Haiii.. Apa kabar kelen??
Lama tak jumpa yaaa..
Lama banget gak nulis, semoga tulisanku gak kaku dan masih bisa dinikmati..
Yang lupa-lupa, bisa baca lagi dari bab 1 mumpung belum jauh chapternya yaa
Selamat membaca dan jangan lupa vote dan komen banyak-banyakkkk
***
Brianna memandang kepergian Celine dengan pandangan sulit. Keberadaannya di istana semakin menguatkan asumsi atas desas-desus yang akhir-akhir ini berhembus di kediamannya. Tentu saja ia tak sengaja mencuri dengar ketika para pelayan bergosip bahwa calon pendamping Sang Raja digadang-gadang berasal dari keluarga Heroes.
Ia menghembuskan nafas pelan. Kedatangan Celine di lingkungan istana memang terkesan terlalu dini. Padahal setahunya, hari ini adalah penentuan bahwa Raja boleh menikah lagi, bukan langsung menentukan siapa putri bangsawan beruntung yang akan menempati posisi itu. "Hmm ... mengejutkan."
Brianna melanjutkan langkahnya kembali ke istana timur. Tubuhnya sangat lelah karena seharian ini sengaja menyibukkan dirinya di akademi militer. Ia memang sengaja melakukannya karena berada di istana hanya akan membuat perasannya tidak leluasa. Pembahasan terkait calon selir pasti telah berlangsung. Entah bagaimana hasilnya, ia tidak ingin memikirkannya sekarang.
Maria yang tengah membantunya untuk bersiap mandi berdehem pelan. "Yang Mulia, Putri Celine datang ke istana atas undangan Ibu Suri."
Brianna masih mengatupkan bibirnya. Ia bergerak memasuki pemandian untuk berendam sejenak. Lenguhan terdengar dari mulutnya walau begitu pelan. Lalu matanya melirik Maria yang masih berdiri di sekitarnya dengan kepala menunduk. "Oh ya? Tidak kusangka ada manusia yang mau suka rela mengunjungi kediaman Ibu Suri. Pasti ada tawaran yang menggiurkan dibaliknya," kekeh Brianna.
"Yang Mulia ... baik-baik saja?" lirih Maria.
"Untuk?" tukas Brianna dengan mata terpejam. Menikmati sensasi dari air hangat yang merilekskan tubuhnya.
"Fakta bahwa Putri Celine adalah masa lalu Yang Mulia Raja."
"Jadi benar dia, ya? " Brianna terkekeh pelan, lalu suara tawanya surut berganti dengan senyum tipis yang terkesan sangat tenang. "Itu bagus, mereka berdua pasti tidak akan kesulitan mengakrabkan diri."
Suasana kembali hening. Maria tidak lagi berani untuk menanggapinya. Ia juga sengaja memberi jeda kepada Sang Ratu untuk menikmati waktu berendamnya. Saat mendengar suara langkah kaki mendekat, Maria segera mendongakkan kepalanya, lalu ketika tahu sosok yang baru saja datang ia dengan perlahan mundur dan keluar dari sana.
Brianna tentu menyadarinya. Telinganya mendengar langkah kaki tersebut yang semakin mendekat ke arahnya, kemudian tercium aroma tubuh yang sangat ia kenal. Untuk itu, meski mendengar suara baju yang terjatuh di lantai pun ia tidak membuka matanya sama sekali.
"Bolehkah aku bergabung?" bisik suara maskulin di telinganya. Brianna tidak menjawab, namun ia kemudian membuka matanya dan memajukan tubuhnya ke depan. Memberikan ruang untuk sosok tersebut bergabung bersamanya.
"Bagaimana harimu, Anna?"
Brianna menghela nafasnya. Wanita itu masih terdiam dan lebih memilih menyenderkan tubuhnya di dada bidang sosok di belakangnya. "Untuk hari ini penuh dengan kejutan, Yang Mulia."
"Apa ada hal baik yang terjadi?" Albern bertanya dengan tangan merengkuh tubuh istrinya. Ia juga menyematkan kecupan-kecupan kecil di bahu terbuka Brianna.
"Bukankah pertanyaan itu harusnya untuk Yang Mulia?" Brianna terkekeh.
***
Sejak perbincangan yang terjadi hari itu, Brianna lebih banyak menghabiskan harinya di dalam akademi militer. Berlatih memanah setiap hari dan menikmati waktunya saat mengajari anak muridnya. Meski terlihat sangat tenang, Brianna menyadari bahwa ia merasa kehilangan kendali akhir-akhir ini."Sempurna," gumamnya setelah melesatkan anak panah terakhirnya. Ia kemudian meminta Maria menyeka keringat di wajahnya. "Aku akan pulang melewati jalan memutar."
"Ya?" Maria kebingungan akan hal itu. Pasalnya malam ini akan ada makan malam bersama para petinggi istana. Dan Brianna tentu saja harus menyiapkan diri lebih awal. "Bagaimana dengan agenda makan malamnya, Yang Mulia?"
"Aku perlu menemui seseorang terlebih dahulu."
Saat mendapati kekhawatiran di wajah Maria, Brianna terkekeh singkat. "Aku akan datang, tentu saja. Jangan khawatir, Maria."
Brianna melemparkan senyuman manisnya saat matanya bertemu tatap dengan seseorang yang ingin ia temui segera dalam perjalanan pulang. Setelah tiba lima menit lalu, ia langsung saja bergegas mencarinya.
"Apa kabar, Ansena?" tanyanya dengan tubuh setengah menunduk dan tangan yang terulur untuk mengusap kepala bocah itu.
Bocah yang dipanggil itu menunduk untuk memberi salam sebelum tersenyum dengan lebar sampai menampakkan barisan giginya. "Baik, Yang Mulia."
"Bagaimana latihanmu hari ini?"
Ansena membimbing langkah Sang Ratu ke arah ruangan ayahnya. Bocah itu sepertinya sudah hafal dengan kunjungan yang beberapa kali wanita itu lakukan. "Hali ini Cena belhasil naik kelas. Cena akan tumbuh hebat sepelti Ayah Kenald," oceh bocah itu sepanjang jalan.
"Sena bahkan bisa lebih hebat lagi dari ayahmu." Brianna kembali mengelus kepala Ansena. "Ibumu ada di dalam bukan?"
"Ya," jawab Ansena cepat. "Ibuku kan penganggulan."
Mendengar itu, Brianna tidak bisa mencegah tawanya. "Pengangguran yang bahagia."
***
"Bagaimana persiapan untuk makan malam nanti malam?"
Tawa membahana memenuhi ruangan temaram yang hanya disinari oleh cahaya dari lilin. Pria tua itu tersenyum dengan lebar dengan salah satu tangannya mengelus janggut lebatnya. "Tentu saja akan menjadi pertunjukan yang memuaskan bagi kita."
"Apakah kau berhasil membujuk keponakanmu?"
Pria tua itu, Asthon Heros, kembali tertawa. Kepalanya bahkan sampai menengadah saking puasnya. "Heh? Maksudmu aku pernah membujuk keponakanku?" tanyanya dengan ekspresi mengejek. "Dia bahkan dengan suka rela melakukannya."
"Wanita itu tidak punya tujuan lain, bukan?" tanya William Jovick, salah satu petinggi istana.
"Tenang saja," kekehnya setelah menghembuskan asap cerutunya. "Bukankah wanita sangat mudah untuk ditebak?"
"Yang Mulia Raja?" kekehnya dengan kening berkerut. "Kudengar keponakanmu bahkan sudah menemui Patricia, Tuan Ashton," ujar Hendry Qores dengan senyum miring.
Asthon Heros menganggukkan kepala membenarkan. "Setelah masuk istana dia harus punya sekutu. Meskipun wanita tua itu memiliki kandidat yang lainnya, tapi apa boleh buat?" kekehnya. "Patricia yang akan mengikuti pola permainan kita."
Mereka semua kemudian tertawa terbahak-bahak dengan saling melemparkan tatapan penuh muslihat.
"Meskipun begitu, tidak ada salahnya kita tetap memantau pergerakan keponakanmu itu, Tuan Asthon. Bagaimanapun Putri Celine tetap putri bangsawan yang mendapat pendidikan. Kita tidak tahu isi kepalanya."
Asthon Heroes mengibaskan tangan dengan raut wajah tidak senang. "Itu urusanku, lebih baik persiapkan diri sebaik mungkin untuk nanti malam. Sebenar lagi kita akan berjaya."
Tbc.
Kalian di tim mana nih???
Ratu Anna??
Putri Celine??
Next???
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Artanta
Historical FictionSpin off; Ken & Cat Bagi sebuah kerajaan, pewaris tahta adalah segalanya. Oleh karena itu, untuk menjaga keberlangsungan kekuasaan, Pangeran Albern yang telah naik tahta menjadi Raja Artanta dituntut untuk memenuhi tanggung jawab itu. Namun, setela...