0000 1010

154 42 18
                                    


"Bagaimana kau tahu bahwa gadis itu aku?" tanya Kael penasaran.

Laki-laki tersenyum tipis. "Gadis yang menerima pesan dariku adalah gadis manis, dan kau orangnya," jawabnya.

Kael menunduk malu. Jujur saja, sudah hampir setengah jam mereka duduk bersama, tapi Kael baru berbicara kurang lebih 3 kali. Bibir yang biasanya cerewet dan banyak berbicara itu tiba-tiba kelu.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya laki-laki itu.

"Mmmnnn, aku baik-baik saja. Kau lihat, tanganku sudah bebas dari infus," jawabnya sambil memamerkan lengannya.

Laki-laki itu tersenyum, lagi. "Bisakah aku mengetahui namamu?" tanyanya.

"Kael, kau panggil saja aku Kael," jawab Kael cepat.

"Namanya yang bagus. Tapi apakah bisa aku memanggilmu gadis manis? Aku lebih menyukai nya," ujar laki-laki itu sedikit menggoda Kael.

Kael diam sejenak. "Mmnn, terserah kau saja," balasnya. Kael menjawab dengan santai. Namun tanpa laki-laki itu ketahui, hatinya seperti ingin meledak, mulutnya pun ingin berteriak sekencang mungkin, ini benar-benar mendebarkan hatinya, sungguh.

"Apa kau merasa canggung?" tanya laki-laki itu.

"Ya! Kenapa kau menanyakan itu? Jelas-jelas aku sangat canggung dan gugup!" batin Kael menjawab. "Ti-tidak, biasa saja," jawabnya gelagapan.

Benar kata orang, hati lebih jujur daripada mulut. Kita tidak bisa berbuat sesuka hati karena setiap perbuatan kita selalu bertentangan dengan hati. Tidak, tidak semua orang, mungkin hanya Kael. Ya, hanya dia.

"Mmnn, benarkah? Tapi kenapa kau diam saja? Setahuku kau ini gadis manis yang cerewet dan ke–"

"Hei! Aku tidak seperti itu! Siapa orang menyebalkan yang menyebarkan rumor buruk tentangku!" protes Kael tak terima.

"Itu bukan rumor, itu kenyataan kalo kau lupa."

Bukan Kael ataupun laki-laki itu yang berkata, namun Sarah. Ia tiba-tiba muncul entah darimana.

"Bi-bibi?"

Sarah tersenyum. "Apakah ini si pengirim pesan itu?" tanyanya dengan nada sedikit menggoda.

"Sedang apa kau disini?" tanya Kael sebal.

"Aku ingin menjemput pasienku, ini sudah terlalu sore, tidak baik untuk kesehatan nya jika terlalu lama di luar," jawab Sarah.

"Ck! Kau ini benar-benar menganggu!" decak Kael. Ia tahu bahwa pasien yang dimaksud Sarah itu adalah dirinya. "Tunggulah, kita belum selesai berbicara. Bahkan aku belum mengetahui nama dan ruangan dia," ucapnya.

"Untuk apa kau mengetahui ruangan dia? Apa kau ingin menginap di ruangannya?" tanya Sarah.

"Ya! Aku akan menginap, kenapa?!" tanya Kael semakin kesal.

Laki-laki yang masih berada di samping Kael itu langsung menaikan alisnya karena terkejut dengan perkataan gadisnya.

"Hei! Jaga ucapanmu, orangnya masih berada di sampingmu, apa kau tidak malu?" tanya Sarah.

Kael melotot, ia baru menyadari bahwa laki-laki itu masih berada di sampingnya. Ia melirik si pengirim pesan itu. "Ish! " desihnya pelan lalu berlari meninggalkan laki-laki itu dan Sarah.

Melihat tingkah Kael, Sarah terkekeh. Setelah ponakannya itu sudah berada di samping Vevey, ia duduk di samping laki-laki itu. "Kau lihat?"

Sadar bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya, ia menyahut. "Ya, aku melihat nya, dia benar-benar gadis manis."

"Apa kau menyukainya?" tanya Sarah.

Laki-laki itu diam sejenak. "Entahlah, aku belum mengetahui nya," jawabnya.

"Jangan permainkan hatinya, aku mohon. Jika kau memang menyukainya, aku akan mengizinkanmu untuk mendekatinya dan membuatnya bahagia. Tapi jika kau mendekatinya hanya karena kasihan dan penasaran, maka menjauh'lah, aku tidak akan mengizinkanmu," ujar Sarah.

Laki-laki itu mengangguk kecil. "Ya, aku akan memikirkannya. Memikirkan hatiku dan juga perasaanku padanya," sahutnya.

"Mn, aku percaya padamu," balas Sarah dengan tersenyum tipis. "Baiklah, kembalilah ke ruanganmu atau kau akan mati kedinginan di luar sini. Angin sore benar-benar tidak baik untuk kesehatanmu," ujarnya memperingati.

Laki-laki itu mengangguk, lagi. "Baiklah, aku akan pergi, pergi untuk memikirkan hati dan perasaan untuknya," ucapnya seraya pergi meninggalkan Sarah. Sarah memperhatikan kepergian laki-laki itu. Setelah benar-benar tak terlihat, ia mendongak, melihat langit yang sedikit mendung.

"Apa kau akan menyatukan keduanya? Apa tidak terlalu menyakitkan untuk mereka? Aku tidak melarang, aku hanya takut. Bagaimana jika salah satu dari mereka ada yang tersakiti atau menyakiti? Aku tidak ingin itu terjadi." Batinnya bermonolog.

📃📃📃

"Aku tahu kau sedang senang, tapi berhentilah melamun sambil tersenyum, kau harus tetap meminum obatmu," ujar Vevey.

Kael menoleh. Senyum manis yang membuat pipinya mengembung juga kantung matanya yang membesar tak pernah luntur setelah ia kembali dari taman rumah sakit itu. Tidak, tapi setelah bertemu dengan si pengirim surat itu.

Suasana hatinya benar-benar baik bahkan lebih baik daripada kata sangat baik. Namun itu menyebabkan Kael susah meminum obat. Percayalah, setiap Kael ingin mengambil dan meminum obat itu, senyuman kembali terukir dan semakin lebar hingga membuatnya salah tingkah dan tidak jadi meminum obatnya.

Seperti saat ini, tangan Kael sudah terulur untuk mengambil obat dari tangan vevey, namun tiba-tiba saja terhenti karena gadis itu yang tiba-tiba menutupi wajahnya dengan bantal dan berteriak.

"AAAAAAA!"

"Hei! Berhentilah berteriak! Cepat minum obat ini, atau aku akan mengadukanmu pada dokter Sarah dan tidak akan membiarkanmu keluar ruangan untuk bertemu dengannya lagi!" ancam vevey.

Mendengar ancaman itu, Kael langsung melayangkan tatapan tajam pada Vevey. "Hei! Siapa kau berani–

"Kau tidak ingin meminumnya? Baiklah aku kan mem–"

Cepat-cepat Kael menyambar obat di tangan Vevey dan meminumnya secara bersamaan. Mengambil air dan meneguknya hingga tandas.

"Sudah! Aku sudah meminum obat. Kau pergilah, aku akan istirahat," pungkas Kael seraya membaringkan tubuhnya.

"Istirahat atau kembali memikirkan si pengirim pesan itu?" goda vevey.

"Hei! Berhentilah menggodaku!" kesal Kael.

"Ya ya ya, aku akan berhenti. Kau istirahat lah, jangan memikirkan si pengirim pesan itu," balas Vevey.

Kael menarik nafas, kemudian melempar pintu yang baru saja Vevey tutup, dengan bantal. "Terserah aku saja! Kau jangan mengatur hidupku!" teriaknya.

Ia menghembuskan nafas kasar. "Ish! Kenapa semua orang selalu menggodaku, padahal aku hanya sedang bahagia," dengusnya.

Senyumannya kembali mengembang saat mengatakan kata 'bahagia'. Pikirannya kembali pada laki-laki pengirim pesan itu. Bayangan wajahnya masih terlihat jelas, suaranya juga masih terdengar sangat jelas, ia benar-benar tidak bisa melupakan pertemuan pertamanya dengan si pengirim surat itu.

"Aaaa~" Kael merengek sambil menendang-nendang selimutnya. Ia memegangi pipinya yang tiba-tiba panas. "Astaga, padahal hanya pertemuan biasa tapi kenapa bisa membuatku menjadi seperti ini?" monolognya.

"Arghh! Sudahlah, kau harus istirahat, atau kau akan gila jika terus memikirkan ya!" ucapnya seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Namun sedetik kemudian, selimut itu kembali terbuka.

"Argh! Aku benar-benar tidak bisa tidur, bagaimana ini?  Kenapa kau terus ada dalam bayanganku, pengirim pesan? Kenapa suaramu masih terngiang-ngiang di telingaku? Kau benar-benar menyebalkan!" gerutunya.

Kael terus mengoceh tidak bisa tidur. Namun akhirnya ia paksakan karena jam sudah menunjukan pukul 10 malam, dan itu tidak baik untuk kesehatannya.

Bersambung...

796 Angka Terakhir [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang