Secarik kertas berwarna kuning yang menempel pada dinding, jatuh tertiup angin. Sepoi-sepoi angin menerbangkan gorden berwarna putih hingga membuatnya bergerak dengan sangat cantik. Namun tidak bertahan lama, karena sebuah tangan tiba-tiba membuka gorden tersebut dengan sangat lebar. Seorang perempuan berpakaian serba putih lah pelakunya. Seorang suster yang sudah lama mengsinggahi dan menjaga seseorang yang berada di ruangan serba putih ini.
Suster itu tersenyum manis kala melihat seorang gadis yang tengah berbaring di atas ranjang, menggeliat karena tidurnya terganggu. Tangannya terulur, mengambil gelas kosong lalu mengisinya dengan air putih.
"Bangunlah, ini sudah waktunya untukmu meminum obat." Suster yang sering di panggil Vevey itu berkata seraya mengeluarkan beberapa butir obat.
Tidak berniat untuk bangun dan mengikuti perkataan Vevey, gadis bernama Kaelika Venezuela itu malah menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
"Janganlah keras kepala," ujar Vevey sambil menarik selimut yang menutupi tubuh Kael.
Gadis itu menghela nafas kasar, membuka mata dan melirik Vevey tidak suka. "Bisakah jika aku tidak meminum obat itu sehari saja? Aku ben-"
"Tidak bisa! Tapi jika kau ingin tetap seperti ini, berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan berbagai alat medis di tubuhmu, maka lakukanlah, jangan minum obatmu dan-"
"Ya ya ya. Diam, lah, aku sedang tidak ingin mendengar ceramah mu," pungkas Kael.
Vevey tersenyum puas saat melihat gadis yang selama ini ia jaga, bangun dari berbaringnya dan duduk dengan wajah cemberut.
"Yasudah, cepat minum," titah Vevey sambil menyodorkan beberapa butir obat berbeda di tangannya.
Kael berdecak, ia mengambil kasar obat yang ada di tangan Vevey lalu meminumnya secara bersamaan.
Vevey menghela nafas. "Apa kau akan terus seperti ini?" tanyanya.
Kael yang baru saja menghabiskan segelas air itu menoleh dengan beberapa kerutan di dahinya.
"Apa kau akan terus seperti ini? Berdiam diri didalam ruangan ini dan tidak bermain keluar bersama yang lainnya?" tanya Vevey.
"Apakah penting untuk bermain keluar bersama orang lain?" tanya Kael balik.
"Jika kau tidak ingin bermain keluar, setidaknya gunakanlah ponselmu, dan carilah teman," ujar Vevey.
"Apakah penting untuk memiliki teman? Apa dengan memiliki teman itu bisa membuatku lepas dari semua ini? Dari alat-alat menyebalkan ini?" Kael memukul tiang infus disampingnya dengan keras.
Melihat Vevey yang tetap diam, Kael mengeratkan giginya. "Kenapa kau diam? Jawablah!" Nada bicara gadis itu meninggi.
Vevey tidak menjawab, mulutnya kelu setiap mendapat pertanyaan seperti itu dari Kael. Tak ingin berlama-lama, Vevey memilih untuk memutar tumit dan keluar dari ruangan serba putih yang disinggahi oleh Kael.
Kael memperhatikan kepergian Vevey. Tangannya mengepal kuat saat suster itu sudah tidak terjangkau oleh pandangannya. "Jika kau tidak bisa menjawab pertanyaanku, setidaknya tutuplah kembali gorden ini!" teriaknya kesal, namun tak ada jawaban.
Ia menoleh, melihat gorden putih yang tengah menari-nari seirama dengan hembusan angin. "ck! Dasar suster menyebalkan!"
Kael turun dari ranjang, berjongkok mengambil kertas kuning yang tergeletak di lantai lalu kembali menempelkannya di dinding. Sebelum Kael menutup gorden, ia melihat keluar sebentar, melihat kehidupan luar yang tidak pernah ia rasakan.
Tanpa disengaja, Kael melihat sekelompok anak muda yang menggunakan seragam sekolah. Mereka bercanda dan tertawa, saling mendorong dan memukul. Namun bukannya marah dan membalas pukulan, mereka justru tertawa dengan sangat keras.
Jujur saja, ada rasa iri dalam hati Kael saat melihat itu semua, ada rasa ingin melakukan apa yang orang-orang itu lakukan, namun, rasa egois dan putus asa yang ada dalam dirinya terlalu besar hingga menutupi rasa iri dan keinginan nya itu.
"Ck, benar-benar menyebalkan!" Ia langsung menutup gorden itu dengan kasar dan kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Hari-hari nya hanya seperti ini, tidak ada yang menarik apalagi yang spesial. Hanya berbaring dan meminum obat, setiap hari selama 15 tahun.
Bersambung...
Isi kertas kuning:
'I will stay like this, until I die later'
KAMU SEDANG MEMBACA
796 Angka Terakhir [Tahap Revisi]
Short Story[END] Kisah dua orang yang menderita penyakit mematikan. Keduanya dipertemukan oleh sebuah angka biner, namun dipisahkan oleh kematian. Angka terakhir dan pesan suara dari sang kekasih menjadi penutup semuanya. "796 adalah angka terakhir yang kau be...