[8] Blood Party

93 18 1
                                    

Waktu mudah sekali berganti, bahkan ketika malam mulai menguasai langit, Alvia tidak menyadarinya. Beruntung ada gadis bersurai cokelat yang selalu mengingatkannya.

"Kau mendapatkan pasangan untuk malam ini?" Tanya Zoe sambil menyisir rambut panjangnya di depan cermin.

"Tidak. Lagi pula Mr. Kenan tak mewajibkannya juga." Balas Alvia, tubuhnya yang sudah rapi dengan jubah sekolahnya itu masih tak mau bergerak dari ranjang tidurnya.

Tangannya yang terlipat ke belakang kepala ia jadikan bantalan, matanya sesekali terpejam dan terbuka, mencoba untuk tetap terjaga.

Zoe tertawa pelan melihatnya. "Jangan tertidur, Al." Peringatnya, dia sudah rapi dan tinggal mengenakan jubah dan selesai.

Alvia bangun dari posisi tidurannya. "Kalau tidak di ancam akan di hukum mengambil madu, aku tak akan sudi datang." Gerutunya kesal.

Lagi, gadis bersurai cokelat itu tertawa. Benar-benar memang ancaman sang kepala sekolah, bahkan bisa menundukkan seorang Alvia.

Keduanya lantas keluar dari asrama, menuju ke aula besar di gedung utama. Saat sudah di depan aula mereka di sambut oleh dua orang yang mengerahkan dua buah topeng pada mereka berdua.

Alvia mengambil yang berwarna merah, kemudian memakai topeng yang menutupi sebagian wajahnya. Langkah kakinya melangkah masuk kembali ke aula, di ikuti oleh Zoe di belakangnya.

"Mmm kira-kira dimana mereka bertiga ya?" Tanya Zoe, ia menoleh ke kanan dan ke kiri dari balik topeng putihnya.

"Mungkin belum datang," Balas Alvia, ikut menoleh, mencari ketiga orang yang di maksud oleh gadis bersurai cokelat. "Kau tahu sendiri, Leo bahkan tak ingin menginjakkan kakinya ke sini, aku yakin itu."

"Kau benar." Jawaban yang jelas bukan dari Zoe, membuat keduanya segera membalikkan tubuh secara bersamaan.

Melihat ketiga pemuda yang sudah lengkap dengan topeng yang menutupi sebagian wajahnya. Salah satu di antara mereka menyengir lebar, dan sudah jelas itu adalah Doyun.

"Selamat malam kak!" Sapanya pada Zoe dan Alvia, yang tentu langsung di balas oleh keduanya dengan senyuman mereka.

Pemuda bersurai pirang yang tadi membenarkan perkataan Alvia kini menatap tajam gadis tersebut. "Kau sepertinya mulai memperhatikan segala sifatku."

Alvia berdecih tak suka. "Tanpa memperhatikan pun semua orang tahu kau orang yang membenci keramaian." Balasnya tukas.

Leo, dia hanya mengangguk sekali membenarkannya. Kemudian berjalan melewati mereka berempat dengan santai.

Pemuda lainnya dengan topeng berwarna hitam, menahan pergelangan tangan Alvia yang ingin meninju Leo. "Tak perlu di balas, Al." Kata Ben dengan lembut.

Zoe mengangguk setuju, "Malam ini kontrol saja amarahmu, tak baik jika nanti kepala sekolah melihat kau berulah."

"Iya benar apa kata kak Zoe. Kak Al harus menahan emosi malam ini, di sini kita akan bersenang-senang!" Timpal Doyun dengan semangat.

"Terserah!" Balas Alvia jengah, dia pun berjalan menjauh dari ketiga temannya, setelah melepas paksa tangannya yang tadi di tahan oleh Ben.

Zoe hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sudah biasa sekali sifat Alvia yang akan amat pemarah jika bertemu dengan Leo seperti ini jadinya.

Gadis bersurai cokelat tersebut menatap kedua temannya yang tersisa, ia mengembangkan senyumnya. "Selamat bersenang-senang." Ucapnya tulus, kemudian mengejar kemana perginya Alvia.

Meninggalkan kedua pemuda yang langsung pergi mencari keberadaan Leo. Tak baik jika pemuda bersurai pirang tersebut sendirian, bisa saja nanti ada gadis yang menangis lagi karenanya.

ALVIA SANDARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang