Waktu operasi telah tiba, kini Kael sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri di ruangannya. Sementara sang pendonor sudah berada di ruang operasi untuk melakukan pengangkatan jantungnya. Sarah yang setia menemani Kael sesekali menjatuhkan air matanya ketika mengingat siapa pendonor jantung untuk Kael itu.
"Kau beruntung, dia sangat menyayangimu, bahkan dia rela mengorbankan nyawanya untukmu, " Kata Sarah seraya satu tetes air mata jatuh.
Pintu ruangan kael terbuka, menampakan beberapa suster dan perawat. "Dokter, mereka sudah hampir selesai, "
Sarah mengangguk. "Baiklah, mari kita bawa dia ke ruang operasi. " Ucapnya dengan suara bergetar.
Para suster dan perawat itu mengangguk, mereka mulai mendorong ranjang Kael untuk keluar dari ruangannya. Sarah mengikuti di belakang dengan air mata yang terus menerus jatuh
Langkah perlahan mereka ambil ketika ruangan operasi sudah di depan mata. Pintu terbuka sangat lebar, mempersilakan kael untuk masuk. 3 dokter dan 3 suster serta 2 perawat sudah siap di dalam dengan menggunakan seragam operasi.
Sarah mengambil nafas dalam kemudian masuk, tak lupa ia mencuci tangan dan mengganti baju.
Kini Kael sudah berpindah ranjang, alat alat tambahan untuk membantu kael bertahan selama operasi mulai di pasang. Melalui kacamata operasi, Diana dapat melihat mata berkaca-kaca Sarah. Ia mengatahui siapa pendonor itu, dan ia juga tahu jelas bagaimana sedihnya Sarah.
"Dokter, tegarlah, ini demi keponakan mu. " Kata Dokter Diana.
Sementara itu, di ruang operasi sebelah tepat dimana si pendonor jantung itu berada, kondisinya semakin menurun. Salah satu dokter yang bertugas untuk mengangkat jantungnya tiba-tiba saja meneteskan air mata.
"Dokter, tenanglah, " Kata salah satu suster.
Dokter itu menghembuskan nafas perlahan. "Aku hanya tinggal memotong ini, dan aku akan kehilangan mu, selamanya. Aku mencintaimu." Gumamnya. Tangan yang memegang gunting mulai bergerak, memotong bagian akhir hingga....
TI——————T
Suara nyaring dari monitor dan gambar lurus disana menandakan bahwa si pendonor sudah tiada. Dokter itu lantas memundurkan langkahnya seraya dengan air mata yang jatuh.
"Selesaikan lah, dan cepat berikan jantung itu kepada dokter Sarah. Jangan lupa catat waktu kematiannya. " Ucapnya sambil berjalan menjauh dari tempat operasi.
Ditatap nya wajah si pendonor yang kini sudah tidak bernyawa. Matanya yang kini tertutup tidak akan terbuka lagi. Mulutnya yang sering berbicara kini tidak akan berbicara lagi. Senyuman manis yang selalu ia tampakkan pada setiap orang kini telah hilang. Semuanya telah hilang dan tidak akan kembali.
"Aku bahkan belum menyatakan perasaanku, tapi kenapa kau malah meninggalkanku? Secepat ini? "
Lagi-lagi air matanya jatuh kala seorang Suster menyimpan jantung si pendonor pada sebuah tempat khusus. Kemudian suster itu berjalan keluar dengan membawa jantung orang yang ia cintai. Isakan kecil mulai terdengar hingga salah satu dokter yang mengetahui bahwa dia menyukai si pendonor mendekati nya.
Dipegangnya pundak dokter itu. "Luka, janganlah kau lemah, "
"Aku sudah berusaha, tapi— aku benar-benar tidak bisa! " Lirih Luka dengan isakan yang sedikit terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
796 Angka Terakhir [Tahap Revisi]
Short Story[END] Kisah dua orang yang menderita penyakit mematikan. Keduanya dipertemukan oleh sebuah angka biner, namun dipisahkan oleh kematian. Angka terakhir dan pesan suara dari sang kekasih menjadi penutup semuanya. "796 adalah angka terakhir yang kau be...