PART 7

640 98 19
                                    

Eza diterima kerja di tempat kemarin dia wawancara. Posisinya jadi assistent salah satu pengacara sekaligus pendiri di sana.   Memang wow. Eza juga tiak percaya, sih. Kok, bisa modelan dan lulusan pendidikan seadanya seperti dia katanya diterima kerja sebagai assistent-nya bos.

Eza berangkat kerja dengan setelan rapi; kemeja baby blue yang bagian tangannya digulung di atas pergelangan tangan agar tattonya tetap tertutupi, ya, tidak sepenuhnya tertutup, sih. Celana bahannya berwarna navy dengan dasi senada. Setelannya ini baru, Eza baru membelinya kemarin.

Rambut Eza juga baru dipangkas. Dikasih gel yang membuatnya jadi terlihat berkilau dan rapi. Eza yang biasanya ponian, sekarang memperlihatkan jidatnya. Wajah Eza jadi terlihat lebih segar.

Ara terpukau melihat penampilan abangnya. Ditambah Id Card yang terkalung di leher. Eza udah bener-bener kayak anak kantoran.

Abang yang biasanya bergaya berantakan, tiba-tiba jadi kayak cowok metroseksual gini. Lebih cakep juga sih keliatannya.

"Gimana, Ra?"

Eza tersenyum sok cakep dengan tangan bergaya ceklis di dagu.

Ara memberikan dua jempol. "Temenku pasti lebih klepek-klepek. Jangan sampe mereka liat Abang kayak gini," katanya.

Eza terkekeh, dia melangkah lalu duduk di salah satu kursi.

Di atas meja makan sudah tersaji dua piring nasi goreng. Eza yang memasak tadi, sebelum mandi.

"Kenapa dah, temen-temen lo gak boleh liat? Biarin aja mereka menganggumi abang lo yang emang cakep ini."

Ara mendelik. "Pede," katanya," males aja, Bang, nanti mereka nanya-nanya kepo, Ara males jawabnya."

Eza tertawa melihat ekspresi lucu Ara, bola mata adiknya itu bergulir.

Sarapan yang kesekian tanpa Dido, sudah bisa mereka lalui dengan obrolan dan tawa.

Pagi ini semuanya terlihat kembali normal seperti waktu dulu.

Melihat senyum Ara dan tawa lebarnya, cukup membuat Eza mengembuskan napas lega. Kekhawatirannya tidak bisa menjadi pengganti Dido... sirna.

Ternyata Ara jauh lebih dewasa dari yang dia pikir.

--

--

Pertama-tama sebagai anak baru, Eza diajak perkenalan, mengelilingi seisi gedung ditemani Bapak Anjas, salah satu pengacara di sana, yang menjadi partner bosnya.

Lalu setelah selesai berkenalan dengan semua. Eza diajak masuk keruangan bosnya, yang akan menjadi ruangannya juga.

Begitu pintu terbuka, Eza refleks melebarkan mata. Pria yang tengah duduk di kursinya itu, dia yang kemarin mewawancarainya.

Woaahhh... jadi Eza langsung diwawancara oleh bos. Ini gila sih, untung Eza tak salah bicara kemarin.

"Selamat siang, Syeza."

Eza tersenyum sopan. "Eza aja, Pak," ucapnya. "Pak Wira," Eza menambahkan setelah membaca papan nama yang ada di atas meja.

Dr. Wiratanika Prada T, S.H.,MH.,LL.M.

Benar kata pak security kemarin, yang namanya Pak Wira itu pria berusia 30 tahunan tapi rupanya masih setara usia awal 20-an.

Pria di hadapannya ini pantasnya seusia dengan Eza. Tampak muda sekali, padahal dengan gelar sepanjang itu pasti otaknya sudah diperas sedemikian rupa, apalagi dilihat dari kantornya, sepertinya sudah berjalan cukup lama. Jadi, bisa disimpulkan Pak Wira ini merintis karir bersamaan dengan mengenyam pendidikan lanjutan. Umumnya orang pasti stress dan banyak begadang, yang akan membuat wajah cepat menua--konon katanya begitu. Tapi sepertinya, tak berlaku untuk Pak Wira ini, kok, bisa wajahnya malah jadi terlihat semuda itu.

"Eza, saya akan menjelaskan pekerjaan kamu. Walaupun kamu gak dari latar belakang pendidikan hukum. Sedikit demi sedikit, kamu bisa belajar sembari bekerja."

Eza tersadar dari lamunannya. Jujur, sekarang dia gemetar. Eza tidak pernah bekerja sebelumnya, ini pertama kali.

"Iya, Pak, terimakasih mau menerima saya. Saya akan bekerja dengan sebaik mungkin," katanya bersungguh-sungguh.

Pak Wira tersenyum.

"Itu tempat kamu, silahkan duduk," tuturnya ramah.

Eza kikuk. Kok, Bos bisa sebaik ini.

"Duduk, Za. Jangan tegang gitu, rileks lah."

Bapak Anjas yang masih ada di sisinya terkekeh, berucap sembari menepuk lengan Eza.

Eza hanya membalasnya dengan senyuman, lalu melangkah perlahan kemeja kerjanya yang sudah disiapkan.

Masih mengira, apa sekarang itu dia sedang bermimpi? Tidak pernah terpikir akan menjadi sosok Syeza yang berpenampilan kantoran dan bekerja di kantor yang penuh kenyamanan. Biasanya, kan, Eza berantakan dan tempat ternyamannya adalah jalanan, dengan AC alami kesukaannya yaitu angin yang menerpa kencang, dan pengharum kebanggaannya yang mengandung karbon monoksida: asap knalpot.

--

--

LIAR (On Going)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang