PART 8

674 97 4
                                    

Weekend.

Setelah menjalani rutinitas seminggu penuh yang menganehkan.

Iya, pekerjaan Eza ternyata mudah. Hanya membantu pekerjaan bosnya, sedikit-sedikit: mengetik, menge-print, menyiapkan berkas terus menemani mengobrol sembari makan siang.

Tidak ada aktivitas berat, padahal gajinya lumayan.

Aneh.

Tapi Eza mensyukurinya. Sudah mau seminggu bekerja, semua baik-baik saja dia rasa.

-

-

Minggu ini, Eza masih bergulat dengan selimut saat pintu kamar diketuk.

"BUKA AJA, RA!" Eza berteriak tanpa membuka mata.

Pintu terbuka.

Semenjak Dido tidak ada, Eza tak pernah lagi mengunci kamarnya, agar Ara bisa mudah masuk kalau membutuhkan sesuatu.

Ara duduk di tepi ranjang.

"Bang, nanti siang ke makam Ayah sama Ibu, yuk, sama Bang Dido juga. Udah lama gak nengok."

Eza membuka mata, mengangguk.

"Iya, ayok. Jam berapa ini, Ra? Udah waktunya sarapan, ya? Bentar, ya, gue masak dulu. Eh, atau lo mau beli apa?"

Ara menggeleng. "Ini minggu. Ara aja yang masak," katanya.

Eza menggumam, dia masih sangat mengantuk.

"Lima menit lagi, ya, Ra," ucapnya dengan mata yang kembali memejam.

Ara tak berniat menyuruh Eza bangun. Hanya ingin bilang itu, dia biarkan abangnya itu tidur kembali.

Ara keluar, menutup pintu dengan pelan.

-

Jam 11 siang. Eza baru keluar dari kamar. Menggaruk-garuk rambutnya sampai acak-acakan, lalu menguap lebar sembari berjalan menghampiri Ara yang lagi maen handphone sambil duduk di sofa dengan televisi yang menyala.

"Ara bikin nasi goreng tadi, tapi sekarang udah dingin. Mau Ara bikinin lagi?"

Eza menggeleng, tersenyum.

"Gak usah, gak pa-pa, Ra. Pasti masih enak, kok. Makan dulu dah gue."

Eza yang baru saja duduk di sofa, bangkit kembali. Melangkah menuju meja makan.

"Mau ke makam jam berapa, Ra?" tanya Eza setelah menyuap nasi goreng dingin itu ditambah kerupuk udang.

"Habis ini. Bang Eza mandi dulu aja."

Eza mengangguk lalu mempercepat kunyahannya.

-

Setelah makan, Eza mandi.

Selesai mandi, dengan gaya khasnya, dia keluar dari kamar: celana jeans yang robek di lutut, dipadu kemeja pendek putih.

Kemejanya membuat kesan sedikit rapi.

Seperti yang Eza bilang, dia tak punya celana normal.

Ara juga sudah siap.

Mereka keluar, Ara mengunci pintu dan Eza memanaskan motornya sebentar.

-

Pemakaman umum tempat kedua orang tuanya dimakamkan beberapa tahun lalu berada tidak jauh dari rumah. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit menggunakan kendaraan.

Ngomong-ngomong tentang orang tua mereka. Ayah meninggal saat Ara masih kelas 4 SD. Lalu tak lama, disusul ibu saat Ara kelas 6 SD.

Dan tahun ini, Dido ikut menyusul.

Makam Dido masih kentara sangat baru. Taburan bunganya pun masih ada, hanya sudah berubah warna jadi mencoklat.

Ara duduk di atas rumput, depan makam ayah. Ayah, ibu, dan Dido ada di hadapannya.

Eza pun ikut jongkok di sampingnya. Mencabuti rumput liar di makam ibu dan ayah.

Setelah berdoa dan beberapa lama hanya memandang tempat peristirahatan ketiga anggota keluarganya. Ara bangkit, berpamitan.

Eza tak berbicara, dia menunduk sekilas lalu melangkah mengikuti Ara.

Dipandangnya makam Dido yang dia lewati dan Eza kembali menunduk.

Sedang apa Dido di sana?

-

Mereka mampir ke rumah makan padang.

Ara murung di sepanjang perjalanan.

Tapi bibirnya kembali tersenyum lebar saat pelayan mengantarkan sepiring nasi dan lauk pauk yang dia pesan.

Membuat Eza ikut tersenyum melihat adiknya yang tersenyum lagi.

"Abis ini mau ke mana lagi? Mau apa lagi?" tawar Eza.

Dia tahu, mungkin sekarang Ara sedang berusaha meredam kesedihannya yang kembali timbul.

Ara menggumam panjang sembari tampak berpikir.

"Mmmm... mau eskrim," sahutnya kemudian, diakhiri cengiran lebar.

Eza mengulum senyum. "Gasss... apa pun yang Kiara Putri Cantika mau."

Ara terkekeh. Setidaknya, masih ada Eza.

--

--

LIAR (On Going)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang