Kemarin seharusnya dia bertemu dengan gadis yang memintanya datang, entah untuk apa. Tapi, karena dia disuruh bertemu dengan Mr. Dellion, pertemuan itu pun batal.
Ben kira dia akan bisa membicarakannya dengan Celine ketika di kelas. Tapi, gadis itu hanya mengatakan 'tidak masalah' dan meminta dirinya untuk menemuinya lagi sore nanti.
Sekarang Ben sudah berada di perpustakaan. Celine mengatakan kalau mereka akan berbicara di sana. Memang sih di waktu menjelang malam ini perpustakaan hampir tak ada penguninya.
Tapi, untuk apa mereka mencari tempat yang hening? Apa mereka akan membicarakan hal penting? Sehingga membutuhkan tempat yang cukup menjaga obrolan penting mereka.
"Maaf, membuatmu menunggu lama."
"Ah, bukan masalah, lagi pula aku yang datangnya terlalu cepat." Balas Ben ketika gadis yang sejak tadi dia tunggu telah duduk di hadapannya.
Salah satu alis Ben terangkat ketika melihat setangkai bunga mawar merah yang diletakan di atas meja oleh Celine. Ia juga bisa melihat kalau gadis itu tampak canggung sekali karena terus-menerus membenarkan surainya.
"Ada apa? Apa kau melupakan sesuatu?"
"A-ah tidak, aku hanya bingung harus memulainya dari mana." Balas Celine dengan gagap.
Ben menanggapinya dengan anggukan pelan, mungkin gadis di depannya memang benar akan berbicara hal penting. Jadi, dia akan menunggu, lagi pula Celine pernah membantunya ketika tugas kelompok waktu itu.
"Ben."
"Iya? Kau sudah tau apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Ben, dan langsung dibalas anggukan oleh gadis di depannya. "Kalau begitu bicaralah." Lanjutnya tersenyum mempersilahkan.
Ada jeda beberapa saat, sebelum akhirnya Celine mengambil nafas panjang dan membuangnya perlahan, dia mendorong setangkai bunga merah itu ke dekat tangan lawan bicaranya.
"Ini untukmu." ujarnya dengan suara pelan, ia menunduk tak ingin melihat respons dari pria di depannya.
Ben menatap setangkai bunga mawar itu dengan bingung, dia tak mengambilnya tapi dia terus menatap bunga tersebut dan gadis yang memberikannya secara bergantian.
"Kau menyukaiku?"
"I-iya." Jujur Celine, dia mendongak memberanikan diri untuk melihat raut wajah pria yang dia sukai.
Tak disangka, ternyata Ben malah tersenyum ke arahnya. Ia menahan nafas dengan gugup, mencoba untuk tetap tenang meskipun terasa sulit.
"Apa alasannya?" Tanya Ben masih dengan senyuman ramahnya, dia menatap lamat gadis di depannya, menunggu jawaban dari pertanyaannya itu.
"T-tidak ada," Jawab Celine sambil menggeleng ribut, ketika maniknta bertemu dengan pria yang dia sukai, ia langsung menunduk lagi. "Hanya saja, perasaan itu muncul tanpa aku sadari, kau yang selalu membantuku, ramah dan bersikap baik membuatku luluh."
"Seseorang pernah berbicara sesuatu padaku, mau dengar?" Celine mendongak lagi, dia dengan kikuk mengangguk sebagai jawaban. "Katanya dia menyesal karena menyukai seseorang yang selalu ramah dan membantunya, tau alasannya apa? Sebab orang yang ramah dan suka menolong belum tentu menyukaimu atau memiliki niat yang baik padamu, intinya itu hanya menyakitimu saja."
Mendengar penjelasan Ben, membuat Celine meremat kedua tangannya, dia menahan diri untuk tidak menangis. Dia paham kalau dirinya ditolak.
"A-apa tidak ada kesempatan?"
"Kalau aku memberimu kesempatan untuk membuatku menyukaimu, dan hasilnya masih sama, itu hanya akan membuatmu semakin sakit hati dan kecewa."
Sejujurnya Ben tidak yakin kalau perkataannya terdengar baik untuk perasaan gadis di depannya. Tapi, dia berkata dengan terus terang dan memang tak berniat untuk memberi gadis itu kesempatan yang malah berakhir membuatnya sakit hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVIA SANDARA [TAMAT]
Fantasy[Fantasi] Keadaan mendesak mengakibatkan lima orang terpilih masuk ke dalam dunia antah berantah yang terdapat sekolah yang mengutamakan sihir. Dunia modern yang menjadi latar awal mereka berubah menjadi hutan dan sebuah bangunan sekolah yang amat k...