itu terkekeh dan menggeleng-geleng karena gemas. "Cemua temanku punya adik."

"Minta saja pada ayahmu, Sena." Brianna mengelus rambut Sena yang mulai panjang dengan sayang. Memutuskan membawa bocah itu ke pangkuannya. "Atau kau bisa bilang hal ini kepada Ibumu."

"Ayah tidak ingin adik," kata bocah itu, masih dengan raut putus asa. Kepalanya menyender di dada Brianna saat mulai merasa nyaman akibat ceritanya didengar dengan baik. "Bagaimana ini, Bibi?"

Brianna tersenyum geli. "Memangnya kau ingin adik untuk apa?" tanya Brianna penasaran. Tangannya menyisir rambut Sena dengan lembut, membuat mata bocah itu berkedip-kedip terserang rasa ngantuk. Selain nyaman, tubuh yang lelah setelah berlatih juga membuat bocah itu mengantuk.

"Cena ingin jadi kakak yang kelen."

"Tanpa seorang adik pun, Sena sudah sangat kelen." Brianna tersenyum geli saat Sena mendongak menatapnya dengan mata semakin mengantuk.

"Begitu?"

"Tentu saja!" ucapnya sembari mengusap pelipis Sena dengan lembut, "Jangan tidur sebelum mandi, Sena. Nanti Ibumu marah padaku."

Bocah itu menghela nafas berat, "Cucah Cekali jadi anak kecil. Mandi, makan, tidul." Suaranya memelan diujung kalimat digantikan deru nafas yang mulai teratur. Dengan sangat pelan, Brianna mengganti posisi Sena dengan menyerongkannya dan menyandarkan kepala bocah itu ke pundak. Menepuk-nepuk bokongnya dengan teratur.

"Susah sekali bertemu denganmu saat siang hari, Anna."

Brianna mendongak dan mendapati Albern berjalan ke arahnya dengan senyuman lebar. Brianna membalas senyum itu. Hendak menyahuti perkataan Albern saat melihat keberadaan Putri Celine di belakang punggung suaminya. Senyum Brianna luntur seketika. Ia menarik nafas dalam, lalu menghembuskan dengan lesu. Mengganti fokus tatapannya ke arah Sena.

"Tidur lagi?" Albern bertanya dengan raut geli, menandakan bahwa ia sering mendapati pemandangan itu. "Biar kupindahkan dia ke ruangan Ken------"

Albern menghentikan ucapannya saat Brianna menahan tubuh Sena. Pria itu kemudian mundur selangkah dan tersenyum tipis. "Ingin makan siang bersama? Putri Celine mengundang kita berdua untuk makan bersama," kata Albern kembali antusias lalu melirik Putri Celine yang berdiri di sampingnya yang tersenyum manis. Menatap Brianna dengan segan.

"Kalian saja," ucap Brianna dengan dagu menunjuk pada sebuah tempat makan kotor, bekas makannya dengan Sena sebelum bocah itu mengeluhkan soal keinginan memiliki sorang adik.

Queen of ArtantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang