[6] Girl

101 16 3
                                    

"Seharusnya yang di panggil hari ini hanya Zoe dan Alvia, karena kesalahan mereka yang terlambat kemarin. Walaupun sudah di berikan hukuman, aku memiliki satu permintaan untuk kalian berlima..."

"...Jangan sekali-kali kalian menggunakan spesialis kalian di tingkat awal ini. Beberapa orang akan dengan cepat mencurigainya dan Zoe jangan ulangi itu lagi."

Zoe hanya mengangguk pasrah. Masalah kecil yang ternyata bisa berakibat sangat fatal. Dia hanya menggunakan spesialisnya di tambah dia telat dan itu membuat Mr. Kenan yang melihat, langsung membawanya ke tempat hukuman.

Hukumannya tidak main-main memang, bahkan ini lebih sulit dari pada harus mengelilingi lapangan. Alvia sendiri sampai kesal karena dia harus menanggung resiko ketika melakukannya.

Gadis bersurai hitam itu tak henti-hentinya menggaruk  kedua pergelangan tangannya dan juga bagian wajah. Sejujurnya semua bagian tubuhnya gatal.

Ben yang melihatnya menjadi iba, dia pun mengangkat tangannya, meminta izin untuk berbicara, setelah mendapat anggukan barulah ia bicara. "Apa tidak ada mantra penyembuh yang lebih cepat untuk menyembuhkan alergi Alvia?"

Mr. Kenan menggeleng. "Seharusnya mantra biasa sudah ampuh, tapi sepertinya itu membutuhkan waktu lama untuk sembuh total."

Alvia yang mendengarnya berdecak kesal, "Kalau begitu setidaknya berikan saya obat alergi. Anda pernah tinggal di dunia kami bukan? Tolonglah." Ucapnya meminta tolong, tangannya kembali menggaruk semua bagian tubuhnya yang gatal-gatal.

"Itu salahmu. Aku meminta kau dan Zoe untuk mengumpulkan madu pada sarang lebah bukan mandi serbuk bunga." Sahut Mr. Kenan tanpa merasa bersalah.

"Arkh, iya-iya terserah!" Geram Alvia, bukan marah tapi dia merasa gatal di seluruh tubuhnya semakin menjadi.

Orang-orang yang berada satu ruangan menatap gadis itu iba, kecuali kepala sekolah dan Leo. Doyun hampir menangis, karena tidak tega melihat yang lebih tua hampir sekarat seperti itu.

"Ayah.. apa tak punya cara lain?" Tanya Doyun.

Mr. Kenan tersenyum, "Ada." Jawabnya.

Pasang mata langsung tertuju pada si kepala sekolah, Alvia hampir mengamuk, karena menurutnya kenapa tidak sejak tadi memberitahu, jika ada cara lain untuk menyembuhkannya?!

Ben berdeham pelan, guna menghalau emosi yang hampir ikut naik. "Apa Mr. Bisa memberitahunya?"

"Laveendra, dia bisa menyembuhkan Alvia, spesialisnya mampu menyembuhkan segala luka dengan sangat cepat."

Merasa nama aslinya terpanggil, sang empunya nama mengerutkan keningnya. "Bagaimana caranya, ayah?" Tanya Doyun bingung, dia saja baru tahu jika dia memiliki spesialis seperti itu.

Mr. Kenan yang sejak tadi hanya duduk di kursi kebesarannya berdiri, menghampiri putra tunggalnya dan meraih tangannya. "Kau menginginkan Alvia sembuh bukan?" Tanyanya, yang mana langsung mendapat anggukan dari anaknya, setelah itu tangan Doyun ia arahkan pada dahi gadis bersurai hitam.

Tak berselang lama tangan Doyun mengeluarkan sedikit asap tipis berwarna ungu, mengalir hingga ke dahi Alvia, kemudian menyeluruh ke seluruh tubuh gadis itu.

Hangat, Alvia seperti habis meminum air jahe, tubuhnya terasa lebih baik. Ia melihat ruam-ruam merah pada kedua lengannya menghilang, senyumnya terukir manis. "Woah! Ini hebat!"

Sedangkan pelakunya sendiri tampak ikut takjub, raut wajahnya tak terkontrol sama sekali karena terkejut dan tak percaya. Ini serius spesialisnya?

"Jangan digunakan sembarang tempat, lihat warna asap yang terlihat?" Tanya Mr. Kenan.

ALVIA SANDARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang