0000 0011

277 47 10
                                    

Matahari mulai menampakan dirinya. Langit yang tadinya gelap kini mulai terang. Jalanan yang tadinya sepi kini mulai ramai. Namun Kael masih belum sadarkan diri, padahal sudah 5 jam lamanya.

Vevey, suster yang selama ini menjaga Kael dengan sangat baik dan teliti itu langsung kembali ke rumah sakit saat mendapat kabar kalo gadis yang ia jaga kembali drop. Saat mengetahui penyebab drop nya gadis itu, Vevey benar-benar marah, ia bahkan sampai memukul Fat.

Sedari tadi, Kael tidak pernah lepas dari pandangannya, benar-benar di tatap dengan seksama, sambil berharap gadis itu cepat sadarkan diri.

Embusan nafas meluncur dari bibir Vevey, ia menoleh ke arah gorden yang masih tertutup, namun teralihkan oleh sebuah kertas kuning yang menempel pada dinding. Ia tidak terkejut saat melihat kertas itu, karena itu adalah kebiasaan Kael sejak dulu, menulis sesuatu dan menempelkan nya pada dinding.

Vevey beranjak dari duduknya, tangannya terulur untuk mengambil kertas tersebut. Dibacanya tulisan dalam kertas itu, ia kembali menghela nafas. Kata itu lagi, Kata-kata egois yang sering keluar dari mulut Kael.

Vevey meremas kertas itu dan membuangnya pada tempat sampah yang berada di sudut ruangan. Ia membuka gorden, membuat sinar matahari masuk menembus kaca jendela. Setelah membuka gorden, ia kembali duduk dan memperhatikan Kael yang kini masih belum sadarkan diri.

Sebuah senyuman terukir di bibir Vevey saat melihat jari tangan Kael yang bergerak. Ia segera berdiri dan mengangkat jari telunjuknya tepat 30 cm di atas wajah kael.

"Ikuti gerak jariku."

Vevey menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri. Ia tersenyum semakin lebar saat Kael dapat merespon dengan baik. Kael membuka matanya dengan perlahan.

"Buka perlahan-lahan."

Senyum Vevey semakin mengembang saat mata kael terbuka sempurna.

"Kau haus?" tanya Vevey yang di balas anggukan kecil oleh Kael. Dengan cepat, tangannya mengambil gelas berisi air serta sedotan, kemudian membantu Kael untuk minum.

"Apa kau sudah merasa lebih baik?" tanya Vevey yang hanya di balas kedipan mata pelan oleh Kael.

"Apa kau lapar?" tanya Vevey lagi.

"Bisakah kau diam?" tanya Kael sedikit kesal. Ya Tuhan, ia baru saja siuman tapi kenapa langsung di pertemukan dengan Vevey si cerewet ini.

"Ya ya ya, baiklah aku diam. Tapi apa kau lapar?" Vevey tetaplah Vevey, suster cerewet yang pantang menyerah.

Kael menghela nafas. "Kau ingin aku kembali tidak sadarkan diri? Diam lah, dan lakukan saja apa yang kau mau."

Vevey mendengus. "Baiklah, kau lapar. Tunggu sebentar aku akan mengambilkan makanan dan obat."

Kael memutar bola matanya malas. Setelah Vevey benar-benar keluar, ia menutup matanya. Baru 2 menit ia menutup mata, seseorang tiba-tiba saja memegang tangannya. Dengan terpaksa, ia kembali membuka mata dan melihat siapa yang memegang tangannya.

Hampir saja Kael emosi jika orang itu adalah vevey. Namun, kerutan kecil tergambar di dahinya saat melihat seorang gadis kecil kisaran umur 9 tahun tengah berdiri di depannya.

"Kakak," panggil gadis kecil itu.

Dia gadis kecil tadi pagi, gadis kecil yang diam-diam mengintip dari celah kaca. Gadis kecil yang membawa boneka kelinci putih dan sebuah buku bersampul putih.

"Siapa kau? Kenapa kau memanggilku kakak?" tanya Kael pelan, ia masih terlalu lemah untuk bersuara tinggi.

Bukannya menjawab, gadis itu malah duduk di kursi. Ia mengayun-ayunkan kakinya dengan tangan yang masih memegang tangan Kael. Gadis kecil itu melihat selang infus di tangan Kael, serta oksigen yang menutupi hidung dan mulut Kael.

Ia meringis, "apakah sakit?" tanyanya.

Kael mengerutkan dahinya. "Siapa kau, gadis kecil? Kenapa kau ada di sini?"

"Tadi pagi aku melihat mu, dokter memperlakukan mu seperti memperlakukan kakakku, mereka menempelkan ini, ini, dan juga itu pada kakak ku." Gadis kecil itu berbicara sambil menunjuk selang infus, oksigen, dan pulse oxymeter yang ada pada jari telunjuk sebelah kanan Kael.

Kael mengerutkan dahinya, ia melihat pakaian gadis itu, sama dengannya, menggunakan seragam pasien.

"Aku tidak pernah melihatmu di taman, apa kau pasien baru?" tanya gadis kecil itu.

"Tidak. Aku bahkan lebih lama darimu," jawab Kael.

"Benarkah? Tapi selama aku di sini, aku tidak pernah melihat mu."

"Itu karena aku terlalu malas untuk keluar, aku lebih suka disini."

"Kenapa? Di taman seru loh, banyak anak kecil dan kakak-kakak juga. Aku suka mereka." Senyum gadis kecil itu terukir sempurna, hingga menampakkan deretan giginya.

Kael diam, tidak membalas ucapan gadis kecil itu, ia masih belum kuat untuk berbicara banyak. Kael mengerjapkan matanya pelan, lalu kembali melihat si gadis kecil. Tidak, lebih tepatnya buku bersampul putih yang ada di tangan gadis kecil itu.

"Apakah itu sebuah buku diary?" tanyanya.

"Mmnn? Ini? Bukan, ini bukan buku diary," jawab gadis kecil itu, "kau mau lihat?" tawarnya sambil menyodorkan buku bersampul putih itu pada Kael. Namun Kael tidak menerimanya, karena saat ini ia benar-benar tidak punya tenaga, bahkan untuk sekedar mengangkat jari kelingking saja pun ia tidak bisa.

Gadis itu mengerutkan dahinya, menunggu kael untuk menerima bukunya. "Kenapa kau tidak menerima buku dariku?" tanya gadis itu sedikit kecewa.

"Aku tidak memiliki tenaga, bahkan untuk sekedar mengangkat jari kelingkingku saja itu sangat sulit," ujar Kael.

Gadis itu berdecak. "Ck! Kau ini kenapa sangat lemah sekali." Gadis itu menyimpan bukunya di atas nakas yang berada didekatnya. "Ku simpan di sini. Jika kau sudah tidak lemah lagi maka baca lah. Aku akan mengambilnya besok, dan jangan sampai kau hilangkan bukuku, aku akan marah jika buku itu sampai hilang," kata gadis itu kemudian berlenggang pergi.

Tepat saat gadis kecil itu melewati pintu, Vevey masuk sambil mendorong troli makanan dimana diatasnya terdapat satu mangkuk bubur hambar, air putih, dan obat-obatan milik Kael.

"Siapa gadis kecil itu?" tanya Vavey.

"Entahlah, dia tiba-tiba masuk," jawab Kael.

Vevey mengangguk-angguk. Ia mengambil segelas air putih dari atas troli, berniat memindahkannya keatas nakas, namun, pandangannya teralihkan oleh sebuah buku bersampul putih, ia mengambil buku tersebut.

"Buku siapa ini?" tanya Vevey sambil memutar-mutar buku itu.

"Milik anak kecil tadi, dia meminjamkan nya padaku."

"Apa aku boleh membuka nya?" tanya Vevey seraya membuka buku itu, namun terhenti karena kael melarangnya.

"Tidak! jangan sampai kau membuka buku itu. Akan ku bunuh kau jika sampai membukanya," ancam Kael yang membuat Vevey langsung kembali menyimpan buku itu ke tempatnya semula.

Vevey diam sejenak, memikirkan sebuah kata yang tidak sengaja ia baca tadi. Vevey membukanya, namun hanya sempat membaca kata di halaman pertama saja.

"Biner? "

Melihat susternya yang tetap diam, Kael mendengus. "Suster! Cepatlah! Alat ini membuatku benar-benar kesal!" Gadis itu lemah, namun hanya dengan Vevey ia menjadi kuat. Lihatlah, ia bahkan sudah bisa berteriak.

"Oh, sebentar." Vevey membuka oksigen yang berada di wajah Kael, lalu menaikan bagian atas ranjang agar posisi Kael menjadi duduk.

Bersambung...

796 Angka Terakhir [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang