PART 14

652 120 29
                                    

Sebelum berangkat ke kampus, Ara menuju kamar Eza yang pintunya terbuka, Dera baru saja bangun dan sekarang sedang berada di kamar mandi yang ada di dekat dapur.

"Abang, beneran ke rumah sakitnya gak usah dianter Ara?"

Ara duduk di tepi ranjang, memegang kening abangnya dan bertanya. Dia tahu Eza sudah bangun karena saat Ara memegang keningnya, Eza mengusik.

"Iya, kamu ngampus yang tenang aja, Ra. Gue ada Dera, nanti juga ada Pio. Nanti lo jangan lupa sarapan, ya," Eza berucap tanpa membuka mata karena bukannya menjadi lebih baik, setelah bangun dari tidur, meriangnya memang hilang, tapi menyisakan pusing dan demam yang masih tinggi.

"Dah, sana berangkat, Ra," Eza bersuara lagi.

Ara memang masih duduk di tepi ranjang, tidak mau bergegas, dia ingin menemani abangnya.

Kemudian Ara menghela napas.

"Kabarin Ara, ya, kalo udah ke rumah sakit. Abang kalo harus dirawat, dirawat aja jangan mikirin takut Ara repot."

"Iya," sahut Eza masih dengan mata terpejam.

"Ara berangkat, Bang." Ara bangkit.

Eza menyahutnya dengan gumaman.

-

30 menit kemudian setelah Ara berangkat ke kampus, datang lah Pio dengan membawa kantong berisi menu sarapan.

"Bangun lo, Za, kenapa lo sakit lagi, sih? Belom sehat-sehat, makanya kalau belom fit bener jangan lo paksain masuk kerja. Buru bangun, gue beliin sarapan ini," cerocos Pio.

Eza mendecak, membuka matanya sedikit.

"Lo berdua aja yang sarapan, gue pusing banget buat bangun. Lagian, gue gak laper juga."

Dera masuk membawa dua piring dan tiga sendok. Lalu duduk lesehan di lantai samping ranjang.

Pio tidak menyahut Eza, dia jadi sibuk membuka nasi uduknya yang memakai kertas nasi dialaskan daun pisang, sedap banget. Pio membuka nasi uduknya di atas piring, lalu dia tambahkan sambel dan gorengan.

Eza mengangkat kepalanya. Kemudian perlahan bangun, duduk dengan mata menyipit karena kepalanya beneran pusing, bukan hanya sekadar alasan.

"Kalo gak kuat bangun, tiduran aja, Za. Tar gue suapin, dah," kata Dera.

Eza menunjukkan ekspresi meringis, dia memejamkan mata lalu membukanya kembali.

"Mana sarapan gue?" katanya.

Pio memberikan satu cup bubur. "Udah, deh, biar kita suapin aja," ucap Pio saat melihat Eza yang kembali memejamkan mata erat.

Eza membuka matanya lagi, melirik cup yang ada di hadapannya.

"Punya gue kok bubur?"

Eza menatap Pio, hendak protes.

"Yang Senopati itu. Gak kaleng-kaleng," sahut Pio.

Eza mendesah. Tapi kepalang bangun, dia membuka cupnya. Tadinya dia bangun karena nasi uduk.

Dera memberikan sendok, dia tahu Eza tidak suka sendok plastik.

-

Eza diantar ke rumah sakit oleh kedua temannya itu, menggunakan mobil yang dibawa Pio. Sengaja tadi pagi Dera menghubungi Pio agar temannya itu datang membawa mobil.

Mereka duduk berjajar di ruang tunggu dokter umum. Eza duduk di tengah, dia menggunakan hoodie, menutupi kepalanya dengan kupluk yang talinya dikerut. Eza juga mengenakan masker, yang membuat orang-orang jadi hanya bisa melihat matanya saja.

LIAR (On Going)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang